Polisi Kembali Menjadi Korban

KASUS penembakan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)  kian  masif dan brutal. Setelah insiden di Pondok Aren Jakarta pekan silam yang menewaskan dua orang, kasus penembakan teranyar menimpa Bripka Sukardi, anggota  Provost Mabes Polri.

Sama seperti modus peristiwa sebelumnya, Sukardi ditembak orang tak dikenal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (10/9/2013) sekitar 22.20 WIB.  Saat ditembak, Sukardi sedang mengendarai sepeda motor Honda Revo B 6671 TXL warna merah. Saat itu Sukardi sedang mengawal truk. Dia ditembak tiga kali di bagian dada dan perut. Sukardi langsung meninggal dunia di lokasi kejadian.

Menurut saksi mata yang juga anggota polisi, ada dua orang pelaku penembakan terhadap Sukardi. Setelah melepas tembakan beruntun, kedua pelaku yang berboncengan dengan sepeda motor matic warna hitam langsung melarikan diri. 
Sampai hari ini polisi belum berhasil mengungkap motif serta tersangka pelaku penembakan di Pondok Aren. Tim khusus yang dibentuk pimpinan Polri agaknya kesulitan mendeteksi jejak para pelaku serta motif penembakan terhadap anggota Polri yang sudah berulangkali terjadi di berbagai daerah di tanah air.

Menyimak fakta kejadian selama ini para pelaku patut diduga merupakan kelompok orang-orang terlatih. Mereka profesional dalam mengincar calon korban dan cara menghabisinya. Setelah beraksi mereka pung piawai menyembunyikan jejak sehingga sulit tertangkap.

Sebagai warga  masyarakat bangsa ini kita mulai diliputi keragu-raguan akan ketangguhan aparat kepolisian kita. Jika institusi Polri sendiri gagal melindungi diri dari ancaman terhadap personelnya, bagaimana mereka bisa melaksnakan salah satu tugasnya sebagai pelindung masyarakat?  Kiranya insiden penembakan anggota polisi yang sudah puluhan kali terjadi di Indonesia tidak dipandang remeh oleh institusi Polri. Kewibawaan Polri sedang diuji, apakah mampu keluar dari krisis ini secara elegan tanpa melahirkan masalah baru yang jauh lebih rumit.

Pembunuhan anggota polisi menggunakan senjata api pun menebarkan teror baru bagi masyarakat. Kita sampai pada satu fakta konkret tentang peredaran senjata api di tengah masyarakat. Kalau orang sipil begitu leluasa memiliki senjata api, maka kasus penembakan di negeri ini bukan mustahil akan semakin menjadi-jadi. Orang yang bermusuhan bisa saja memainkan timah panas guna melumpuhkan lawannya.
Kalau demikian di manakah hukum berada?  Di mana peran negara?

Tanggung jawab negara yang paling utama adalah melindungi warganya dari segala jenis ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri. Perlindungan itu merupakan kebutuhan dasar masyarakat agar mereka dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari dengan nyaman. Kita berharap aparat kepolisian tidak patah semangat menyikapi teror penembakan akhir-akhir ini. Patah satu tumbuh seribu. Polri jangan sampai kalah melawan kejahatan! *

Sumber: Tribun Manado 12 September 2013 hal 10
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes