Mekar tak Mewangi

ilustrasi
MEKAR!  Begitulah hasrat yang menggebu-gebu di segenap penjuru negeri ini tatkala  desentralisasi berlabel otonomi daerah bergulir satu dasawarsa yang lalu. Sejak kran pemekaran wilayah dibuka lewat payung Undang Undang Otonomi Daerah hampir seluruh negeri demam pemekaran.

Indonesia yang semula hanya terdiri dari 26 provinsi (minus Timor Leste) yang pisah tahun 1999, dalam sekejap membengkak jadi 33 provinsi.  Pemekaran kota dan kabupaten pun kalah meroket. Hingga tahun 2012 tercatat  399 kabupaten dan 98 kota di Indonesia. Total semua kabupaten dan kota sebanyak 497.

Maka Indonesia mungkin satu-satunya negara di dunia dengan jumlah kepala daerah serta wakil kepala daerah terbanyak yaitu 1.060 orang. Kalau berdomisili di satu wilayah saja mereka dapat bisa membentuk kelurahan sendiri yaitu kelurahan para pejabat penyandang lambang burung garuda di dada. Luar biasa Indonesia.

Pemekaran provinsi, kabupaten dan kota juga ada produk turunannya yaitu pemekaran wilayah kecamatan dan desa/kelurahan.  Hampir  seluruh daerah berlomba memekarkan diri. Sungguh segunung hasrat  yang kebablasan mengingat Undang-Undang Otonomi Daerah sesungguhnya juga memberi ruang yang sama besar bagi beberapa daerah menggabungkan diri agar lebih kuat, baik secara ekonomis maupun politis. Faktanya belum sekalipun kita mendengar kabar penggabungan daerah otonom di Indonesia. Kuatnya orientasi kekuasaan dari elit politik lokal untuk berbagi-bagi jabatan sulit dipungkiri. Mekar wilayah agar dapat jabatan, dapat kedudukan terhormat di masyarakat dengan biaya dari negara.

Coba kita lihat hasil dari pemekaran itu. Apakah sudah sesuai harapan  yaitu meningkatkan pelayanan bagi masyarakat menuju kehidupan yang lebih sejahtera?
Hasil evaluasi Kementerian  Dalam Negeri (Kemendagri) RI  justru nyaring melantunkan  syair  mekar tak mewangi. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan kepada wartawan di Jakarta, Rabu 29 Agustus 2012, menyebutkan berdasarkan evaluasi Kemendagri terhadap 57 dari 205 daerah pemekaran baru yang muncul selama periode 1999-2010, sebanyak 78 persen gagal.

Penilaian ini terutama dari faktor bagaimana pemerintah daerah berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik bagi masyarakatnya. "Kebanyakan dari mereka, secara kapasitas tidak siap untuk memekarkan diri," ujar Djohan (Media Indonesia Online).

Daerah pemekaran baru tidak siap. Kata-kata tersebut hendaknya menjadi refleksi bagi semua daerah di Tanah Air yang hari-hari ini masih bersemangat memekarkan diri termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Sebelum melangkah lebih jauh baiklah kiranya mengaca diri apakah daerah pemekaran baru di Sulawesi Utara sungguh memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat? Jangan- jangan yang makin sejahtera cuma elit politik lokal yang meraih kesempatan meraih tahta kekuasaan. Setelah berkuasa melupakan rakyat! (*)

Sumber: Tribun Mandao 15 Oktober 2012 hal 10
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes