TIGA perempuan muda terlihat ragu-ragu memegang benda lunak dan licin di depan mereka. "Tak apa-apa kok Mbak, itu bukan racun. Ayo pegang, rasakan kelembutannya lalu pasang. Mr. P sudah siap tempur nih!"
Gelak tawa membahana di aula itu. Satu dari ketiga perempuan pun memberanikan diri jadi orang pertama yang mencoba. Diambilnya benda lunak dan licin dari atas meja. Meskipun belum 100 persen sesuai petunjuk mentor, namun gadis itu dapat menyarungkan benda lunak dan licin pada Mr. P yang "tegang tinggi". Sukses! Keberhasilannya disambut aplaus.
"Maaf Bu, saya gugup. Maklum ini pertama kali saya pegang kondom dan disuruh pasang pada Mr. P walaupun bukan Mr. P benaran," kata gadis itu sambil tertawa genit. Begitulah sekilas suasana gugup saat demo memasang kondom dalam pelatihan HIV/AIDS bagi wartawan media cetak dan elektronik dari seluruh Indonesia medio tahun 1995 di Yogyakarta. Beta yang ikut pelatihan waktu itu termasuk baru pertama kali mendapat pelajaran tentang cara pasang kondom yang baik dan benar.
Kami diajarkan cara memasang kondom pada Mr. P (boleh dibaca Mr. Perkakas Pria) karena benda lunak itu merupakan sarung pengaman yang dianggap efektif mencegah epidemi penularan HIV/AIDS. Jika dulu kondom khusus bagi Mr. P, perkembangan teknologi dewasa ini telah berhasil memproduksi kondom untuk Ms. V. Jadi, lengkaplah sudah. Tinggal tuan dan puan pilih sesuai kebutuhan, mau kondom Mr. P atau Ms. V. Tergantung kesepakatan "dalam negeri" antara pasangan.
Mengapa kondom penting? Mari simak penjelasan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dr. Nafsiah Mboi, Sp.A. Mantan Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi NTT itu mencatat kasus kumulatif AIDS di kalangan perempuan di Indonesia hingga tahun 2010 menunjukkan rekor tertinggi dipegang ibu rumah tangga yakni 1.970 kasus. "Ini di luar dugaan banyak orang yang mengira kasus tertinggi pada pekerja seks," kata Nafsiah Mboi (Kompas.Com, 4 Desember 2010).
Apa artinya ibu rumah tangga pegang rekor tertinggi? Menurut Dokter Nafsiah, yang perlu dipandang sebagai masalah adalah pria pelanggan pekerja seks komersial. "Kaum lelaki harus diadvokasi agar lebih bertanggung jawab dalam perilaku seksnya," katanya di sela acara pembukaan Pekan Kondom Nasional 2010 di Jakarta belum lama berselang. Dengan kata lain, kaum lelaki perlu menyarungkan Mr. P mereka dengan kondom agar tidak terinfeksi HIV.
Dokter Nasfiah mengingatkan, lelaki berpotensi menjadi "jembatan penularan" HIV ke istri dan anak-anak mereka. Sebanyak 1,6 juta perempuan beresiko tinggi tertular HIV karena menikah dengan laki-laki beresiko tinggi, yaitu yang membeli jasa seks atau pakai narkoba suntik secara bergantian.
Salah satu konsekuensi dari epidemi ganda HIV/AIDS adalah meningkatnya jumlah bayi dan anak yang terinfeksi HIV. Sudah terbukti dalam suatu keluarga, suami, istri serta anak positif HIV atau ada anggota keluarga yang meninggal karena AIDS. Ngeri!
Data terbaru dari Kementerian Kesehatan RI, hingga 30 September 2010 diperkirakan jumlah kasus HIV di Indonesia sekitar 330.000. Bila program pencegahan mati angin, tahun 2020 jumlahnya bisa mencapai 1,6 juta. Kini Indonesia adalah satu dari lima besar jumlah infeksi HIV di Asia, bersama India, Thailand, Myanmar dan Nepal. Gila benar!
Selain juara korupsi, Indonesia juga juara HIV/AIDS. Korupsi dan HIV/AIDS sama-sama berkaitan dengan perilaku. Buruk sekali kelakuan kita di ini negeri. He-he-he..
Bagaimana di beranda Flobamora? Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi (KPAP) NTT, sampai bulan Juni 2010 tercatat 1.129 kasus dengan 291 orang mati. Profesi yang meninggal dunia beragam, mulai dari petani, PNS, polisi, tentara, pekerja seks, ibu rumah tangga hingga anak-anak.
Kalau melihat data tersebut pantas jika epidemi HIV/AIDS bisa dilukiskan sama dengan teror bom. Bom waktu yang siap meledak kapan saja dengan korban jiwa tidak sedikit. Artinya, setiap anak bangsa ini tidak hanya waspada terhadap teroris. Waspadai juga HIV/AIDS. Kalau waspada terhadap teroris dan rumit caranya, waspada HIV/AIDS justru mudah dan murah. Cukup sarungkan Mr. P dengan kondom! Toh anak NTT mengenal budaya sarung secara turun-temurun. Kultur sarung itu kita kembangkan lebih jauh yakni sarungkan Mr. P.
Bahwa ada mitos tentang kondom mengurangi kenikmatan rekreasi ranjang, dituding sebagai promosi seks bebas serta kondom berpori sehingga "bocor", hal itu tidak sepenuhnya benar. Mitos itu dapat dibuldoser, kawan!
Akhir November 2010, pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Benediktus XVI mengguncang dunia lewat pernyataan mengejutkan. Paus setuju penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS. Paus tetap menyatakan bahwa kondom bukan solusi moral untuk menghentikan penularan HIV/AIDS. Namun, paus membuat pengecualian untuk kaum pria yang hobi gonta-ganti pasangan. "Ini untuk para pelacur laki-laki, menggunakan kondom adalah langkah utama untuk memikul tanggung jawab moral dalam mengurangi risiko penularan HIV/AIDS," kata Sri Paus.
Ikhwal penggunaan kondom, orang NTT yang hobi studi banding siap-siaplah pelesir ke Kediri, Jawa Timur yang segera menetapkan Perda Kondom. Perda itu mewajibkan setiap pria hidung belang yang berkunjung ke kompleks pelacuran untuk memakai kondom. Jika bandel harus bayar denda Rp 5 juta atau kurungan 6 bulan penjara. Perda itu membuat wanita pekerja seks komersial punya posisi tawar yang kuat soal kondom.
Masih dalam suasana memperingati Hari AIDS sedunia, kampanye sarungkan Mr. Perkakas harus lebih giat lagi di kampung kita mengingat penggunaan kondom masih rendah. Todd Callahan dari DKT Indonesia menyebut, sejak tahun 1996 hingga 2010 mereka menjual 736 juta kondom di Indonesia. Namun, jumlah tersebut dianggap masih kurang.
Di NTT, persentase penggunaan kondom belum terdata. "Belum ada data bung," jawab seorang teman dari Dinkes Propinsi NTT. Beta maklumi. Kita memang belum sensitif data. Data dianggap urusan nomor sekian. Cegah HIV/AIDS pun sama. Lebih separuh dari jumlah kabupaten/kota di NTT belum siapkan layanan khusus HIV/AIDS. Gawat e...! (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang, Senin 6 Desember 2010 halaman 1