LEWOLEBA, PK -- Saat ini aparat penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba, mulai melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) kasus pembangunan jobber milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata.
Pulbaket kasus jobber senilai Rp 18.7 miliar itu menyusul perintah dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Proyek pembangunan jobber ini terindikasi kolusi untuk menggolkan kontraktor tertentu dan penyimpangan keuangan yang merugikan keuangan daerah.
"Ini kasus besar, kita garap. Proyeknya saja nilainya Rp 18,7 miliar. Temuan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Lembata yang yang sudah ada, akan kami kaji lagi. Temuan itu menjadi informasi awal yang bagus," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lewoleba, I Wayan Suwila, S.H, M.H, kepada Pos Kupang, Selasa (19/1/2010). Saat itu Wayan didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Arif Mira Kanahau, S.H.
Data yang dihimpun Pos Kupang berdasarkan penyelidikan pansus DPRD, kerugian negara pada proyek fasilitas depo minyak mini dikerjakan PT Jasa Uber Sakti-Jakarta itu meliputi denda keterlambatan tahap pertama Rp 428.137.589,05, mobilisasi dan demobilisasi alat kerja beserta lima personil dari Jawa ke Lewoleba Rp 257.855.675,00 asuransi pembangunan Rp 309.426.510,00 reengineering Rp 205.222.980,00 dan mes
kerja yang tidak dibangun Rp 17.939.388,00.
Menurut Wayan, kasus jobber ini menjadi perhatian masyarakat. Karena itu, penyidik kejaksaan akan bekerja maksimal, obyektif dan transparan dalam proses penyelidikan dan penyidikannya. (ius)
Temuan Pansus DPRD :
1. SIUJK PT Jasa Uber Sakti-Jakarta mati sejak tanggal 31 Desember 2006. Seharusnya perusahaan ini gugur pada penelitian dokumen (sampul 1), sehingga penawaran tak perlu di evaluasi.Pembukaan penawaran proyek 21 Juni 2007.
2. Empat Sertifikat Badan Usaha PT Jasa Uber Sakti telah berakhir masa berlakunya pada 31 Desember 2006. Sertifikat dikeluarkan AKI 24 Juli 2007.
3. Kontrak induk dan addendum tidak diatur asuransi, namun afa alokasi Rp 309.426.810 untuk asuransi selama pembangunan jobber dan asuransi transpor.
4. Ada alokasi dana Rp 268.232.980 untuk reengineering, padahal tidak ada satu pasal dalam kontrak induk dan addendum yang mengatur reengineering. Keppres 80 Tahun 2003 menyatakan, konsultan perencana tidak cermat mengakibatkan kerugian pengguna barang dan jasa menjadi beban tanggungjawab konsultan.
5. Denda keterlambatan tidak dicantumkan dalam kontrak tahap satu merugikan daerah Rp 350.000.000.
Sumber : Pansus DPRD Lembata
Pos Kupang, 24 Januari 2010