Sopi

Satu sloki sebelum tidur
Niscaya penatmu hilang...


TENTANG sopi atau moke alias air kata-kata, seorang teman dengan bangga mempromosikan resepnya. Menurut dia, sopi yang enak dan sehat perlu dicampur dengan bahan makanan lain seperti madu dan telur ayam kampung. Campuran sopi akan komplit bila dilengkapi tangkur buaya serta anak rusa.

Madu bukan sembarang madu. Paling cocok madu putih. Kalau di Pulau Timor madu putih itu bisa diperoleh dari Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) atau Oepoli, wilayah Kabupaten Kupang yang dekat dengan Oekusi, Timor Leste.Dan, sopi sebagai bahan utama bukan sopi kelas dua. Mutlak memilih sopi kepala. Di kalangan penggemar sopi, mereka mengerti betul apa makna sopi kepala. Ada juga yang beri julukan BM (bakar menyala). Itulah sopi terbaik.


Bila semua bahan sudah tersedia, langkah berikut adalah mencampurkannya secara proporsional. Campuran sopi kepala, madu putih dan telur ayam itu lalu dimasukkan ke dalam wadah tofles kaca atau kumbang. Rendamkan tangkur buaya atau anak rusa di dalamnya.

Langsung diminum? Oh jangan kawan. Jangan buru-buru karena kenikmatan sopi tergantung berapa lama direndam. Prinsipnya terbalik dengan tagline kampanye salah satu pasangan capres pada pilpres yang baru lewat, yakni Lebih Lama Lebih Baik. Semakin lama makin nikmat rasanya.

"Jika sudah tiba saatnya, minumlah satu sloki sebelum tidur. Niscaya penatmu hilang, tidur nyaman, bangun pagi segar bugar, menyambut fajar dengan tawa," demikian kata berbunga sang kawan yang punya resep. Beta iseng bertanya tentang manfaat tangkur buaya dan anak rusa. "Ah, bung pura-pura tidak tahu. Itu barang untuk tambah vitalitas to?," kata si kawan sambil terbahak.

Tuan ingin coba resep ini? Silakan! Yang pasti penggemar sopi tidak sedikit jumlahnya. Mereka bukan hanya orang kecil, kaum papa atau masyarakat biasa. Mereka tokoh dengan status sosial tinggi di tengah masyarakat, punya kedudukan atau jabatan di lembaga pemerintahan serta institusi publik lainnya.

Tentang sopi, moke, air kata-kata, siapa di antara penghuni Flobamora yang tidak kenal? Munafik jika ada yang mengaku tidak tahu. Sopi itu bagian dari keseharian orang NTT. Minum sopi atau moke itu tradisi warisan leluhur. Umur sopi jelas lebih tua daripada kepolisian. Istilah moke dan sopi tentu lebih populer ketimbang miras (minuman keras) yang baru dipopulerkan penegak hukum zaman sekarang.

Sopi merupakan salah satu menu pokok dalam ritual adat masyarakat Nusa Tenggara Timur. Hampir semua suku di sini mengenal sopi, piawai meracik dan menyuling sopi nomor wahid di daerah masing-masing. Mereka tahu bedakan sopi yang bikin enak kepala dan sakit kepala. Tahu takaran minum sopi yang sehat.

Tuan buat kenduri tanpa siapkan sopi artinya tidak lengkap. Satu sloki moke akan menambah nafsu makan. Menambah semangat menari ja'i, gawi atau poco-poco. Buat acara sambut baru, nikah atau syukuran kematian selalu mesti dengan sopi.

Bahwa tidak sedikit yang mabuk-mabukan karena menenggak sopi, itu soal ekses bukan substansi alasan menghilangkan sopi dari beranda Flobamora. Mabuk itu terkait cara konsumsi. Jangankan sopi, gula yang manis pun kalau over dosis akan membuat tuan sakit perut. Segala sesuatu yang over dosis selalu berdampak buruk.

Dan sopi itu berdimensi ekonomis. Banyak keluarga di kampung NTT hidup dari berjualan moke atau sopi. Mereka menyekolahkan anak dengan sopi. Memenuhi kebutuhan sehari-hari dari sopi karena tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan.
Tetapi hal-hal semacam ini jarang dilihat aparat hukum. Jarang diselami dan diungkap lebih jauh oleh mereka yang bertanggung jawab atas nasib marhaen, termasuk beta dan kawan-kawan yang terpanggil sebagai jurnalis. Jurnalisme di sini belum sungguh melihat sopi dalam frame kemanusiaan NTT secara utuh.

Sopi dilirik hanya saat polisi menggelar operasi miras. Sopi diparadekan insan media dengan tanpa rasa sesal ketika mama, ina dan ama ditangkap polisi. Ketika ribuan liter sopi mereka disita dan "diamankan" pihak berwenang.

Seperti peristiwa yang baru terjadi Senin 27 Juli 2009. Aparat dari Ditnarkoba Polda NTT menyita 1.100 liter sopi asal Kisar, Maluku di Pelabuhan Tenau. Sopi itu milik dua perempuan tangguh, Ny. Ida Tangawa dan Meri Toki. Ketika KM Maloli yang membawa Ida dkk berlabuh di Tenau, polisi masuk kapal memeriksa barang penumpang. Polisi temukan ribuan liter sopi. Ida dan Meri dibawa ke markas polisi. Mereka diperiksa lalu dipulangkan. Sopi diamankan. Ida dan Meri yang tiga hari tiga malam berlayar dari Kisar pulang dengan tangan hampa.

Kepada polisi Ida dan Meri jujur berkata, sopi adalah sumber kehidupan mereka. Sikap polisi tak goyah. Peristiwa yang dialami Ida dan Meri sekadar contoh kasus. Banyak orang NTT yang berurusan dengan sopi nasibnya sama seperti mereka.

Salahkan polisi? Tentu tidak. Polisi cuma menjalankan tugas! Cuma sampai detik ini beta belum menemukan esensi makna "diamankan". Diamankan untuk apa dan siapa? Dengan cara bagaimana? Ah, tuan dan puan mungkin lebih tahu.

Kawan-kawanku polisi biasanya rajin betul beritahu wartawan kalau mereka tangkap penjual miras. Mereka suka lupa beritahu lagi nasib miras sitaan. Mereka pun jarang menyisir "miras lain" yang beredar di pertokoan. Secara diam-diam!

Dari dulu beta belum menemukan alasan untuk percaya operasi penertiban miras dapat menimimalisir tindak kriminalitas. Operasi miras mengurangi pemakaian narkoba dan lainnya. Efektivitas operasi itu patut dipertanyakan. Kegiatan berulang-ulang belum memberikan efek nyata. Makin dilarang malah kian merambat. Makin kerap operasi, makin lancar pasokan sopi ke berbagai kota.

Seorang rekan penggemar sopi kepala punya kerinduan kecil. Kalau miras lain seperti bir, anggur, JR dan sebagainya memiliki agen penyalur berizin resmi dari pemerintah, mengapa sopi atau moke tidak? Dia merindukan di berbagai kota NTT ada rumah sopi atau kedai moke. Modal tradisi ada. Tinggal pengembangan saja, misalnya ambil format Pak Laru di Timor dengan sentuhan manajemen profesional.

Agen resmi sopi dan moke justru memudahkan kerja polisi. Agen itulah yang bangun jaringan bisnis dengan produsen sopi atau moke di berbagai pelosok NTT. Sopi yang dijual tentu memenuhi syarat kesehatan dan aktivitas rumah sopi taat pada hukum. Bila ada yang mabuk dan buat onar, polisi enteng menguber biangnya.

Ah, indah nian bila setiap kota di NTT punya rumah sopi berizin. Makin lengkap jika muncul merk sopi lokal yang dipatenkan. Misalnya, sopi cap kembo atau moke cap wonge. Tuan dan puan yang ingin mengecap sopi kepala tidak perlu pening meracik sendiri yang belum tentu sedaap!

Kalau kita di sini sejak lama mengimpor bir dan anggur, mengapa tidak suatu hari nanti Flobamora mengekspor sopi kepala campur madu, telur dan tangkur buaya? (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 3 Agustus 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes