Pedagang di Amurang jual bambu untuk masak nasi jahe |
Bukan hanya Ahass yang padat. Bengkel sepeda motor lainnya pun sama dan sebangun. Demikian pula dengan bengkel mobil. Warga Kota Manado serta daerah sekitarnya sejak awal Juli ramai-ramai mendandani kendaraan mereka. Umumnya melakukan servis ringan semisal ganti oli, cuci karburator, saringan udara, setel rem dan mengganti lampu.
Warga Kota Manado ke bengkel untuk memastikan kendaraannya aman dan nyaman saat dipakai bersama mengikuti acara Pengucapan Syukur pada hari Minggu 8 Juli 2012 di beberapa daerah di Minahasa.
Pengucapan Syukur alias perayaan Thanksgiving Day di Minahasa luar biasa. Kecuali Maluku dan Papua, hampir tiga perempat bagian negeri tercinta ini telah saya kunjungi. Dan, Saya tidak menemukan upacara Pengucapan Syukur sedahsyat di Minahasa. Pengucapan syukur massal yang berlangsung setiap tahun. Biasanya bulan Juli bertepatan dengan liburan sekolah. Orang Minahasa dari berbagai penjuru dunia biasanya datang bertemu dengan keluarga mereka.
Sekurangnya tiga kabupaten di Sulawesi Utara yang merayakan Pengucapan Syukur saban tahun yaitu Minahasa, Minahasa Tenggara dan Minahasa Tenggara. Yang paling ramai adalah Minahasa Selatan. Keluarga Minahasa akan menyiapkan menu spesial bagi siapa pun yang berkunjung. Entah ada hubungan kekeluargaaan, pertemanan atau tidak sama sekali, silakan mampir dan pasti dijamu tuan rumah dengan ramah. Nasi jahe dan dodol merupakan menu khas Pengucapan Syukur. Juga aneka sayur dan daging mulai dari daging paniki (kelelawar), babi, anjing, ayam, ikan dan sebagainya.
Membludaknya manusia yang mengikuti perayaan Pengucapan Syukur di Minahasa menimbulkan kemacetan lalulintas yang luar biasa. Panjang antrean bisa sekian kilometer jauhnya. Dan, Kota Manado biasanya sepi.
Budaya Minahasa
Pengucapan syukur telah menjadi budaya tou (etnis) Minahasa secara turun- memurun. Keturunan Toar-Lumimuut percaya hasil panen seperti cengkih dan padi yang bergantung kepada alam sebagai berkat dari Opo Wananatas atau Sang Raja Alam Semesta.
Tradisi mensyukuri panen di Minahasa dapat dipastikan sudah setua masyarakat yang mendiami daratan utara Pulau Sulawesi ini.
Budaya ini tercermin pada Tarian Maengket sebagai ekspresi syukur tou Minahasa atau upacara syukur panen lainnya.
Inkulturasi tradisi ini setelah masuknya Agama Kristen di Minahasa kian menyempurnakan hajatan tahunan tersebut.
Pesta pengucapan tumbuh dalam budaya agraris. Manusia memperoleh sumber penghidupan langsung dari alam. Sehingga rasa syukurnya langsung diarahkan kepada Sang Pencipta dan Pemelihara Alam Raya ini.
Rasa syukur berhubungan erat dengan hasil yang diperoleh. Tak heran ketika harga cengkih mahal, pesta pun jadi amat mewah.
Pada perkembangannya, perayaan thanks giving di Minahasa, tak sekadar mengucap syukur kepada Tuhan setelah diberikan hasil panen pertanian, perikanan, perkebunan yang melimpah. Namun, hajatan tahunan ini menjadi ajang silahturahim antara saudara, kerabat, dan handai tolan.
Etnis Minahasa yang sudah hidup jauh di rantau senantiasa menjadikan momentum pengucapan syukur sebagai kesempatan untuk pulang ke kampung halaman. Suasana kekeluargaan yang tercipta tidak tergantikan oleh konsumsi hiburan lainnya.
Di Minahasa Selatan, tradisi ini bahkan dijadikan sebagai objek wisata. Pemda setempat mendukung penuh pelestarian pengucapan, bahkan diharapkan mampu menjadi event untuk memajukan pariwisata di masa mendatang. (*)