Suami dan anak-anak sempat melarang dia menggeluti pekerjaan itu. Namun tekad Mima mengalahkan argumentasi orang-orang yang dicintainya.
LANGIT pada Kamis (11/7/2013) siang sedang berawan. Matahari sembunyi di balik awan. Saat melintasi pangkalan ojek Patung Kuda Paal Dua Manado, mata terhenti pada pemandangan yang tidak biasa. Di antara para tukang ojek yang sedang duduk, ada sosok yang berbeda dan tidak biasa.
Sosok itu adalah Mima Ulak (45), wanita yang bekerja di dunia para lelaki sebagai tukang ojek. Belum banyak wanita yang mau menggeluti pekerjaan itu. Hanya mereka yang punya harapan dan keyakinan seperti Mima. Pada waktu senggangnya, Mima pun bertutur mengenai kisah hidupnya kepada Tribun Manado.
November 2009 menjadi bulan yang mengubah hidup Mima. Saat itulah Mima memutuskan menjadi tukang ojek. Mima membeli sepeda motor yang kemudia mendapat pelat nomor polisi DB 9083 M. Awalnya kendaraan itu untuk operasional diia dan keluarganya. "Saya pikir-pikir kalau motor hanya didiamkan, rugi. Bagaimana caranya bisa menghasilkan rupiah dari motor itu," kenangnya.
Tukang ojek jadi pilihannya. Suami dan anak-anaknya sempat melarang dia menggeluti profesi yang menantang bahaya tersebut. Namun tekad Mima mengalahkan argumentasi orang-orang yang dicintainya. "Saya sudah biasa kerja berat, jadi kalau cuma tukang ojek saya yakin pasti bisa," katanya.
Kerasnya hidup sudah dirasakan Mima sejak usia 10 tahun. Mima tinggal dengan orang lain untuk bekerja, jauh dari keluarganya. Bisa dikatakan sebagai pembantu karena pekerjaan yang dilakukannya persis seperti pembantu rumah tangga. Bersih- bersih rumah, cuci piring dan pakaian dan lain-lain. Sambil kerja, Mima disekolahkan. "Saya sudah terlatih sejak umur sepuluh tahun," katanya. Sebelumnya Mima pernah bekerja di pabrik sebagai buruh. Kemudian ia berhenti dan merintis usaha warung dan kantin di rumah. "Saya biasa bekerja, setelah buka usaha lebih banyak diam. Rasanya gerah kalau terus seperti itu," kata warga Kelurahan Paal 2 Manado ini.
Saat pertama mengojek Mima memilih-milih penumpang. Hanya penumpang perempuan yang dilayananinya dengan pertimbangan keamanan. "Tapi kalau saya seperti itu terus, nanti saya tidak dapat uang," ungkapnya. Kemudian ia memberanikan diri melayani penumpang lelaki. Walau demikian, ia tetap berhati-hati. "Lebih cenderung melayani langganan, kalau orang baru dan jaraknya terlalu jauh saya oper ke teman-teman lain," ujarnya.
Mima mengaku, awalnya banyak penumpang yang kaget saat mengetahui dia yang akan mengantar mereka. "Di pangkalan kan ikut jalur," kata Mima. Dulunya ada calon penumpang yang sempat menolak untuk diantar. "Mungkin mereka takut atau malu," ujarnya sambil tertawa. Mima kerap dilempari pertanyaan mengapa jadi tukang ojek. "Saya balik bertanya pada mereka, mana lebih baik bekerja seperti ini atau seperti perempuan yang malam-malam berdiri di pinggir jalan untuk menjajakan diri. Mereka diam dan membenarkan pernyataan saya," kata Mima yang kini sudah memiliki banyak pelanggan tetap.
Mima mengojek setiap hari mulai dari pukul sembilan pagi sampai sembilan malam. Namun, sesibuk-sibuknya ia mengojek, tetap ada waktu ia luangkan untuk beribadah. "Ibadah di gereja juga ibadah-ibadah lain," ungkapnya. Hujan tidak menghalangi untuk bekerja, jas hujan dipakainya untuk menerjang hujan. Walaupun ia mengaku pendapatan saat hujan tidak sebanyak saat cuaca sedang cerah.
Duka sebagai tukang ojek dialaminya. Ban pecah, habis bensin atau motor bermasalah sering dialaminya. Kecelakaan pun pernah, namun tidak berakibat fatal. "Puji Tuhan saya tidak apa-apa, hanya jatuh saja untuk menghindari kendaraan berlawanan arah yang melaju kencang," tuturnya. Mima mengaku, pendapatan per hari rata-rata Rp 300 ribu. Bisa sebanyak itu karena ia banyak pelanggan. Malah ia mengalahkan pendapatan tukang ojek lain di Pangkalan Patung Kuda Paal Dua.
Mima adalah ibu dari empat orang anak. Dua anak tertua yanglaki-laki sudah bekerja dan berada di luar kota. Sisanya dua perempuan masih di kelas 10 dan 12 SMA. Suaminya bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. "Kalau mau di pikir-pikir sebenarnya pendapatan suami saya sebagai guru mencukupi. Hanya saya tidak mau diam di rumah. Lagian pendapatan suami saya kan bulanan, saya harian jadi kami bisa saling menopang kebutuhan keluarga kami," katanya.
Suaminya ke sekolah, ia mengojek, kedua anak perempuannya yang mengerjakan pekerjaan rumah. Mima berkata ia sudah membekali kedua anaknya untuk mandiri. "Bahan-bahan sudah tersedia, mereka tinggal masak saja. Kadang saya dan suami saya ditelepon lalu ditanya mau dimasakkan apa," ucapnya bangga.
"Saya sadar betul akan bahayanya pekerjaan ini. Kehati-hatian dan doa yang membuat saya terus kuat sampai hari ini. Saya pasti akan kembali seperti semula, menjadi ibu rumah tangga seperti dulu melayani anak-anak dan suami. Saya tidak mungkin akan terus-terusan bekerja seperti ini, karena semakin hari saya semakin menua. Tunggu saja, saya menabung dari sekarang agar nanti setelah saya tidak bekerja sebagai tukang ojek lagi, uangnya bisa berguna untuk keluarga juga bagi kelanjutan pendidikan anak- anak saya," kata Mima menutup pembicaraaan dengan Tribun Manado lalu melayani seorang penumpang. (finneke wolajan)
Sumber: Tribun Manado 12 Juli 2013 hal 1