FX Hadi Rudyatmo |
Gubernur DKI Jakarta terpilih, Joko Widodo pun protes dengan anggaran yang dinilainya cukup mahal itu. Jokowi, sapaan akrabnya, menginginkan agar pelantikannya bersama Basuki Tjahaja Purnama nanti dilakukan sesederhana mungkin dengan biaya semininal mungkin.
Di tengah polemik tersebut, di saat yang bersamaan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo juga akan segera melantik Wali Kota Solo baru menggantikan Jokowi. Wakil Wali Kota Solo, yakni FX Hadi Rudyatmo (Rudy) pun akan segera dilantik menggantikan Jokowi.
Uniknya, anggaran untuk pelantikan Wali Kota Solo ini hanya Rp 0. Jauh berbeda dengan anggaran pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang terbilang mewah.
Berbeda dengan di Jakarta, anggota dewan di DPRD Kota Solo mendengarkan kemauan dari FX Hadi Rudyatmo untuk tidak mengalokasikan anggaran daerah untuk seremoni beberapa jam itu. Padahal, sebelumnya Pemerintah Kota Solo sudah menganggarkan dana Rp 200 juta untuk pelantikan FX Rudy dalam APBD Perubahan. Namun, atas persetujuan dewan, anggaran untuk pelantikan akhirnya dicoret.
"Pak Rudi menolak anggaran pelantikan. Ya, akhirnya ajuan itu dicoret," kata Ketua DPRD YF Soekasno, Selasa (2/10/2012), seperti dilansir Tribunnews. Sehingga proses pelantikan Wali Kota Solo yang waktunya masih belum ditentukan itu akan berlangsung biasa saja.
Menurut Soekasno, proses pelantikan dilakukan dalam sidang paripurna yang dikemas secara sederhana. Tak ada pesta mewah, hanya sejumlah seniman asli Solo yang diminta hadir secara sukarela tanpa dibayar untuk menghibur tamu undangan.
Pada tahun 2005 lalu, saat Jokowi dilantik sebagai Wali Kota Solo, pelantikan juga dilakukan secara sederhana dan hanya memakan biaya Rp 100 juta. Bisakah Jakarta menghemat seperti Solo?
Koordinator advokasi dan investigasi FITRA, Ucok Sky Khadafi, Kamis (4/10/2012) saat dihubungi wartawan mengatakan, Jakarta sangat bisa berhemat dengan mengurangi alokasi anggaran pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Menurut Ucok, pelantikan DKI 1 dan DKI 2 itu bisa saja dipangkas sampai Rp 100 juta.
"Idealnya bisa hemat hanya dengan biaya Rp 100 juta. Sebanyak Rp 60 juta itu untuk makanan prasmanan nasi uduk saja, biar anggota dewan juga merasakan makan nasi rakyat yang harganya Rp 2.500. Sisanya bisa digunakan untuk paduan suara," kata Ucok.
Bahkan, lanjut Ucok, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur di Jakarta bisa saja mengadopsi cara Solo dengan mencoret anggaran pelantikan atau Rp 0. "Lebih baik lagi kalau Rp 0. Proses pelantikannya disamakan saja dengan rapat paripurna anggota dewan biasa. Itu kan tidak perlu biaya, karena anggota dewan itu kan datang rapat paripurna sudah dapat uang," kata Ucok lagi.
Ucok menyayangkan sikap anggota DPRD DKI Jakarta yang bersikeras tetap menaikkan anggaran pelantikan Gubernur menjadi Rp 550 juta meski sempat diturunkan menjadi Rp 499 juta. Menurut dia, sikap bersikeras anggota dewan itu hanya menyangkut gengsi ke depannya.
"Saya rasa ini politik juga. Kalau anggota dewan menurut dengan selera Jokowi di awal sekarang ini, Jokowi akan dielu-elukan masyarakat. Ke depannya, anggota dewan akan habis di mata masyarakat kalau menentang selera Jokowi. Apalagi, ini lagi-lagi mau Pemilu," ujar Ucok. (*)
Sumber: Kompas.Com