Che Guevara dari Rusia

Dalam Piala Eropa 2008, Guus Hiddink tak mempunyai target berlebihan. Ia hanya mempunyai satu-satunya tujuan: membuat Rusia bertahan selama mungkin. Hiddink sama sekali belum berpikir menghadapi Belanda.

"Oranye masih jauh di seberang jembatan,” katanya.

Memang, untuk menghadapi kesebelasan Oranye, Hiddink dan anak-anaknya harus membekuk dulu Swedia. Padahal, katanya, ”Swedia mempunyai kaliber yang sama sekali lain dari Yunani.”

Hiddink mengakui, Rusia adalah outsider. Memang tak ada nama besar dalam kesebelasan Rusia. Pers-pers Barat sepakat, jika Rusia mempunyai bintang, itu adalah seorang Belanda. Siapa dia kalau bukan Guus Hiddink?

Che Guus, demikian julukan Hiddink, setelah Rusia memukul Yunani dan berpeluang memukul Swedia. Beberapa fans muda Rusia menggambari kausnya dengan tokoh revolusioner Che Guevara, yang wajahnya beraut guratan muka Hiddink.

Hiddink tiba-tiba menjadi hero baru bagi anak-anak muda Rusia. Memang, sejak Uni Soviet runtuh, belum pernah Rusia lolos dari babak pertama pertandingan akbar Piala Eropa. Jika hal itu terjadi, Hiddink akan menjadi tokoh revolusioner yang mengembalikan kejayaan sepak bola Rusia.

In Guus we trust, pelesetan dari in God we trust, mungkin terdengar kembali jika Hiddink bisa membawa anak-anaknya lolos ke babak berikut dengan menghantam Swedia.

Harapan itu tak mustahil kalau orang ingat Hiddink adalah seorang motivator amat ulung. Terbukti ia berhasil memotivasi kesebelasan-kesebelasan tak bernama. Dalam Piala Dunia 2002, dibawanya Korea Selatan masuk ke semifinal dan menjadi juara keempat. Empat tahun kemudian, di bawah asuhannya, Australia berhasil masuk ke babak perempat final.

Seperti dikatakan kapten Sergey Semak, kali ini Hiddink juga berhasil menciptakan iklim yang sangat bagus bagi kekompakan tim. Di bawah Hiddink, Rusia terbentuk menjadi kesebelasan yang dalam peristilahan bola disebut ”gerombolan anjing muda”.

Istilah ini hendak menggambarkan bagaimana para pemain bermain bola dengan amat gembira, lebih-lebih jika mereka sedang menguasai bola. Persis seperti anjing kecil yang kesenangan bermain bola.

Hiddink mengakui, kesebelasan macam ini juga mempunyai kelemahan besar. ”Kami banyak berlari, tetapi lari kami tadi banyak yang keliru. Sering kali saya lebih suka bila mereka tak banyak berlari, tetapi toh itu dilakukan sebagai langkah yang benar,” katanya.

Bahaya lain dari permainan gaya ”anjing-anjing kecil” ini adalah pemain suka egoistis terhadap bola yang sedang ada di kakinya, padahal seharusnya ia cepat mengoper bola kepada kawannya. Persis seperti anak anjing yang tidak rela jika bola lepas dari kakinya. ”Lihatlah penyerang Roman Pavlyuchenko, berkali-kali ia sendiri di depan gawang Yunani, tetapi selalu gagal. Entah karena nervous, entah karena ia terlalu egoistis dengan bola,” kata Hiddink.

Risiko itu sungguh menjadi malapetaka ketika Rusia dihajar Spanyol, 1-4. Hiddink geram dan memarahi anak-anaknya. Mereka langsung di-drill untuk latihan mengambil posisi yang tepat tanpa banyak berlari. ”Lihatlah Sergei Semak dan Konstantin Zyryanov. Mereka sering membahayakan gawang Yunani, dan itu terjadi bukan ketika mereka berlari, tetapi ketika mereka berada pada posisi yang tepat,” katanya.

Begitulah prinsip sepak bola Hiddink: ”Jangan hanya memandang dan mengikuti bola, tetapi pertimbangkan juga situasi, apa yang sekiranya akan terjadi dalam sedetik dua detik lagi, ketika kamu sendiri atau lawanmu sedang menguasai bola.”

Dalam melatih kesebelasan Rusia, Hiddink mempunyai asisten, namanya Alexander Borodzjoek. Borodzjoek adalah angkatan Oleg Blochin, bintang Rusia dari Dynamo Kiev, yang bersinar di tahun 1970-an. Dari Borodzjoek, Hiddink banyak belajar mengenai sejarah sepak bola di negeri bekas Uni Soviet itu.

Kepada Hiddink, Borodzjoek pernah menceritakan anekdot Rusia ini. Ada dua sahabat yang hidupnya tak beruntung, lalu mereka minta kemurahan pada Tuhan. Tuhan setuju, tetapi meminta syarat: jika seorang meminta, lainnya akan mendapat dua kali lipat dari yang ia minta.

Maka mintalah seorang dari mereka, ”Tuhan, berilah saya rumah yang indah.” Dan sahabatnya pun mendapat dua rumah yang indah. Ia minta lagi sebuah mobil, maka sahabatnya mendapat dua mobil di depan rumahnya. Ia memandang te- mannya dan berkata, ”Tuhan, ambillah sebuah mata saya....”

Hiddink sangat suka anekdot ini. Diterapkan pada bola, anekdot ini akan berbunyi: janganlah kamu meminta kemenangan, nanti lawanmu yang mendapat kemenangan dobel. ”Saya tidak percaya pada keberuntungan. Saya menuntut perjuangan,” kata Hiddink.

Bagi Hiddink, anekdot itu juga mengajarkan, jika kamu berani kehilangan sebelah matamu, lawanmu akan buta. Maka katanya, ”Berkorbanlah, dan berikanlah dirimu mati-matian.”

Hiddink mengakui, Swedia adalah favorit. Namun, tak mustahil anak-anaknya akan membutakan pasukan Lagerback, Kamis (19/6) dini hari nanti.(Oleh Sindhunata Wartawan Pencinta Sepakbola)
 
Sumber: Kompas.Com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes