Terobosan PS Kota Kupang

DI balik sukses penyelenggaraan Pekan Olahraga Sedaratan Flores dan Lembata (Pordafta) serta persiapan Pekan Olahraga Sedaratan Timor (Pordat) di Atambua, ada dua peristiwa olahraga yang menghentak kesadaran kita belakangan ini.

Pertama tentang warta kekalahan yang senantiasa menghiasi potret sepakbola Flobamora. Hari Selasa tanggal 13 Oktober 2009, kabar buruk itu datang dari Mataram, ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Salah satu tim sepakbola kebanggaan masyarakat NTT, Persap Alor kalah telak enam gol tanpa balas dalam pertandingan pertama penyisihan Grup XIX Divisi II Liga Indonesia. Persap Alor digilas 6-0 oleh kesebelasan tuan rumah, KSB Sumbawa Barat.

Skor kekalahan yang sungguh membuat kita mengurut dada. Mengapa demikian banyak gol yang bersarang ke gawang Persap? Skor kemenangan KSB memberi kesan kuat, Persap Alor tidak memberi perlawanan sedikit pun.

Menurut laporan media massa, kekalahan tersebut memang tidak semata terkait faktor keterampilan pemain mengolah bola di lapangan. Ada faktor X, salah satu yang disebut adalah buruknya kepemimpinan wasit. Tapi apapun argumentasinya, kekalahan Persap mesti diterima dengan jiwa besar.

Kekalahan Persap dalam kompetisi Divisi II Liga Indonesia sekadar contoh tentang buruknya prestasi tim jawara sepakbola NTT bila bertanding di luar kandang. Dulu kita pernah berharap pada PSN Ngada. Hasilnya toh sama saja. Pada saat-saat yang menentukan, kesebelasan NTT tumbang.

Sudah berulangkali kita angkat dalam ruangan ini bahwa prestasi sepakbola NTT memang tidak pernah masuk hitungan, bahkan untuk kawasan Bali dan Nusa Tenggara. Tetapi sepakbola masuk cabang olahraga prioritas di NTT. Mengapa?

Prioritas bukan karena prestasi atlet melainkan karena pesona sepakbola sebagai cabang olahraga masyarakat. Cabang olahraga yang paling digemari di daerah ini.
Telah berkali-kali juga kita garisbawahi bahwa prestasi olahraga tanpa kompetisi adalah bohong besar. Tidak mungkin meraih prestasi yang membanggakan bila keterampilan atltet tidak diasah melalui kompetisi yang ketat, rutin dan terukur.

Kompetisi sepakbola di NTT bisa dilukiskan sebagai mati suri. Satu-satunya agenda kompetisi yang bergulir adalah El Tari Memorial Cup. Kompetisi perserikatan di setiap kabupaten/kota tidak bergulir secara rutin. Kalau pun ada, sulit disebut sebagai ajang kompetitif dengan hasil yang memuaskan.

Kenyataan tersebut mengantar kita untuk memberi apresiasi terhadap terobosan pengurus PSSI Kota Kupang. Mulai tanggal 17 Oktober 2009, Persatuan Sepakbola Kota Kupang (PSKK) menyelenggarakan kompetisi antar-klub. Ini momentum yang baik. Setelah mati suri selama belasan tahun, PS Kota Kupang kembali menggulirkan roda kompetisi.

Kompetisi ini akan diikuti 25 klub yang resmi tercatat sebagai anggota PSKK. Sebelum memulai kompetisi tersebut, PSSI Kota Kupang menggelar pelatihan wasit. Sebanyak 25 orang wasit telah mengikuti pelatihan selama dua pekan dan kini mereka siap memimpin kompetisi yang bakal menjadi hiburan akhir pekan bagi penggemar sepakbola di Kota Kupang dan sekitarnya.

Sekali lagi kita sambut baik terobosan PSSK menyelenggarakan kompetisi sepakbola antarklub. Tentu masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam pelaksanaan kompetisi nanti. Tidak apa-apa. Kekurangan selalu dapat diperbaiki kapan saja. Keterbatasan pun bisa dibenahi secara bertahap.

Keberanian memulai kompetisi, itulah poin penting bagi kemajuan sepakbola Kota Kupang di masa mendatang. Kita akan belajar banyak dari kompetisi tersebut. Kita pun akan memetik manfaatnya suatu hari nanti.

Indah sekali bila terobosan PS Kota Kupang diikuti perserikatan lainnya di Propinsi NTT. Jika semua pengurus perserikatan menggelar kompetisi antarklub, niscaya kualitas kejuaraan El Tari Memorial Cup akan lebih berbobot. Dan, tim juara kompetisi NTT tidak lagi sekadar jago kandang. *
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes