Winson Rondo (kiri) dan Lusia Lebu Raya (tengah) |
LIMA tahun program dukungan Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health (AIPMNH) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terbukti mampu menurunkan angka kematan ibu saat melahirkan yang merupakan tujuan dari Revolusi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).
Selain itu program kemitraan ini sudah melahirkan banyak cerita sukses atau praktek cerdas yang layak direplikasi dan dilanjutkan pemerintah dan masyarakat NTT sekalipun AIPMNH berakhir.
Menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) pernah diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, dr. Stef Bria Seran, MPH dalam workshop penguatan jurnalis di Palapa Resto, Kupang bulan Maret 2015. Dia menyebutkan, tingkat kematian ibu di NTT sebelum adanya program dukungan kemitraan AIPMNH pada 2008 tergolong tertinggi di Indonesia yaitu mencapai 330 orang per setiap 1.000 kelahiran. Hingga menjelang berakhirnya program tersebut pada Juli 2005, AKI di NTT turun menjadi 159 orang per setiap 1.000 kelahiran.
"Ini perlu diapresiasi," kata dr. Stef saat itu. Apresiasi atas keberhasilan program dukungan AIPMN di 14 kabupaten/kota di NTT pun diungkapkan Direktur Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), Dr.John Leigh saat memberikan sambutan pada acara pembukaan rapat evaluasi program dukungan AIPMNH di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, 27 Mei 2015. John Leigh memuji komitmen politik pemerintah mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan hingga ke desa.
"Program kemitraan sudah membuahkan hasil positif sehingga keberhasilan ini patut dirayakan," kata Leigh sambil mengingatkan pembelajaran yang baik perlu dibagikan agar orang lain bisa memetik manfaatnya.
Apresiasi juga disampaikan dari Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTT, Winston Neil Rondo dalam forum tersebut. "Salut dan bangga sekali. Apresiasi yang tinggi untuk kerja keras pemerintah daerah NTT, masyarakat dan lembaga masyarakat sipil yang sudah menunjukkan hasil nyata penurunan signifikan 40 persen dalam lima tahun terakhir. Walaupun masih relatif tinggi dibanding rata-rata nasional tetapi performance penurunan AKI dan AKB semakin baik," kata Winston.
Menurut Winston, apa yang sudah dicapai akan menjadi pembelajaran untuk membuat kebijakan, program dan kerja yang lebih nyata, terukur, padu, sinergis dan lebih baik lagi. Dalam kata-kata Drs. Agustinus Bebok, M.Si saat menjadi moderator pada diskusi kelompok, keberhasilan itu jangan membuat kita tersandung sindrom "makan puji". Sebab menurunnya AKI belum seiring dengan Angka Kematian Bayi (AKB).
Menurut data Sie KIA Dinkes Provinsi NTT, dalam periode 2008-2014 jumlah kematian bayi fluktuatif bahkan ada kecenderungan meningkat. Tahun 2008 AKB tercatat 1.274 orang. Tahun 2014 angkanya malah meningkat jadi 1.282. Dengan kata lain, tantangan pelayanan kesehatan di bumi Flobamora bagi ibu dan bayi masih sangat berat.
Catatan kritis disampaikan Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo. Dia menyebut tantangan pelayanan kesehatan NTT masih terkait dengan lima fakta kunci yakni masih tingginya angka kematian Ibu, Bayi dan Balita, masih tinggi persentasi balita gizi buruk (nomor 3 tertinggi di Indonesia), masih kurangnya tenaga kesehatan (bidan, perawat), dokter umum dan dokter ahli (ratio 3 orang per 100 ribu penduduk) dan sulitnya akses pada sarana kesehatan, serta masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masih kurang diperhitungkan. Urusan pelayanan kesehatan masyarakat punya keterkaitan dengan berbagai bidang bukan hanya berurusan dengan praktik medis semata. "Peran Dinas Kesehatan masih banyak fokus pada pelayanan kesehatan untuk Kuratif dan Rehabilitatif, bukan Promosi dan Preventif. Perlu mengubah ideologi dan orientasi pembangunan kesehatan NTT dari Pro Sakit ke Pro Sehat," katanya.
Revolusi Anggaran
Revolusi KIA yang bernaung di bawah payung hukum Peraturan Gubernur (Pergub) NTT Nomor 42 tahun 2009 idealnya merupakan usaha luar biasa dari semua pihak guna menekan AKI dan AKB. Menurut catatan Komisi V DPRD NTT, dari perspektif alokasi dan peruntukan anggaran, Revolusi KIA belum `Revolusi' sesungguhnya. Sebab dari alokasi APBD sebesar Rp 85 miliar untuk Dinas Kesehatan tahun 2015, alokasi untuk Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak tak lebih dari 5 persen.
Alokasi anggaran dari pemerintah lokal NTT yang memadai merupakan komponen penting untuk keberlanjutan program Revolusi KIA ke depan. Apalagi Direktur DFAT, John Leigh sudah memberi isyarat bahwa alokasi anggaran pembangunan internasional dari pemerintah Australia turun 40 persen. "Prioritas di bidang kesehatan akan berkurang, mungkin 50 persen," kata Leigh.
Guna mendongkrak alokasi dana dari APBD tentu saja dibutuhkan payung hukum yang lebih memiliki daya kejut dan bergigi sekaligus memperkuat Peraturan Gubernur NTT yang sudah ada. Gayung pun bersambut. Menurut Winston Rondo, salah satu prioritas kunci bidang legislasi DPRD NTT tahun 2015 adalah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Revolusia KIA. Komitmennya pada membangun keterpaduan dan sinergi antar aktor sebagai sistem yang melembaga, peningkatan peran serta masyarakat, alokasi anggaran yang lebih besar dan pengawasan yang lebih kuat dan terukur. Jika NTT sudah memiliki Perda Revolusi KIA niscaya secara hukum lebih mengikat daerah untuk mengalokasikan dana dari APBD yang lebih besar untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.
"Rekomendasi alokasi anggaran harus lebih besar diarahkan untuk memastikan program dan kebijakan kita memperkuat peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Biayai lebih banyak pada Pro Sehat, pada aspek promosi dan preventif," kata Winston sembari meniupkan filosofi berpihak pada ibu dan anak berarti kita berpihak pada kehidupan.
Dia juga mengingatkan Revolusi KIA tak boleh hanya diurus oleh Dinas Kesehatan, RSUD, atau Puskemas saja, tetapi usaha bersama dan tak kenal lelah untuk menenun sinergi dengan semua pihak. "Secara khusus partisipasi masyarakat harus jadi prioritas. Pastisipasi masyarakat menjadi garansi keberlanjutan Revolusi KIA," tandasnya.
Winston Rondo juga menggarisbawahi prinsip dasar untuk keberlanjutan Revolusi KIA di NTT yaitu fokus dan keberpihakan jelas, pada masalah atau tantangan paling prioritas yang harus diatasi. Bekerja dengan pendekatan multi sektoral, gotong-royong, berbagi sumber daya. Perbesar kapasitas pemerintah untuk berdaya dan mandiri. Pro inovasi dan bukan doing bussines as usual serta taat aturan.
Ikhwal alokasi anggaran yang lebih besar disadari pemerintah kabupaten dan kota. Hal itu tercantum sebagai satu dari sembilan poin rekomendasi rapat evaluasi program dukungan AIPMNH di Sanur, 27 Mei 2015. Khusus untuk keberlanjutan program Sister Hospital, misalnya, pemerintah kabupaten dan kota di NTT sepakat melakukan replikasi melalui dukungan APBD II. Indah nian bila rekomendasi tersebut sungguh diwujudkan. Segera! (dion db putra/bersambung)
Data Kematian Ibu di NTT (2008-2014)
Tahun Angka Kematian
2008 330 Orang
2009 272
2010 252
2011 208
2012 192
2013 176
2014 159
Data Kematian Bayi di NTT (2008-2014)
Tahun Angka Kematian
2008 1.274 orang
2009 1.219
2010 1.305
2011 1.272
2012 1.350
2013 1.286
2014 1.282
Sumber: Sie KIA Dinkes Provinsi NTT
Pos Kupang, 3 Juni 2015 halaman 1