Antara Balmata dan Oetalu

AIR sudah menjadi kebutuhan dasar kita. Pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan air bagi masyarakat, seperti diatur dalam konvensi internasional dan konstitusi.

Persoalannya, apakah pemerintah sudah menyediakan air secara memadai untuk memenuhi kehidupan dasar warga negaranya, terutama masyarakat miskin?

Ketersediaan adalah jumlah air yang mencukupi kebutuhan minimal untuk hidup keseharian baik sendiri maupun dengan keluarga. Sedangkan kualitas adalah mutu air yang dikonsumsi harus sehat dan layak, khususnya bagi anak-anak dan perempuan.

Keterjangkauan adalah air yang bisa dijangkau oleh setiap orang tanpa kecuali, baik fisik yaitu air yang higienis. Sisi ekonomis yaitu harga yang terjangkau bahkan bila dimungkinkan gratis. Sisi nondiskriminasi, yaitu tidak boleh ada pembedaan terhadap siapa pun dalam mengakses air, dan sisi informasi, yaitu ketersediaan informasi yang memadai tentang air.

Berbeda dengan kehidupan sekitar 34 kepala rumah tangga (KK) di RT 17 dan RT 18, Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang, yang sampai saat ini masih kesulitan memperoleh air minum bersih. Mereka hanya bergantung pada mata air alam untuk memenuhi kebutuhan air minum.

Begitu pula untuk ternak, mencuci dan bercocok tanam. Namun, masalah mereka kebanyakan tidak bercocok tanam di musim kemarau akibat kekurangan air. Meskipun ada, tapi harus ditempuh dengan jarak tidak kurang dari 1 kilometer.

Di tengah masalah kebutuhan dasar yang cukup vital sedang melilit mereka, warga setempat tidak kehilangan akal. Mereka tetap memanfaatkan sumber daya air yang ada di sekitar perkampungan mereka. Tanpa menunggu adanya dukungan dan bantuan pemerintah membangun sarana air bersih, warga di wilayah ini berupaya membuat sumur endapan di sekitar sumber mata air. Dua sumber air yang selama ini difungsikan untuk mengatasi persoalan air bersih di wilayah ini adalah sumber air Balmata dan Oetalu.

Sofia Taninhelon (64) dan Oktovina Taninhelon (44), dua warga setempat, mengatakan, dua sumber air itu sudah menghidupkan masyarakat setempat sejak puluhan tahun silam.

"Air ini sudah ada semenjak nenek moyang kami, karena ketika kami lahir dan besar, air inilah yang kami manfaatkan," kata Sofia Taninhelon.

Dijelaskannya, di kelurahan itu terdapat dua RT yang selama ini kesulitan air minum, namun mereka melakukan upaya swadaya, yaitu dengan menggali sumur di pinggiran sungai yang ada di wilayah itu.

"Dua sumber air ini dinamakan sesuai nama sungai. Dan masalah setiap tahun adalah debit air. Tapi, mau bagaimana tetap kita berusaha mengambil air. Sekarang ini kalau terlambat ambil air berarti harus menunggu hingga air kembali naik," katanya.

Tak pelak di wilayah ini juga warga sering membeli air tangki, apabila ada hajatan seperti pernikahan, duka dan sebagainya. Harga air tangki yang dibeli biasanya antara Rp 50.000,00 hingga Rp 60.000,00/tangki.

Oetalu adalah salah satu sumber air yang letaknya di RT 19, sehingga warga di RT 17 dan RT 18 yang hendak mengambil air ini harus menempuh jarak sekitar 1,5 km. Sedangkan sumber air Balmata berada di luar pemukiman warga setempat dengan jarak 1 km dari RT 17.

Bukan saja jarak. Untuk menempuh sumber air ini mereka harus berjalan kaki melewati lembah dan gunung. Kegigihan warga dua RT ini menunjukkan betapa besar semangat juang mereka untuk memperoleh setetes air guna menghidupi keluarga.
"Kalau kita senang mau ambil di Oetalu berarti harus sampai ke wilayah RT 18. Sedangkan kalau ingin ambil air di Balmata, maka kita harus melewati lembah dan gunung.

Tantangan ini harus dialami oleh warga dan semakin terasa pada musim kemarau seperti sekarang," kata Ketua RT 18, Petrus Taninhelon. (Obby Lewanmeru)

Pos Kupang, 3 Oktober 2009 halaman 5
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes