Bimbang Jadi Guru atau Wartawan

Jakob Oetama (kanan) di ruang redaksi Kompas tempo doeloe. Mesin ketik senjata utama {kompas.com}
TAK pernah terlintas sebelumnya Jakob Oetama bakal menjadi wartawan dan mengelola media massa yang kemudian menjadi terkemuka. Bermula dari keputusan untuk keluar dari seminari (sekolah calon pastor) tinggi di Kota Baru, Yogyakarta, yang baru tiga bulan dijalani.

"Saya tidak tahu sebabnya. Sudah lupa. Keluar begitu saja," ujar founding father Kompas Gramedia tersebut. Yang dilakukan selanjutnya yaitu mencari kerja. Jadi apa? "Jadi guru, cita-cita yang pernah muncul bersamaan dengan cita-cita menjadi pastor," katanya.



Keinginan itu kemungkinan besar tak lepas dari lingkungan Jakob Oetama. Ayahnya, Raymundus Sandiyo Brotosoesiswo, seorang guru sekolah rakyat (sekarang bernama sekolah dasar), yang sering berpindah tugas mulai dari kawasan Jowahan --sekitar 500 meter sebelah timur Candi Borobudur-- hingga Sleman, DI Yogyakarta.

Atas arahan sang ayah, Jakob hijrah ke Jakarta menggunakan kereta api untuk menemui Yosep Yohanes Supatmo. Pria yang masih ada hubungan saudara dengan Sandiyo Brotosoesiswo itu bukan seorang guru, namun baru saja mendirikan Yayasan Pendidikan Budaya, mengelola sekolah-sekolah budaya.

Pertama kali Jakob menjadi guru di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat, 1952-1953. Kemudian pindah ke Sekolah Guru Bagian B (SGB) di Lenteng Agung, Jagakarasa (1953-1954). Selanjutnya mengajar di SMP Van Lith, Jl Gunung Sahari, Jakarta (1954-1956).

Jakob kemudian mendapat tugas tambahan sebagai sekretaris redaksi yang sehari-hari melaksanakan pekerjaan sebagai Pemimpin Redaksi Penabur sejak 1956. Sambil mengajar di SMP, Jakob mengikuti kursus B-1 Ilmu Sejarah. Kemudian kuliah di Perguruan Tinggi Publisistik, Jl Menteng Raya, hingga 1961.

Berkat Ilmu Sejarah, tumbuh minat Jakob untuk menulis. Di sisi lain, ia direkomendasi memperoleh bea siswa di University of Colombia, AS, karena lulus B-1 Sejarah dengan nilai rata-rata 9. Dengan peluang itu Jakob diharapkan menyabet gelar doktor (PhD) dan kelak menjadi sejarawan atau dosen sejarah.

Namun cita-cita menjadi guru mulai goyah. Sampai suatu saat seorang pastor, JW Oudejans OFM menanyakan profesi apa yang kelak ditekuni Jakob. "Jadi dosen," kata Jakob. Namun Oudejans berkomentar, "Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak." (Tribunnews.com - Rabu, 28 September 2011 09:36 WIB. Laporan Wartawan Tribunnews.com Febby Mahendra Putra)

Baca Juga

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes