Damyan Godho |
SETELAH disemayamkan semalam di Gereja St. Fransiskus Assisi BTN Kolhua Kota Kupang, jenazah Damyan Godho kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Damai Fatukoa, Kamis (31/1/2019) siang. Upacara pemakaman diiringi hujan.
Istri Damyan Godho, Theodora Menodora Mandaru bersama tiga anaknya, Eleonora Ira, Berno Marselino dan Clara Fransisca mendampingi jenazah hingga kubur ditutup.
Acara pemakaman jenazah dipimpin Romo Simon Tamelab, Pr, Pastor Paroki St. Fransiskus Assisi. Meski hujan, kerabat kenalan mengikuti proses pemakaman sampai selesai yang ditandai dengan peletakan karangan bunga.
Sebelum dikebumikan, dilaksanakan misa requiem di Gereja St. Fransiskus Assisi, dipimpin Romo Simon Tamelab, Pr dan 19 imam konselebrantes dan 1 orang diakon.
Pelayat memenuhi gereja, termasuk karyawan PT. Timor Media Grafika, perusahaan penerbit Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang.
Sejumlah tokoh dan pejabat pemerintah hadir, di antaranya Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, Ketua DPRD NTT, H. Anwar Pua Geno, Sekretaris Daerah (Sekda) NTT, Ir. Ben Polo Maing, Wakil Walikota Kupang, dr. Herman Man, Wakil Bupati Manggarai, Viktor Madur dan General Manager SDM dan Umum Kompas, Pieter P Gero.
Selain itu Ketua dan Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Jimmi Sianto dan Muhammad Ansor, Mantan Pejabat Bupati Ende, Oswaldus Toda dan insan pers. Mereka memberi penghormatan terakhir kepada tokoh pers NTT dan pendiri SKH Pos Kupang ini.
Saat memberi sambutan, General Manager SDM Umum Kompas, Pieter P Gero mengatakan, Damyan Godho merupakan 'orang besar'. Sebagai wartawan Kompas, ia mengabdi selama 30 tahun dan sering memberitakan kabar dari NTT sampai ke pelosok-pelosok daerah di NTT.
"Kami kehilangan seorang tokoh besar," katanya sembari melukiskan sosok jurnalis yang memulai kiprahnya sebagai koresponden Kompas itu.
Sebagai wartawan Kompas, Damyan Godho termasuk jajaran wartawan di daerah yang sangat berpengaruh. Bukan hanya itu, sebagai pemimpin Harian Pos Kupang, pengaruhnya justru sangat luar biasa.
"Saya pernah membantu Pos Kupang selama dua bulan. Om Damy dan Valens Goa Doi, Eja Dion (Pemred Pos Kupang kini, Dion DB Putra) kami bersama-sama dalam ruang redaksi yang sempit itu. Suara Om Damy yang paling menggelagar."
Menurutnya, Komisaris Umum Pos Kupang itu selalu menggunakan 'kata seru' untuk menggambarkan kepribadiannya yang tegas dan keras dalam prinsip.
"Kalau tidak pakai kata seru itu bukan Om Damy. Akumulasi pengetahuan Om Damy dan integritasnya sangat luar biasa. Dia betul-betul menjalankan tugas sesuai tagline Kompas 'Hati Nurani Rakyat," bebernya.
Pieter Gero ingat pesan Om Damy yang selalu disampaikan kepada para wartawan, yaitu tidak perlu menulis berita atau feature yang tidak membawa manfaat bagi rakyat.
"Om Damy adalah sosok jurnalis sejati sebab dalam membuat karya jurnalistiknya, ia harus melihat dan terjun langsung ke lapangan. Kalau ada bencana, misalnya, dia selalu ada di lapangan."
Pieter pun mengisahkan bagaimana seorang Damyan Godho membawa motornya dari Kupang menggunakan pesawat hanya untuk meliput putusnya jembatan Kali Wajo di Lekebai, Kabupaten Sikka. Hal seperti inilah yang membuat Pieter menilai kalau Om Damy selalu menulis dengan penuh empati dari pelosok daerah sehingga acapkali membuat dia sering meninggalkan keluarga.
Mewakili keluarga besar Harian Kompas, Pieter berterima kasih kepada keluarga yang telah menjaga sosok jurnalis kawakan tersebut. Sisi lain dari Damyan Godho juga dibeberkan Pieter pada kesempatan itu.
Disampaikannya, Om Damy juga sangat peduli dengan daerah asalnya, Kabupaten Nagekeo dan orang yang selalu setia dengan sahabat. Ia pun mengisahkan bagaimana ia pernah meloloskan sahabatnya, Valens Goa Doi dari kejaran tentara saat konflik Timor Timur.
"Orang yang baik dan lurus jalannya bisa dilihat dari begitu banyak orang yang datang memberi penghomatan terakhir hari ini. Bagi kami Om Damy jelas adalah panutan bagi kita, bagi Kompas dan Pos Kupang.
Ketua Ikatan Keluarga Besar Nagekeo (Ikabana), Marsianus Djawa mengatakan, sudah sejak kemarin orang-orang menyampaikan kisah-kisah inspiratif dari seorang Damyan Godho sebab pengabdiannya untuk NTT begitu besar.
"Bagi Ikebana Kupang, kami merasa kehilangan sosok inspirator. Karyamu tidak akan terkikis oleh waktu," ucap Djawa.
Kepala Inspektorat Provinsi NTT ini juga menuturkan kembali kisah yang pernah diceritakan almarhum kepadanya. Om Damy, kenangnya, pernah di penjara di Kupang karena dengar radio Malaysia dan baru dibebaskan pada 17 Agustus 1965.
Ketua DPRD Provinsi NTT, Anwar Pua Geno menyebut Om Damy juga merupakan aktivis pemuda pada zamannya yang menanamkan nilai-nilai perjuangan dan idealisme untuk daerah ini.
Baginya, Damyan Godho tidak hanya seorang tokoh pers, jurnalis Kompas dan pendiri Pos Kupang yang telah banyak melahirkan kader pers di NTT, lebih dari itu, dia adalah tokoh yang memberi sumbangsih pikiran, gagasan, kepedulian dan karya nyata bagi NTT di pelbagai bidang kehidupan.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya atas kepergian sang tokoh NTT.
"Bapak Damy boleh mati dalam hidup tapi sekarang menemukan kehidupan. Dia orang yang tegas dalam prinsip dan iman. NTT bersedih karena kepergian seorang tokoh. Dia telah meninggalkan benih-benih kebaikkan, ketegasan dan luar biasa. Terima kasih kepada keluarga. Jasanya tidak pernah akan dilupakan oleh seluruh rakyat NTT," ujarnya.
Mendengar semua sanjungan dan kesaksian ini, Eleonora Ira, anak tertua almarhum mengaku tersentak dan tidak menyangka semua hal besar yang dilakukan ayahanda tercinta.
Dalam mendidik anak-anak, kata Ira, bapaknya jarang memberi nasihat dengan kata kata. Sebaliknya, nasihat itu ia wujudkan dengan tindakan dan teladannya sendiri.
Beberapa hal yang ia ajarkan seperti, peduli pada sesama dan spirit untuk tidak pernah menyerah dalam hidup.
"Seumur hidup tidak pernah lihat bapak sakit. Paling parah itu flu. Jadi kaget juga karena bapak sakit."
Bagi Ira yang kini melanjutkan jejak bapaknya sebagai jurnalis CNN Indonesia, ayahnya itu adalah sahabat terbaiknya.
"Kami sering membicarakan banyak hal. Mulai dari hal yang paling serius sampai yang tidak serius," ujar Ira.
Karyawan SKH Pos Kupang memberi penghormatan terakhir dengan mendendangkan sebuah lagu bertitel Tak Satu Pun, disertai pembacaan pusi.
'Apa yang dapat memisahkanku/dari kasihMu Tuhan sahabatku/kelaparankah, ketelanjangankah/tak satu pun tak satu pun/apa yang dapat memisahkanku/dari kasihMu Tuhan sahabatku/aniayakah, penderitaankah/tak satu pun tak satu pun."
Demikian sepenggal lirik lagu yang dinyanyikan di depan jenazah Damyan Godho. Lagu yang dipopulerkan oleh Grezie Epiphania ini disenandungkan oleh para karyawan Pos Kupang sambil berurai air mata kesedihan yang luar biasa.
Setelah misa requiem, jenazah Damyan Godho dihantar ke TPU Damai Fatukoa. Iring- iringan kendaraan yang panjang mengantar jenazah tersebut. Saat jenazah dibawa keluar dari gereja, hujan pun mengguyur. Namun, prosesi pemakaman berjalan lancar sampai selesai. (ricko wawo)
Sumber: Pos Kupang 1 Februari 2019 hal 1