Tak Ada Salaman di Ujung Paripurna

VIKTOR Lerik, S.E, tampil cukup percaya diri ketika didaulat menjadi Ketua DPRD sementara Kota Kupang, usai pengambilan sumpah 30 anggota dewan kota periode 2009-2014, Selasa (25/8/2009), oleh Ketua Pengadilan Negeri Kupang, H Imam Su'udi, S.H.

Sering ia menyeletuk dalam nada terkesan melucu sehingga membuat suasana sidang paripurna istimewa itu menjadi riuh oleh tawa hadirin, termasuk di antaranya Ketua DPRD NTT, Melkianus Adoe; Asisten Tata Praja Setda NTT, Yosep Aman Mamulak; Ketua DPD Partai Golkar NTT, Ibrahim Agustinus Medah; mantan Sekda Kota Kupang, Jonas Salean; dan mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik.

Veki, demikian sapaan akrab putra mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik, itu didaulat menjadi Ketua Sementara DPRD Kota Kupang, karena partai politik yang mengusungnya, Golongan Karya (Golkar) meraih suara terbanyak pertama dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu di Kota Kupang.

Partai berlambang pohon beringin itu menempatkan empat orang wakilnya di dewan kota, sedangkan suara terbanyak kedua dengan komposisi perolehan kursi yang sama, diraih PDI Perjuangan, sehingga salah seorang wakilnya, Yeskiel Loudoe didaulat menjadi Wakil Ketua Sementara DPRD Kota Kupang.

Ketika menerima palu pimpinan dari Ketua DPRD Kota Kupang periode 2004-2009, Dominggus Bola, Veki Lerik hanya tampak senyum setelah itu merangkul dan mencium pipi Dominggus Bola yang juga dari Partai Golkar itu.

Veki bersama Yeskial Loudoe melangkah meja pimpinan sidang. Di podium kehormatan itu, telah duduk Wali Kota Kupang, Daniel Adoe, dan Ketua Pengadilan Negeri Kupang, H Imam Su'udi SH.

Veki kemudian mengambil alih sidang pimpinan Dewan setelah menerima palu pimpinan. "Ini bukan palu hakim untuk memutuskan perkara, tetapi ini adalah palu wakil rakyat untuk mensenjahterakan rakyat Kota Kupang," kata Dominggus Bola ketika menyerahkan palu pimpinan itu kepada Veki.

Ia praktis tidak memberi muka kepada Walikota, Daniel Adoe, yang duduk di sampingnya. Suasana ini mulai memunculkan bisik-bisik di antara para hadirin tentang hubungan legislatif dan eksekutif ke depan dalam menata dan membangun kota ini. Sesuai tata aturan, Veki memiliki peluang yang sangat besar menjadi Ketua DPRD Kota Kupang periode 2009-2014, karena partai pengusung, Golkar meraih suara terbanyak pada Pemilu Legislatif 9 April lalu di Kota Kupang.

Kecemasan para hadirin terhadap hubungan eksekutif dan legislatif itu, akibat dari kurang mesranya hubungan kekerabatan antara keluarga mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik dengan Walikota Kupang, Daniel Adoe.

Kurang mesranya hubungan kekerabatan tersebut mulai terjadi ketika Daniel Adoe masih menjabat sebagai Wakil Walikota Kupang pada masa pemerintahan Samuel Kristian Lerik sebagai Walikota Kupang.

Daniel Adoe merasa seperti "orang buangan" ketika menjabat sebagai Wakil Walikota Kupang, karena fungsi dan perannya sama sekali tidak diberikan oleh Lerik sebagai Walikota Kupang pada saat itu. Lerik lebih memilih Sekda Kota Kupang, Jonas Salean, untuk mewakilinya, jika berurusan dengan legislatif.

Ketika musim pilkada tiba pada 2005, Daniel Adoe kemudian memanfaatkan celah politik tersebut untuk maju menjadi Walikota Kupang. Ia kemudian menggaet Ketua PKB Kota Kupang, Daniel Hurek untuk mendampinginya sebagai Wakil Walikota.

Paket Daniel Adoe-Daniel Hurek (Dan-Dan) akhirnya keluar sebagai pemenang dalam pilkada tersebut. Langkah awal yang dia bangun, adalah meminta mantan Wali Kota Kupang, Samuel Kristian Lerik untuk segera mengosongkan rumah jabatan wali kota di Jalan Robert Wolter Monginsidi agar ditempatinya.

Daniel Adoe merasa tidak cocok tinggal di sebuah rumah jabatan mewah yang telah dibangun pada masa pemerintahan Walikota Lerik di Jalan Perintis Kemerdekaan Kupang.

Lerik sudah melakukan jual beli dengan pemerintah kota atas rumah jabatan tersebut, namun sebagai penguasa wilayah kota, Daniel Adoe menolak permohonan tersebut meski Lerik sudah membayar sekitar Rp 100 juta kepada pemerintah kota untuk mendapatkan rumah jabatan tersebut.

Lerik bersama keluarganya, akhirnya harus pergi meninggalkan rumah jabatan tersebut, karena desakan Walikota Daniel Adoe yang begitu kuat. "Saya merasa tidak pantas untuk tinggal di rumah jabatan mewah yang sudah dibangun itu. Saya lebih suka tinggal di rumah jabatan wali kota lama di Jalan Robert Wolter Monginsidi Kupang," kata Daniel Adoe ketika itu.

Pergeseran politik di antara keluarga Lerik dengan Walikota Kupang terus menguat hingga saat ini. Ketika Veki Lerik terpilih menjadi anggota DPRD Kota Kupang dan berpeluang kuat menjadi Ketua DPRD Kota Kupang untuk lima tahun ke depan, orang kemudian membacanya sebagai sebuah fenomena politik yang buruk.

Ketika berlangsungnya upacara pengambilan sumpah anggota DPRD Kota Kupang periode 2009-2014, semua pasang mata nyaris tertuju kepada figur Veki Lerik dan Daniel Adoe yang duduk manis di atas mimbar kehormatan itu.

Selepas menutup sidang paripurna istimewa tersebut, Veki Lerik langsung pergi meninggalkan Walikota Kupang dan Ketua Pengadilan Negeri Kupang, tanpa sedikit pun memberi salam kepadanya, sebagaimana layaknya dalam sebuah tata cara resmi paripurna Dewan.

Kisah di ujung paripurna ini kemudian semakin menguatkan dugaan banyak pihak tentang kemungkinan kurang mesranya hubungan antara legislatif dan eksekutif ke depan. Namun demikian, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, dalam sambutan tertulisnya menegaskan bahwa DPRD bukan lembaga pencari masalah dengan pemerintah, melainkan mitra kerja sejajar pemerintah dalam membangun daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. (ANTARA/Lorens Molan)

Pos Kupang edisi Rabu, 26 Agustus 20
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes