Raja Prailiu Dimakamkan

WAINGAPU, PK --Raja Prailiu, Tamu Umbu Kahumbu Nggiku alias Tamu Umbu Jaka alias Umbu Nai Maja, yang wafat tanggal 25 April 2008 lalu, akhirnya dimakamkan hari Sabtu (29/8/2009).

Prosesi pemakaman turunan ketujuh dari Kerajaan Lewa-Kambera yang sebelumnya berpusat di Praikamaru itu, diwarnai pemotongan kuda dan kerbau. Lima ekor kerbau dan empat ekor kuda dikurbankan dalam proses pemakaman almarhum.

Disaksikan wartawan, ribuan pelayat terdiri dari keluarga, masyarakat setempat maupun wisatawan local dan mancanegara mengikuti proses upacara pemakaman almarhum. Sedikitnya 60 kabihu (marga) sedaratan Sumba, ikut ambil bagian dalam prosesi pemakaman Raja Prailiu ini.

Proses pemakaman raja yang dikenal dekat dengan rakyatnya itu dimulai tanggal 20 Agustus lalu. Sejak saat itu, enam orang penjaga jenazah mulai didandani dengan berbagai perlengkapan dan pakaian khusus dan diberi makan pagi dan sore hari.
Dalam budaya marapu, pemberian makan sebenarnya tidak hanya penjaga jenazah, tetapi juga arwah jenazah. Namun karena almarhum sudah memeluk agama Kristen, maka yang diberi makan hanya kepada penjaga jenazah. Para penjaga jenazah ini selama sebulan sebelum pemakaman, tidak diperbolehkan mandi. Mereka baru turun mandi setelah upacara pemakaman.

Yang menarik, para penjaga jenazah ini akan pingsan ketika gong dibunyikan. Biasanya, sebelum gong dibunyikan seekor kuda jantan dengan perhiasan emas di kepalanya diperhadapkan di pintu rumah jenazah. Kuda ini dipercaya sebagai kuda tunggangan dari almarhum menuju surga. Kegiatan seperti itu berlangsung setiap hari hingga hari pemakaman tiba.

Sementara itu tamu undangan terutama utusan dari marga mulai berdatangan sejak tanggal 28 sore. Kedatangan para utusan marga ini disambut dengan bunyi gong. Jika ada yang membawa ternak, pihak keluarga menyambut dengan mengalungkan kain ke utusan yang menarik ternak. Jika yang menarik atau memegang tali ternak dua orang maka kain yang dikalungkan dua lembar. Penyambutan tamu undangan berlangsung hingga Sabtu (29/8/2009) siang.

Upacara pemakaman baru dimulai Sabtu pukul 15.00 Wita, yang diawali dengan ibadah oleh Pendeta Yuli Ataambu, dari GKS Payeti. Setelah ibadah dilanjutkan dengan upacara adat. Pemotongan seekor kerbau jantan mengawali upacara adat pemakaman raja yang dikenal karena kesederhanaanya ini. Kemudian diikuti pemotongan dua ekor kuda dan dua ekor kerbau saat jenazah diturunkan dari rumah ke kubur.

Dan, setelah jenazah dimasukkan ke liang lahat, dilakukan lagi pemotongan dua kuda dan dua kerbau. Kuda-kuda dan kerbau yang dipotong tersebut tidak dimakan tetapi langsung dibuang. Masyarakat yang berminat, diperbolehkan mengambil daging kuda dan kerbau tersebut.

Penurunan jenazah didahului oleh enam orang papanggang atau pengawal, dua perempuan dan empat laki-laki mengenakan pakaian kebesaran dan seekor kuda berhiaskan emas berpayung merah. Setiap pengawal mempunyai tugas masing-masing. Ada yang membawa sirih pinang, ayam jantan dan ada yang menunggang kuda. Kuda inilah yang dipercaya sebagai tunggangan almarhum.
Pada saat diturunkan dari rumah, enam papanggang dalam keadaan tak sadarkan diri. Mereka dipercaya telah menyatu dengan almarhum. Setelah papanggang, baru diikuti peti jenazah. Sebelum masuk ke liang lahat, jenazah dibawa mengelilingi kubur empat kali.

Pemakaman Tamu Umbu Jaka, memang tidak sepenuhnya mengikuti ritual Marapu karena kepercayaannya yang sudah beralih ke Kristen. Namun kebiasaan yang bersifat umum seperti, wunang (juru bicara), pemotongan hewan dan prosesi pengantaran jenazah masih dipakai dalam acara itu. Prosesi ini dipertahankan karena bernilai budaya yang dapat menarik wisatawan datang ke daerah itu.
Alamrhum Tamu Umbu Jaka meninggalkan seorang istri, Tamu Rambu Margaretha dan delapan orang anak. (dea)

Pos Kupang edisi Senin, 31 Agustus 2009 halaman 13
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes