Mental tunggu laporan

RENAI hujan mulai membasahi bumi Timor yang gersang. Juga Sumba, Alor dan Rote pada medio Oktober 2005. Belum seberapa tetapi menyegarkan dahaga, mendinginkan terik mentari. Syukur kita atas kemurahan alam. Hujan adalah kisah harian di Flores bagian barat. Ngada, Manggarai, Manggarai Barat. Warta baru selalu di timur. Dan, hujan telah membasahi sebagian tanah Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata. Hujan baru sehari sudah makan korban. Di Kabupaten Sikka. Jembatan Napun Seda putus, hanyut diseret banjir. Arus lalulintas Maumere-Larantuka putus total!
Akhirnya, bencana kembali melanda tanah kita -- Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Setiap musim hujan tiba kita hampir tidak pernah luput dari cerita duka-nestapa. Salahkan alam? Tidak. Kita malah seharusnya berterima kasih atas peringatan dini tersebut. Peringatan bahwa bencana alam merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita di kawasan ini dan di manapun kita bermukim.
Masalah kita selalu sama dari waktu ke waktu, dari musim ke musim. Bencana dulu baru kaget-terkejut. Buru-buru, terlihat sibuk turun lapangan memberikan bantuan. Berkata-kata tentang pertolongan. Berteriak sambil menadahkan tangan meminta bantuan natura dan uang. Kita belum sepenuhnya bersikap dan bertindak antisipatif. Kita belum terbiasa membangun sistem kerja yang terencana menghadapi kemungkinan bencana alam. Kita bahkan mudah lupa. Gampang mengaburkan ingatan akan kejamnya alam yang merenggut nyawa anak, istri, saudara, sahabat, orang-orang yang kita kasihi.
Hujan yang telah tiba. Sudah sepantasnya kita sambut dengan sikap proaktif menyiapkan segala sarana dan sumber daya untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Musim hujan di NTT tidak sekadar berkah bagi petani, mayoritas penghuni propinsi ini. Hujan senantiasa diikuti masalah yang tidak kecil dan sederhana.
Banjir akan merusak jalan dan jembatan. Transportasi darat macet dan tersendat. Hujan mengganggu transportasi laut karena gelombang tinggi dan badai. Kapal-kapal akan berhenti berlayar. Membuang sauh di pelabuhan demi keselamatan. Hujan juga merepotkan jasa penerbangan udara di propinsi kepulauan ini.
Jika tiga matra transportasi itu terganggu mudah sekali kita menebak dampaknya. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Tidak mudah pula mendapatkan barang di pasaran. Betapa sulitnya bepergian untuk sesuatu urusan.
Pergantian musim di wilayah ini juga diwarnai beragam penyakit. Hujan telah tiba, maka waspadailah penyakit yang saban tahun selalu menelan korban jiwa. Daerah kita langganan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dan deman berdarah (DBD) serta beragam penyakit lainnya. Diare sudah merenggut nyawa di berbagai daerah di NTT dalam tiga bulan terakhir. Tidak lama lagi demam berdarah akan menyusul dengan daya terkam yang mematikan.
Sudah siapkah kita? Sudahkah kita merencanakan tindakan yang cepat dan tepat? Jangan-jangan mental kita masih seperti kemarin. Mental tunggu laporan. Mental kerja serabutan, semau gue, asal bapak senang, kerja tanpa tanggung jawab, tanpa hati untuk meringankan penderitaan sesama.
KLB penyakit bakal datang. Tinggal menunggu saatnya. Sudah sepatutnya stok obat tidak lagi menjadi masalah. Sudah seharusnya rumah sakit mengantisipasi membludaknya pasien agar lorong-lorong dan ruangan tidak dijejali manusia seperti waktu yang lalu. Semua pihak hendaknya membuka otak, mata dan hati. Kewaspadaan menghadapi bencana dan penyakit menuntut tanggung jawab semua orang.
Pemerintah yang terdepan dalam urusan ini. Anda yang memakai simbol negara, burung Garuda, bendera Merah Putih janganlah berpangku tangan-diam. Tengoklah ke bawah, lihatkan ke kiri dan ke kananmu. Tinggalkan sejenak kursi empukmu, ruangan berpendingin sejuk-harum.
Waspada dan siap bergerak kapan pun dibutuhkan. Lebih cepat lebih baik karena bencana dan penyakit tak pernah memberi tahu kapan ia hadir dengan segala ancaman dan resikonya. Salam Pos Kupang, 22 Oktober 2005. (dion db putra)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes