Warisan Paus Fransiskus Tak Pernah Mati



Paus Fransiskus di Jakarta 2024

Oleh: Gabriel Ola

Umat Katolik,  tinggal di Keuskupan Maumere

POS-KUPANG.COM - Kabut duka menyelimuti Vatikan. Ar mata berderai menetes di setiap kelopak mata umat Katolik sejagat. 

Dunia menangis ketika mendengar pemimpim umat Katolik  Paus Fransiskus meninggal pada Senin, 21 April 2025 di Vatikan. Lonceng berdentang di Basilika St. Petrus sebagai penanda telah berpulangnya sang pemimpin.

Gema lonceng membahana ke seluruh telinga, menembus sukma insan. Terdengar oleh semua suku,agama, golongan, ras dan bangsa; kerena ia bukan sekadar gembala Katolik. Dia  adalah imam dunia. Ia adalah penabur dan pemerkokoh nilai-nilai kemanusiaan universal.

Untuk mengenang kepergiannya (17 Desember 1936-21  April 2025) sepantasnya kita melihat dan mengenang kembali pemikiran (nilai) yang diwariskannya teritimewa tentang pentingnya merawat bumi yang telah dirumuskan dalam ensiklik Laudato Si. 

Bumi adalah ibu; menggambarkan bumi sebagai sumber kehidupan dan tempat yang memelihara semua makhluk hidup. 

Oleh kerena itu kita perlu merawat dan menjaga keseimbangan, kelestarian demi kepentingan generasi mendatang.

Tentang merawat bumi adalah ibu menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat manusia dan diletakan dalam sebuah kesadaran bahwa merupakan panggilan kolektif  dan sebagai perwujudan iman tentang mencintai ciptaan Tuhan.

Bagi Jorge Mario Bergoglio, nama asli Paus Fransiskus,  dalam buku Laudato Si,  bumi saat ini sedang terluka akibat dari ulah kaum kapitalis yang mengeruk demi kepentingan penguasaan ekonomi. 

Keprihatinan Paus Fransiskus diungkapkan melalui ensiklik Laudato Si. Ia mengkritik kapitalisme sebagai, “penyembahan terhadap pasar dan mengejar keuntungan di atas segalanya dapat mengakibatkan pengabaian akan martabat manusia dan lingkungannya”.

Beliau menegaskan bahwa  “pasar sendiri tidak  dapat menjamin pembangunan manusia yang inklusif dan berkelanjutan (LS.109). Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa kapitalisme sebagai bentuk “kolonialisme baru.”

Pandangan ini menunjukkan bahwa penguasaan terhadap sumber daya alam oleh kaum kapitalis  telah memarjinalkan kaum miskin yang tidak memiliki daya akses terhadap persaingan ekonomi yang begitu pesat dan kuat dari kaum kapitalis. 

Menghadapi situasi ini Paus Fransiskus menyuarakan dengan lantang “dampak dari pelanggaran terhadap lingkungan hidup terutama dirasakan oleh kaum miskin paling rentan,  mereka tidak memiliki sumber daya untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim atau untuk menghadapi bencana alam yang sring terjadi (LS.25).

Manusia, teristimewa kaum kapitalis, saat ini cendrung melihat bumi dan isinya merupakan sumber daya yang mesti dikelola umtuk menguatkan daya ekonomi mereka. 

Mereka saling berlomba uutuk penguasaan terhadap berbagai kekayaaan yang ada dalam perut bumi dengan tidak memperhatikan keseimbangan ekosistim lingkungan. 

Mereka mengabaikan keutuhan ciptaan Tuhan. Mereka lupa bahwa bumi diciptakan oleh Tuhan untuk kepentingan umat manusia  secara keseluruhan bukan untuk kepentingan sekelompok orang (kaum kapitalis) apalagi penguasaan secara sepihak dengan merusak alam, dan merusak alam merupakan dosa terhadap Tuhan dan terhadap alam dan sesama. 

Saai ini umat manusia sedang mengalami degradasi kesadaran ekologis. Oleh karena itu Paus Fransiskus menyerukan perlunya pertobatan ekologis.

Sebuah pertobatan agar adanya perubahan mendalam dalam cara manusia memandang, berinteraksi dan berperilaku dengan alam. 

Pertobatan ekologis juga mencakup perubahan gaya hidup ekonomi, dan politik untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan. 

Pertobatan ekologis menurut Laudato Si merupakan panggilan untuk menjadi warga dunia yang bertanggungjawab, peduli dan mencintai alam sebagai rumah bersama.

Semangat Laudato Si yang digaungkan oleh Paus Fransiskus seperti yang diuraikan di atas mestinya dibumikan dalam konteks lokal agar nilai yang telah diwariskan tidak mati ditelan bumi tapi mesti dihidupi. 

Dalam konteks lokal kita menyaksikan berbagai kondisi riil yang menjadi perdebatan hangat terkait  rencana pengelolaan Geothermal di daratan Flores yang berpotensi terciptanya ketidakseimbangan ekosistem lingkungan. 

Situasi ini telah memicu sekelompok masyarakat menolak rencana pengelolaan geothermal. 

Tidak hanya  sekelompok masyarakat,  sejumlah uskup yakni Uskup Agung Ende, Uskup Maumere, Uskup Larantuka, Uskup Denpasar, Uskup Manggarai  dan Uskup Labuan Bajo memberikan reaksi penolakan terdadap rencana pengelolaan geothermal di Flores. 

Sikap gereja menunjukkan keberpihakan terhadap kaum yang terdampak dari proyek geothermal. 

Sikap para uskup mencerminkan perlunya menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan sehingga bumi Flores tidak menjadi tempat yang membahayakan bagi umat dan masyarakat. 

Sikap para uskup juga menjadi sebuah awasan gara para pihak yang berkepentingan  semakin bijaksana dalam mengambil  keputusan sehingga bumi Flores yang penuh kedamaian, ketenangan, bumi yang sejuk, ramah tetap terpelihara.

Kita patut beri apresiasi kepada para uskup yang telah mengambil Langkah konkret untuk menjaga bumi seperti yang diamanatkan  dalam Laudato Si. 

Karena itu Paus Fransiskus telah meninggalkan kita semua tapi nilai yang diwariskan mari kita hidupi. Warisannya tak pernah mati.

Paus mengatakan “Agama harus berhenti hanya membicarakan surga.” Katanya “jika ia membiarkan bumi menjadi neraka bagi generasi mendatang”.

Bagi Sri Paus, bumi adalah bagian dari tubuh spiritual manusia, bumi adalah tubuh bersama (our common home). 

Karena itu menjadi panggilan suci nuntuk semua umat manusia untuk secara kolektif mari kita merawat bumi kita, bumi adalah ibu kita. 

Laudato Si mengingatkan kita bahwa manusia bukan menguasai bumi, tapi bumi adalah saudara tua dari ciptaan lainnya.

Maka peran kita bukan menaklkukan tapi memelihara dan bukan mengambil tanpa batas. 

Sekali lagi peran gereja sangat sentral dalam mengajak umat dan masyarakat untuk memelihara lingkungan. 

Karena itu Bapak Uskup Maumere dalam Surat Gembala   dengan tema Pertobatan Ekologis telah mengajak umat keuskupan Maumere untuk merawat bumi.

Berpulangnya Paus Fransiskus meninggalkan kenangan bagi masyarakat Indonesia. 

Kunjungan kenegaraan dan pastoral ke Indonesia pada  tanggal 3 – 6 September 2025 adalah kunjungan kemanusiaan dengan misi menebar nilai cintah kasih antar sesama dan memperkokoh toleransi antarumat beragama dalam sebuah negara yang sangat majemuk. 

Kunjungan ini juga memberi pesan keteladanan dalan hidup sederhana, kerena ia tak sungkan menyapa umat, masyarakat yang dijumpai dengan keramahannya.

Dia  mengasihi tanpa batas, mengasihi dalam perbedaan. Ia datang untuk meneguhkan kembali serpihan toleransi. 

Baginya mencintai apalagi mencintai yang lemah dan papa adalah nilai universal. 

Ia menanamkan cinta yang utuh yakni cinta terhadap Tuhan, cinta terhadap sesama dan cinta kepada alam ciptaan-Nya. “Kita tak bisa mencintai Pencipta sambil terus menyakiti Ciptaan-Nya”.

Paus Fransiskus engkau adalah pemimpin umat Katolik dan dunia. Jasadmu telah bersatu dengan bumi tapi nilai yang telah engkau wariskan kepada umat dan dunia tentang merawat bumi serta keserderhanaan dan cinta melampaui batas  adalah nilai yang tak akan pernah mati. 

Kami akan mewariskannya. (*)

Sumber: Pos Kupang

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes