Penyederhanaan Partai Politik

ilustrasi
KEPUTUSAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 10 partai politik (parpol) saja yang berhak mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendapat reaksi beragam. Sepuluh parpol yang lolos termasuk parpol baru Nasional Demokrat (NasDem) bersukacita atas keputusan KPU setelah melakukan verifikasi di seluruh tanah air.

Sebaliknya 24 parpol lainnya yang dinyatakan tidak lolos oleh KPU menempuh beberapa langkah. Ada pengurus dan anggota  parpol  yang langsung  memutuskan loncat pagar alias pindah partai demi melanjutkan karier politik mereka. Namun, ada pula yang masih melakukan perlawanan yakni menggugat secara hukum keputusan KPU. Mereka masih berharap bisa menjadi kontestan pada pemiluh tahun depan.

Psikologi masyarakat Indonesia umumnya menyambut baik sikap tegas KPU dalam melakukan verifikasi faktual keberadaan parpol di seluruh penjuru tanah air. KPU tidak memberi toleransi terhadap parpol yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Pemilu. Memang sudah sepatutnya KPU bersikap demikian agar parpol semakin berkualitas secara kelembagaan mengingat peran strategisnya melahirkan calon pemimpin bangsa, baik di eksekutif maupun legislatif.

Era multipartai merupakan antitesis terhadap praktik berdemokrasi selama Orde Baru yang sangat dominan di tangan Golongan Karya (Golkar). Reformasi tahun 1998 memberi ruang ekspresi yang lebih terbuka kepada seluruh komponen anak bangsa agar tidak sekadar melek politik tetapi berpartisipasi aktif sebagai aktor politik.

Eforia kebebasan itu tampak bergairah saat berlangsung Pemilu 1999. Bayangkan saja  Pemilu 1999 diikuti 48 parpol peserta pemilu, jumlah partai terbanyak kedua sepanjang sejarah Indonesia setelah pemilu pertama tahun 1955 yang diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Lima tahun kemudian yaitu Pemilu 2004 jumlah parpol peserta pemilu menciut menjadi 24 saja. Namun, lima tahun berikut yaitu pada Pemilu 2009 jumlahnya meningkat lagi menjadi 38 partai politik nasional dan enam partai politik lokal khusus di wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Sejak Era Reformasi bergulir yang kemudian menghadirkan multipartai dalam pesta demokrasi di Indonesia kita telah memetik banyak pelajaran berharga. Seleksi alam berlangsung dimana hanya partai yang solid dan sehat secara manajemen yang mampu bertahan hidup. Tidak sedikit parpol sekadar papan nama. Hidup enggan mati pun tak mau! Parpol dengan kualitas demikian tentu saja tidak memberi kontribusi signifikan terhadap perkembangan demokrasi di negeri ini..

Maka penyederhaaan jumlah parpol di Indonesia melalui revisi regulasi serta persyaratan yang lebih ketat merupakan keniscayaan. Jumlah sedikit tetapi lebih berkualitas. Itulah yang kita harapkan.

Dengan kontestan yang lebih ramping kita meyakini Pemilu 2014 mendatang akan menghasilkan para  pemimpin bangsa yang lebih pro rakyat, lebih kredibel dan memiliki integritas baik sebagai wakil rakyat. Mereka tidak hanya mengutamakan kepentingan partai atau diri sendiri.*

Sumber: Tribun Manado 10 Januari 2013 hal 10

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes