Bosan!

SATU kali WO, dua kali mogok, hampir saban hari protes dan ribut terhadap keputusan wasit. Penonton bawa batu ke dalam stadion. Jika tidak puas mereka bakulempar. Bersimbah darah! Polisi dan Pol PP menonton atau amankan penonton?

Demikian sekilas info tentang kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 2010 yang hari-hari ini masih bergulir di Kota Kupang. Bagi tuan dan puan penonton setia di Stadion Oepoi, Stadion Merdeka atau Lasitarda-Kupang sekilas info ini tergolong basi karena apa yang beta sebutkan di atas sudah tuan dan puan saksikan sejak kejuaraan ini bergulir.

"Bosan! Mulai besok saya tidak nonton lagi. Kalau begini terus kapan sepakbola NTT bisa maju?" kata seorang penggemar bola saat melihat 'keributan' dalam laga Persena Nagekeo melawan Persesba Sumba Barat di Stadion Oepoi, 23 September 2010.



"Penyelenggaraan El Tari Memorial Cup 2010 payah! Kita sudah beli tiket mau nonton, pemain tidak mau datang ke stadion," ujar penggemar lainnya di Stadion Merdeka 25 September 2010 ketika laga PS Maritim vs Persesba batal karena Sumba Barat tidak hadir di lapangan alias kalah WO.

"Keterlaluan, sedikit-sedikit salahkan wasit. Apakah kita yang lihat dari luar lapangan lebih baik daripada wasit? Kalau mengerti aturan sepotong-potong, jadilah begini. Semua mau menang tapi tidak mau ikut aturan," kata pejabat teras Pengurus Propinsi PSSI NTT.

Kejuaraan El Tari Memorial Cup 2010 sungguh gaduh! Riuh dengan umpatan. Kaya protes dan kenyang dengan kecewa. Sepakbola yang mestinya menghibur malah membuat kening berkerut. Bola yang seharusnya melahirkan kegembiraan justru menebarkan kekerasan. Bertolak belakang dengan spirit El Tari Memorial Cup sebagai media perekat persaudaraan Flobamora.

Di antara banyak sumber kegaduhan itu, kepemimpinan wasit agaknya menempati puncak klasemen. Kericuhan yang terjadi selama El Tari Memorial Cup 2010 umumnya bermula dari keputusan wasit di lapangan. Pemain atau ofisial langsung bereaksi lewat protes manakala mereka menilai keputusan wasit keliru, tidak adil atau dapat merugikan pemain dan timnya.

Pemogokan PS Kabupaten Kupang dan Persesba Sumba Barat serta aksi WO Persesba pada babak penyisihan grup merupakan reaksi kekecewaan terhadap kepemimpinan dan keputuan wasit. Protes juga sempat dilayangkan kubu Persami Maumere.

"Tidak untuk bela diri bung. Wasit top yang tiap minggu pimpin pertandingan liga di Eropa saja masih melakukan kesalahan. Apalagi kita di NTT yang jarang pimpin pertandingan." Pesan singkat itu masuk ke ponselku akhir pekan lalu. Pesan dari seorang teman. Profesi sampingannya wasit sepakbola. Dia termasuk wasit "bersih". Tidak banyak diprotes saat memimpin.

Beta baca dan baca kembali pesan itu. Beta tersentak sadar. Benar juga pesan temanku ini. Kita semua, baik pelatih, pemain, pembina atau penggemar sepakbola di beranda Flobamora mungkin berharap terlalu tinggi terhadap wasit di sini. 

Kita lupa bahwa mereka sangat minim memimpin pertandingan. Coba tuan dan puan sebut, di daerah mana, kota mana di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki kompetisi sepakbola marak meriah sepanjang tahun? Coba tanya perserikatan di masing-masing kabupaten/kota, seperti apa roda kompetisi yang mereka jalankan? Kota Kupang yang mestinya menjadi barometer persepakbolaan NTT -- kompetisi perserikatan belum berjalan sesuai harapan -- untuk tidak disebut mati suri! Apalagi daerah di luar Kupang. Bagaimana seorang wasit dapat menguji pengetahuan dan keterampilannya memimpin pertandingan kalau kompetisi di daerah tidak berjalan? 

Beginilah profil wasit bola di NTT. Setelah mendapat pendidikan dan pelatihan, entah di Kupang, Surabaya atau Jakarta dan menerima sertifikat, mereka pulang kampung. Di sana mereka terpaksa libur panjang karena kompetisi mati suri. Kalaupun sempat memimpin laga bola, paling tinggi turnamen antardesa atau kecamatan. 

Setahun atau dua tahun sekali para wasit itu ramai-ramai dipanggil PSSI NTT untuk memimpin kompetisi besar tingkat Flobamora seperti El Tari Memorial Cup atau Piala Gubernur. Terjadi lompatan dashyat! Memimpin kompetisi antarkabupaten/kota yang punya tensi tinggi dan kental atmosfer kedaerahan. Maka terjadilah yang tuan dan puan lihat di Kupang hari-hari ini. Pernah dengar wasit NTT dipercaya memimpin kompetisi sepakbola di luar teritori Flobamora? 

Ingat pesan kawanku di atas. Wasit top yang tiap minggu pimpin pertandingan di liga sepakbola negara-negara Eropa saja masih salah. Apalagi yang cuti panjang di kampung ditambah jarang baca aturan baru, trik dan teknik baru bermain bolakaki. 
Jangan salah paham kawan! Dengan berkata begini, bukan berarti beta membenarkan sikap dan atau keputusan wasit yang keliru selama El Tari Memorial Cup 2010. Yang salah sudah seharusnya diberi sanksi oleh komisi wasit. Dianjurkan belajar lagi ilmu perwasitan agar lebih baik pada turnamen berikut. Juga tahu diri! Rasa-rasa dirilah. Kalau terus diprotes oleh pemain atau ofisial lebih baik duduk manis dulu. 

Beri kesempatan teman wasit lain untuk memimpin. Toh seluruh masyarakat pecinta sepakbola Flobamora percaya seratus persen bukan honor yang dikejar wasit. Tugas dan tanggung jawab wasit melampau semua itu. Uang bukan segalanya! 

Kompetisi El Tari Memorial Cup kini memasuki babak genting dan menegangkan. Babak knock out. Tinggal delapan tim yang bakusikat untuk menjadi yang terbaik. Bila korps pengadil di lapangan hijau masih bermain-main dengan prinsip fair play, beta tidak tahu seperti apa ending dari El Tari Memorial Cup 2010. Sungguh tidak lucu, misalnya yang menjadi juara tahun ini karena lawannya mogok atau WO. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 27 September 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes