Bolakada


MUMPUNG lagi demam kejuaraan sepakbola Piala Dunia 2010, maka izinkan beta hari ini menyapa tuan dan puan dalam bahasa bola saja. Toh bahasa bola itu bahasa makhluk bumi. Bahasa yang mudah dimengerti oleh umat manusia sejagat.

Kalau di Afrika Selatan demam bola baru saja dimulai sejak tiga hari lalu, kita yang menghuni beranda rumah Nusa Tenggara Timur sudah lama mengalami demam. Namanya demam pemilu kada yang bergulir sejak awal tahun hingga babak final 3 Juni 2010. Maklum kompetisinya berlangsung sangat seru.

Sudah menjadi rahasia umum dari enam partai final pemilu kada Flobamora musim ini baru lima partai yang terselenggara. Satu partai final tertunda gara-gara pemain, wasit, asisten wasit dan pengawas pertandingan `bakulipat' sendiri sehingga terjadi kericuhan. Partai final di ujung timur Flores sana tertunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ya sudah. Tunggu saja ending-nya seperti apa!


Begitulah wajah kita. Antara pesta demokrasi dan pesta bola mirip nian. Lebih kerap berakhir ricuh. Akar musababnya enteng ditebak. Bisa jadi karena wasit tidak profesional dan memuja KKN. Demikian pula dengan pemain sehingga bukan bola pemilu kada yang ditendang, tetapi tubuh lawan yang disikat. Namanya saja pemain bola tapi perilaku di lapangan adalah petinju, kenshi, pesilat atau karateka. Bahkan kerap bertingkah seperti pendekar mabuk yang omong tak tak karuan. Memaki dan menghujat seenaknya saja.

Sekarang kita coba menganalisis hasil lima partai final memakai bahasa bola. Sama seperti Piala Dunia sepakbola, hasil akhir kejuaraan pemilu kada di beranda Flobamora susah ditebak dan penuh kejutan. Tuan dan puan mungkin tidak pernah membayangkan dari lima partai final itu, tiga tim juara bertahan tumbang dengan hasil buruk. Hanya dua tim juara bertahan yang sanggup mempertahankan gelarnya. Putaran final paling alot justru terjadi di tanah Sumba. Selain juara bertahan gugur di babak awal, partai final bahkan belum menghasilkan tim pemenang. Ada dua tim yang akan melewati masa perpanjangan waktu untuk menentukan sang juara.

Dengan kualitas tim dan individu sangat berimbang, siapa pun sulit menebak dengan jitu pemenang dari laga perpanjangan waktu nanti. Sebagaimana terjadi dalam pemainan sepakbola, masa perpanjangan waktu butuh konsentrasi tinggi. Tuan dan puan tidak boleh lengah sedetik pun.

Menarik perhatian mengapa tiga tim juara bertahan kok bisa gagal? Menurut kamus bolakada eh... maksudku bolakaki, mempertahankan gelar memang jauh lebih sulit ketimbang berjuang meraih gelar juara. Hal semacam itu lumrah dalam suatu kompetisi. Jadi tidak perlu disesali secara berlebihan atau menunjuk hidung orang lain sebagai sumber kegagalan. Itu hanya membuang energi. Jika penyesalan berkepanjangan, badan tuan bisa kurus dan jatuh sakit. Ongkosnya akan jauh lebih mahal. Kalau sampai terjadi demikian ganti saja nama tuan menjadi Gatot. Gatot = Gagal total! Janganlah. Dunia tak cuma selebar daun telinga, kawan.

Dalam kejuaraan sepakbola, juara bertahan tersingkir dari arena merupakan peristiwa biasa. Banyak sekali faktor penyebab. Kegagalan bisa terjadi karena kesalahan strategi, taktik dan teknik di medan tempur. Boleh jadi karena juara bertahan menganggap remeh lawan tanding atau percaya diri berlebihan. Terlalu rajin berkeliling sambil tepuk dada dan omong besar.

Faktor lain adalah beban mental yang sangat berat. Tuntutan harus menang menyebabkan tim juara bertahan bermain tidak rileks. Juara bertahan pun sering lupa diri. Lupa bahwa sebagai juara bertahan tak ada lagi yang tertutup tentang dirinya. Segala kekuatan dan kelemahan sudah dibaca calon lawan. Lawan akan memanfaatkan titik lemah guna meraih kemenangan. Dalam kejuaraan pemilu kada faktor seperti ini juga berlaku.

Bagaimana dengan tim juara bertahan yang sanggup melanjutkan kehormatannya sebagai jawara? Tentu saja mereka bermain cantik dan mampu memikat hati penonton. Selain strategi, taktik dan teknik prima, tim juara bertahan sanggup merawat harmonisasi permainan sehingga soliditas tim dan kecakapan individu tidak tergoyahkan oleh gangguan apapun. Sebagai pemain mereka bermain secara profesional. Mereka mampu menjaga ritme. Kapan menyerang total, kapan bertahan dan kapan harus mematikan musuh.

Meminjam idiom bola, mereka tahu betul kapan meliuk-liuk laksana balerina, kapan bergoyang samba, tango atau lambada. Dan, kapan waktu yang tepat memainkan cattenacio, total football, kick and rush atau mem-panser lawan sampar terkapar.
Kebanyakan tim juara tersungkur dengan muka buruk karena cenderung menyerang total lawan hingga lupa bertahan. Saat lawan counter attack atau serangan balik, gawang sang juara kebobolan. Menyesal kemudian tiada guna.

Selain juara bertahan tumbang atau tetap berjaya, kompetisi sepakbola pun selalu menghadirkan tim kuda hitam atau tim kejutan. Di arena Piala Dunia 2010 yang baru bergulir empat hari tuan dan puan memang belum melihat tim kuda hitam. Tapi percayalah, kuda hitam itu bakal hadir dalam hari-hari mendatang.

Bagaimana dengan kompetisi pemilu kada di beranda Flobamora? Aih, kalau yang itu tidak perlu beta uraikan panjang lebar lagi. Toh tuan dan puan sudah melihat sendiri kuda hitam yang menjungkirbalikkan ramalan.

Sekian lama mereka dipandang sebelah mata. Tidak digubris dan dianggap bisa. Eh...ternyata mayoritas rakyat memberi kepercayaan kepada mereka sebagai pemimpin daerah lima tahun ke depan. Ya, selamat deh buat pemenang. Hidup ini bergulir seperti bola. Ada waktu di atas, ada saat mencium tanah.

Bagaimana perasaan mereka yang kalah? Bagaimana mereka mengisi hari-harinya sekarang. Apakah sedang menghitung utang atau kerugian materi yang dikuras pemilu kada? Huss... jangan tanya perkara itu kepada beta karena beta lagi demam bola dan hanya mau menonton Piala Dunia. Titik! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 14 Juni 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes