Tujuh Puncak di Tujuh Benua

ilustrasi
Di antara sekitar 350 penggapai tujuh puncak di tujuh benua, Indonesia menyumbang empat pendaki dari Mahitala pada Juli 2011 dan dua pendaki dari Wanadri pada Mei 2012. Namun, setelah itu apa? Cukupkah Indonesia berbangga memiliki enam pendaki penggapai tujuh puncak di tujuh benua atau seven summiteers? 

Demikian salah satu pertanyaan dalam seminar Kisah Para Pendaki Asia Tenggara yang Telah Berhasil Manggapai Puncak Dunia di Gedung Setiabudi 2, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (17/11/2012). Seminar diselenggarakan oleh Mahasiswa Parahyangan Pencinta Alam (Mahitala), Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat. 

Bagi Mahitala, sudah setahun lebih sejak empat pendaki mereka menyelesaikan ekspedisi dengan menggapai puncak ketujuh yakni Denali/McKinley (6.194 mdpl) di Alaska, Amerika Serikat (Amerika Utara) pada 7 Juli 2011. Mereka adalah Sofyan Arief Fesa (29), Xaverius Frans (25), Broery Andrew Sihombing (23), dan Janatan Ginting (23). 

Pemikiran untuk melaksanakan Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) atau Ekspedisi Indonesia di Tujuh Puncak Dunia oleh Mahitala Unpar itu justru berawal dari perjumpaan dengan Hiroyuki Kuraoka, pemandu berpengalaman asal Jepang, saat belasan anggota Mahitala melaksanakan ekspedisi sekaligus penelitian flora dan fauna di Carstensz Pyramid, Papua, Indonesia (Oceania), Januari-Februari 2009. 

Dalam kurun waktu 35 hari ekspedisi itu, pada 23 Februari dan 26 Februari 2009, anggota Mahitala termasuk empat pendaki yang kemudian menjadi pendaki ISSEMU, menggapai puncak Ndugu-Ndugu/Carstenz Pyramid (4.884 mdpl). Mereka juga memberi nama lima puncak-salah satunya Mahitala-yang diklaim belum digapai pendaki lainnya, mengganti tali dan jangkar dengan yang baru sedangkan yang lama dibuang dengan bantuan angkut helikopter. 

Saat bertemu Hiroyuki, sang pendaki gaek asal Jepang itu sedang memandu seorang pendaki yang ternyata sopir taksi yang berambisi menjadi seven summiteers. Jika orang lain mampu, apakah anggota Mahitala yang notabene orang tropis juga bisa? Hiroyuki ternyata juga mengamati aktivitas anggota Mahitala di satu-satunya pegunungan berpuncak es abadi di Indonesia itu.

Hiroyuki punya feeling bahwa Mahitala mampu, selama kegiatan terlihat tenang, nyaris tanpa mengeluh, dan terus mendaki yang dinilainya modal yang cukup baik untuk menjadi pendaki tangguh dunia.   Perasaan Hiroyuki itu akhirnya terbukti. Indonesia melalui Mahitala dan Wanadri menjadi satu di antara para pendaki dari 52 negara di dunia yang dikategorikan seven summiteers.

Namun, sudah cukupkah? Setelah itu apa? Jawabannya masih disimpan oleh empat pendaki Mahitala. "Kami belum berani mengutarakannya," kata Xaverius Frans menjawab pertanyaan peserta seminar.   Di jajaran pendaki elite dunia, jumlah puncak tertinggi benua masih diperdebatkan. Sebagian menyatakan ada tujuh puncak mewakili tujuh benua. Sebagian menyatakan ada delapan puncak mewakili delapan benua. Yang disebut terakhir ialah puncak Kosciuszko (2.228 mdpl) di Australia yang dianggap mewakili benua Australia sehingga berbeda dengan Ndugu-Ndugu/Carstensz Pyramid yang mewakili benua Oceania.

Jika kategorinya delapan puncak di delapan benua, hanya ada 138 pendaki yang Indonesia belum termasuk di antaranya.   Selain itu, ada istilah adventure grand slam untuk penggapai tujuh puncak di tujuh benua ditambah kutub utara dan kutub selatan.  Yang berpredikat ini belum lebih dari 20 pendaki. Salah satunya berasal dari Singapura yakni Khoo Swee Chiow yang saat seminar juga hadir dan berbagi pengalamannya. Dia adalah orang pertama dari Asia Tenggara atau orang keempat di dunia yang mendapatkan adventure grand slam. 

Tidak berhenti di situ, Khoo pernah bersepeda Singapura-Beijing (China), bersepatu roda dari Hanoi (Vietnam) ke Singapura, berkayak keliling kepulauan Filipina, bertahan dalam air paling lama, dan berenang menyeberangi Selat Malaka. Sudah lebih dari 350 seminar motivasi yang diikuti 95.000 di seluruh dunia yang pernah diberikan oleh Khoo.

Khoo juga orang Asia Tenggara pertama yang menggapai puncak K2 (8.611 mdpl). Puncak kedua tertinggi di dunia itu digapai pada 31 Juli 2012. K2 dianggap gunung mematikan dengan jalur pendakian tersulit. Puncak tertinggi dunia yakni Sagarmatha/Everest (8.848 mdpl) sudah digapai oleh 4.000 pendaki. Namun, baru 300 orang yang pernah menggapai puncak K2 di Pegunungan Karakoram teritorial Pakistan-China. 

Menurut Khoo, Indonesia adalah bangsa yang besar. Indonesia patut menjadi pemimpin atau pemasok utama pendaki-pendaki tangguh dunia, setidaknya dari Asia Tenggara. Di Singapura, tidak banyak yang ingin mengikuti jejak Khoo. Malaysia diduga memfokuskan pada pendakian Everest. Sedikit pendaki dari Vietnam yang setelah mencapai Everest belum terdengar lagi gebrakannya. Thailand yang menyumbang tiga pendaki tujuh puncak di tujuh benua juga belum lagi terdengar gaungnya. 

"Peluang Indonesia amat besar untuk menjadi yang terkuat di pendakian gunung," kata Khoo. Bahkan, Khoo membocorkan peluang kegiatannya mendatang. Antara lain mendaki Kanchenjunga (8.586 mdpl) yang tertinggi setelah Everest dan K2, anggota 14 puncak di atas 8.000 mdpl, mendaki gunung tertinggi di Myanmar yakni Hkakaborazi (5.881 mdpl), mendaki puncak-puncak yang belum pernah didaki di India atau Papua, atau menjelajahi Indonesia dari Aceh sampai Papua.   Padahal, untuk mewujudkan ambisi nekatnya itu, Khoo tidak membiayainya sendiri. Dana didapat dari sponsor yang dianggap sebagai mitra bisnis.

Kegiatan Khoo dipandang membantu mengangkat citra dan mendongkrak penjualan produk perusahaan sponsor.   Lalu di mana peluang pendaki Indonesia untuk mengungguli Khoo? Peluang itu berasal dari pertanyaan seorang peserta apakah Khoo ingin mendaki seluruh 14 puncak di atas 8.000 mdpl? Jawaban Khoo, dalam waktu dekat ini belum, sebab pendakian gunung berkategori tersebut menghabiskan dana besar dan waktu yang lama. 

Sudah tiga puncak dari 14 puncak di atas 8.000 mdpl yang digapai Khoo. Selain Everest dan K2 adalah Shishapangma (8.013 mdpl). Berarti untuk mensejajarkan diri dengan 29 pendaki penggapai 14 puncak tersebut atau disebut eight-thousander, Khoo masih perlu menyelesaikan 11 puncak lagi.

Untuk menjadi eight-thousander, peluang Indonesia untuk menjadi yang terdepan di Asia jelas tertutup sebab sudah didahului oleh pendaki Korea Selatan, Jepang, Nepal, dan Kazakhstan. Namun, untuk menjadi eight-thousander pertama dari Asia Tenggara, peluang ini masih ada dengan catatan tidak didahului oleh Khoo. 

Entah kegiatan alam terbuka seperti apa yang bisa dijadikan Indonesia untuk menjadi yang unggul. Namun, pernyataan Khoo menarik untuk direnungkan. Mimpi besar membuat kita tetap hidup dan bisa diwujudkan dengan permulaan langkah kecil.   Pernyataan itu senada dengan hasil perenungan Mahitala. Perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah. Sesuatu yang mustahil menjadi saya mungkinkan (impossible to i'm possible). Dan, lakukanlah demi bangsa Indonesia. (*)

Sumber: Kompas.Com

Terkait


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes