Mengukur Hasil Reses

ilustrasi
MENARIK perhatian kita dinamika yang terungkap dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) hari Selasa 27 Agustus 2013.

Sebelum memulai reses untuk menyerap aspirasi masyarakat yang dijadwalkan mulai Rabu (28/8/2013), Ketua Fraksi PDIP Djenri Keintjem mengungkapkan unek-uneknya di hadapan Sekretaris Provinsi Sulut  Siswa Rachmat Mokodongan. Untuk reses DPRD Sulut akan menghabiskan dana Rp 1,3 miliar. Perinciannya 45 anggota DPRD masing-masing akan menerima Rp 30 juta.

Menurut Keintjem, dari pengalaman sebelumnya, aspirasi yang diserap Dewan banyak tak terealisasi. Imbasnya legislator yang disalahkan masyarakat antara lain dicap sebagai pembohong. "Kalau tahu begitu, lebih baik tak usah reses, kembalikan saja Rp 30 jutanya," kata Keintjem dalam rapat itu.

Hal serupa disampaikan Teddy Kuamaat, anggota DPRD dari Fraksi Barinda. Menurut Kumaat, ia malu ikut reses. Mau mengumpulkan aspirasi nyatanya tak bisa ia penuhi. Kali ini ia kembali berharap sikap Pemprov Sulut bisa berubah yaitu merealisasikan aspirasi yang disampaikan masyarakat. Sekretaris Pemprov Sulut  Rachmat Mokodongan memberi komentar begini saat dikonfirmasi. "Kan hak budgeting ada di Dewan, saya no comment soal itu," katanya.

Diskursus ini menarik. Tentu tidak dalam konteks menyalahkan dewan atau mengeritik pemerintah. Kedua unsur itu sama-sama mengemban amanat rakyat yaitu mengelola pemerintahan dan pembangunan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Goalnya di sana. Kalau reses sekadar rutinitas legislator dengan dalih menyerap aspirasi masyarakat tetapi hasilnya walahualam, mengapa patut dipertahankan? Kalau medium reses tidak lagi efektif perlu dicari cara yang lebih tepat sehingga suara masyarakat yang disampaikan melalui legislator nyambung dengan eksekusi kebijakan atau program dari eksekutif.

Menurut pandangan kita, reses anggota Dewan selama ini menjadi ritual tanpa hasil justru karena kurang jelas alat ukurnya. Dewan berkepentingan dengan reses lebih bermakna politis ketimbang hasil konkret. Dewan berusaha semampunya agar aspirasi masyarakat terwujud. Itu memang tugas legislator. Tetapi apakah aspirasi masyarakat tidak bertabrakan dengan program pemerintah yang juga dibatasi rambu-rambu prosedur, mekanisme dan regulasi?

Di sinilah benang kusutnya. Maka indah nian bila DPRD Provinsi Sulut bersama pemerintah daerah ini  mau  merumuskan kembali efektivitas reses sekaligus mematok indikator yang terukur dan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Kalau terwujud,  ini akan menjadi semacam kado anggota legislatif hasil Pemilu 2009 untuk membenahi mekanisme kerja Dewan hasil pemilu tahun depan. Demokrasi itu tidak berakhir di satu titik. Demokrasi mensyaratkan perubahan yang lebih baik dari waktu ke waktu. *

Sumber: Tribun Manado 29 Agustus 2013 hal 10

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes