Kerbau Bule untuk Arwah Leluhur

Sembelih kerbau bule (foto Egy Mo'a)
PULUHAN tahun silam di Kampung Lada, Mpo (nenek) Podang tinggal bersama seorang istri dan beberapa orang anaknya. Beragam perasaan berkecamuk di sanubari Mpo Podang. Apakah  hanya dia bersama keluarganya yang akan terus menempati wilayah seluas itu yang kini tergabung dalam Desa Manong di Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai. Mpo Podang membatin.

Kegaulauan Mpo Podang itu dicurahkan kepada arwah nenek-moyangnya. Dia berharap agar diberikan keturunan yang banyak untuk mendiami Kampung Lada. Bila permintaan itu terkabulkan, Mpo Podang berjanji suatu waktu keturunannya akan mempersembahkan seekor kerbau bule sebagai tanda syukur.

Waktu pun berjalan, hari berganti minggu, bulan berganti tahun demi tahun, sampailah di tahun 2015. Telah ratusan  warga keturunan Mpo Podang yang beranak pinak memenuhi seisi kampung itu yang kemudian membentuk komunitas Compang (rumah adat) Lada dalam garis keturunan Suku Manong.

Janji mempersembahkan kaba rae atau kerbau bule itu mungkin tak diingat lagi oleh sebagian keturunan Mpo Podang. Beberapa pertanda yang sulit diterima akal sehat datang silih berganti mengancam warga keturunan suku Monang. Ada yang mengalami waa le wae gelo atau  mati dibawa air sungai jernih. Ada juga mati terbunuh. Demikian juga tetua atau warga di kampung itu sering mengalami mimpi ditagih leluhur agar menyembelih kerbau bule.

Kejadian demi kejadian menjadi bahan refleksi warga Mpo Podang. Pemuka Compang Lada bererembuk. Mereka sepakat menyelenggarakan syukuran dengan menyembelih kaba rae (kerbau bule). Bersyukur kepada nenek-moyang yang telah mengabulkan permintaan Mpo Podang.

Perayaan syukur itu berlangsung hari Kamis (9/7/2015). Sekitar 500-an orang mulai dari anak-anak hingga orang  tua dari keturunan Mpo Podang berkumpul di Gendang Lada. Seekor kerbau bule terikat di tengah halaman rumah adat itu. Bunyi gong gendang bertalu-talu dimainkan kaum wanita usia paruh baya.

Beberapa pria berpakaian adat Manggarai berdiri mengitari seorang algojo dengan kelewang panjang di tangan. Dalam sekali tebasan tepat mengenai leher kerbau jantan itu.  Kerbau bersimbah darah. Roboh ke tanah. Daging kerbau lalu dipotong-potong untuk makan bersama seluruh warga kampung.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai, Wens Sene, menyaksikan upacara langka tersebut. Kehadiran pejabat pemerintah sebagai saksi atas penyelenggaraan upacara yang berbau mistis regilius itu. "Yang namanya upacara adat yang diselenggarakan semua komunitas di Manggarai, bupati dan wakil bupati pasti diundang hadir menyaksikan. Aspek budaya daerah menjadi urusan wajib selama pemerintahan Pak Chris Rotok dan Deno Kamelus. Kalau mereka berhalangan, saya diutus," kata Wens.

Pemerintah Kabupaten Manggarai memberi apresiasi tinggi kepada semua komunitas masyarakat yang menyelenggarakan upacara adat. Pemerintah dan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari budayanya, meski ilmu pengetahuan dan teknologi informasi berkembang pesat tak mengena ruang dan waktu.

Dengan menyelenggarakan kaba rae, kata Wens, semua keturunan Mpo Podang mengharapkan nenek moyang (terimplisit Tuhan Yang Maha Esa) melimpahkan kesejahteraan secara ekonomi dan dijauhkan dari segala macam musibah.

Wens yang  sudah sering hadir dalam berbagai ritus adat di Manggarai, mengakui penyembelian kabe rae, jarang diadakan komunitas di Manggarai. "Memang ada kecemasan ritus-ritus adat yang aktif seperti congko lokap, jarang bolong, kaba maring beka, kaba oke lalo, kaba kaer ulu wae, dan kaba kelas akan punah.  Tapi  kami percaya setiap generasi dalam komunitas itu akan setia kepada ritus itu,"  demikian Wens. (egy mo'a)

Sumber: Pos Kupang 12 Juli 2015 halaman 5

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes