Uruguay


KETIKA menonton siaran langsung laga pembukaan Piala Dunia 2010 antara Afrika Selatan melawan Meksiko 11 Juni 2010 yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berkata demikian. "China juga tidak masuk (Piala Dunia 2010), bukan?" Pernyataan presiden itu bukan tanpa makna.

Bagi tuan dan puan yang menggemari cabang olahraga sepakbola atau peduli terhadap olahraga umumnya, pernyataan ini merupakan gurauan paling serius tentang sepakbola Indonesia yang belum mampu membentuk tim bergengsi dari negara berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa.

Gurauan itu melahirkan pertanyaan menarik, tepatkah membanding-bandingkan jumlah penduduk dengan prestasi sepakbola sebuah negara? Mari kita bandingkan dengan Uruguay, negara pertama yang lolos ke perempatfinal Piala Dunia 2010.

Uruguay adalah negara kecil di Amerika Selatan. Luas wilayah sekitar 180.000 km persegi. Hanya sedikit lebih besar dari Pulau Jawa yang disesaki lebih dari 110 juta jiwa penduduk Indonesia.


Berapa penduduk Uruguay? Tidak sampai 4 juta jiwa, bung! Jelas lebih kurus dibandingkan penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menurut hasil Sensus Penduduk 2010 sekitar 4,7 juta jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Uruguay sekitar 20 orang per kilometer persegi. Jika membandingkan jumlah penduduk, betapa Uruguay yang kicianak (kecil) itu telah menjatuhkan pamor negara-negara yang gemuk penduduknya dengan prestasi sepakbola mereka.

Kalau jumlah penduduk menjadi faktor pembanding, mengapa Uruguay bisa mendapat 23 pemain berkelas dunia dari sejumlah kecil penduduk negara tersebut? Mestinya negara besar seperti Indonesia dan India dengan penduduk di atas 200 juta jiwa atau China yang punya penduduk 1 miliar lebih mampu lagi membangun tim nasional sepakbola. Toh jumlah seniman bola tentu lebih banyak pilihan ketimbang Uruguay.

Uruguay yang kecil dan sebagian besar rakyatnya masih miskin sudah dua kali juara dunia, tahun 1930 dan 1950. Sekarang di Piala Dunia 2010, tim asuhan Oscar Tabarez menembus perempatfinal pertama sejak 40 tahun silam. "Kami sebuah negara yang hanya terdiri dari tiga juta lebih penduduk, kami sudah lama mencari hal seperti ini dan kini terjadi. Kami salah satu dari delapan tim terbaik di dunia," kata Tabarez setelah timnya menang 2-1 atas Korea Selatan di Stadion Nelson Mandela Bay, Port Elizabeth, Sabtu (26/6/2010) malam.

Sama seperti Uruguay, jumlah penduduk Korea Selatan kalah banyak dibandingkan Indonesia. Namun, tim negeri Ginseng itu sudah dua kali sukses lolos dari fase grup Piala Dunia. Bahkan tahun 2002 menembus semifinal dengan menyingkirkan tim raksasa seperti Portugal dan Italia. Jadi, tepatkah bila membandingkan jumlah penduduk dengan prestasi sepakbola sebuah negara?

Jelas sekali bahwa jumlah penduduk, luas wilayah negara, tingkat kesejahteran penduduk atau embel-embel lainnya bukan faktor utama untuk dibandingkan.
Dari negeri kecil Uruguay kita bisa memetik pelajaran tentang bagaimana keseriusan sebuah negara mewujudkan kebanggaan nasional lewat dunia olahraga. Atau mengutip istilah Bung Karno, membangun karakter bangsa yang tangguh, salah satunya lewat medan olahraga.

Uruguay sangat fokus dan konsisten membangun sepakbola prestasi. Jauh sebelum event Piala Dunia tersohor seperti sekarang dan menjadi rebutan bangsa negara menjadi tuan rumah, Uruguay merupakan negara pertama yang berani menyelenggarakan Piala Dunia -- justru ketika dunia sedang dilanda depresi ekonomi sangat hebat.

Depresi ekonomi dunia tahun 1929 yang merusak harga komoditas membuat banyak negara di dunia rapuh berkeping-keping. Banyak pemimpin jatuh. Presiden Bolivia, Fernando Siles dan Presiden Argentina, Hipolito Yriogen dikudeta para jenderal. Sebaliknya di Uruguay, pemerintah dan rakyat negeri itu masa bodoh dengan zaman Malaise. Mereka tetap fokus pada persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama sesuai keputusan kongres FIFA tahun 1927. Saat itu Italia, Belanda, Spanyol dan Swedia tertarik menjadi tuan tumah tetapi hanya Uruguay yang siap membayar semua biaya perjalanan dan penginapan tim peserta serta membangun stadion baru di tengah kondisi ekonomi yang buruk.

FIFA memutuskan Uruguay yang meraih medali emas sepakbola di dua Olimpiade sebelumnya pantas jadi tuan rumah Piala Dunia 1930. Setelah mengundang seluruh tim Eropa, hanya empat negara yang mau berlayar ke Montevideo dengan kapal SS Conte Verde yaitu Perancis, Belgia, Rumania dan Yugoslavia.

Conte Verde mampir sejenak di Rio de Janeiro untuk menjemput pemain Brasil. Saat kapal itu merapat di Montevideo 4 Juli 1930, kedatangan tim peserta disambut histeria 10.000 rakyat Uruguay. Luar biasa! Dan, cita-cita FIFA yang berdiri 1904 untuk menggelar kejuaraan internasional terwujud. Tanggal 13-30 Juli 1930 berlangsung Piala Dunia pertama diikuti 13 peserta yaitu Argentina, AS, Belgia, Bolivia, Brasil, Chile, Meksiko, Perancis, Paraguay, Peru, Rumania, Uruguay dan Yugoslavia. Uniknya saat laga pembuka antara Perancis vs Meksiko pada 13 Juli 1930, stadion utama Centenario bahkan belum rampung dibangun.

Uruguay meraih sukses ganda. Sukses sebagai tuan rumah dan juara Piala Dunia pertama. Di babak final 30 Juli 1930, Uruguay mengalahkan Argentina 4-2. Rakyat Uruguay berlinang air mata bahagia ketika kapten legendaris, Jose Nasazzi, jadi orang pertama yang mengangkat tropi Jules Rimet (kini tropi FIFA Word Cup).

Uruguay berani mengambil resiko dengan sedikit nekat dan "gila" demi meraih kebanggaan melalui olahraga. Adakah spirit itu berembus di negeri kita atau di beranda Flobamora khususnya? Kita suka memuji keberhasilan orang lain. Tidak pernah serius mau belajar dari cara orang lain mencapai kesuksesan. Fokus, serius dan konsisten membangun olahraga prestasi di negeri ini hanya omong-omong tanpa aksi sistematis dengan capaian terukur. Prestasi olahraga kita cenderung mundur bahkan melapuk dari waktu ke waktu. Dalam percaturan internasional warta utama tentang kita adalah kalah dan kalah lagi. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang, Senin 28 Juni 2010 halaman 1

Lelucon Umberto Bossi

Oleh Dion DB Putra

LELUCON yang tidak lucu. Begitulah yang dilakukan politisi senior Italia, Umberto Bossi. Sehari menjelang laga hidup mati antara juara bertahan Italia vs Slowakia, Kamis (24/6/2010), politisi dari Lega Nord itu secara bercanda menyarankan Italia membeli saja sejumlah pemain Slowakia agar menang.

Menurut Bossi, akan ada dua atau tiga pemain Slowakia yang bermain di Serie A Italia musim depan sebagai kompensasi jika Italia menang dan lolos ke babak 16 besar. Wah!

Guyonan Bossi yang ditulis media massa itu membuat para pejabat Federasi Sepakbola Italia (FIGC) merah kupingnya. Mereka marah besar. Meski Bossi beralasan bahwa itu sekadar lelucon, FIGC mendesak Bossi minta maaf.
Bossi mengatakan, ia hanya bercanda saat mengatakan, Italia harus membeli pemain lawan untuk menang. Bossi lupa kalau candaannya itu bisa diartikan sebagai penyuapan. Sesuatu yang sangat sensitif bagi Italia mengingat negara itu memiliki rekor terburuk dalam skandal suap-menyuap di lapangan bola.

"Saya meminta maaf kepada tim nasional. Itu hanya candaan yang dimaksud sebagai penyegaran," kata Bossi seperti dikutip kantor berita ANSA. "Saya akan lebih berhati-hati, akan ada keributan jika Anda salah paham. Saya berharap Azzurri meraih gelar juara dunia dan saya mendoakan mereka yang terbaik," katanya.

Doa Bossi rupanya tak terkabulkan. Di Stadion Ellis Park, Johannesburg, Kamis malam, Italia tersingkir secara dramatis. Fabio Canavarro dkk ditumbangkan Slowakia 2-3. Slowakia yang baru pertama ikut Piala Dunia cetak prestasi gemilang. Sementara Gli Azzurri mengikuti jejak runner-up 2006, Perancis, yang tersingkir secara memalukan diwarnai skandal pembangkangan pemain. Piala Dunia 2010 pun mencatat sejarah unik. Juara dan runner-up Piala Dunia sebelumnya sama-sama tersisih di fase grup dengan rekor tidak pernah menang.

Italia dan Perancis sungguh menampar wajah sepakbola Eropa, yang kecuali Jerman dan Belanda, tampil buruk di South Africa 2010. Persis sama dengan enam wakil Afrika yang tunggang langgang di tanah air sendiri. Untung ada Ghana yang masih bisa mengibarkan bendera benua hitam di babak 16 besar Piala Dunia pertama di Afrika. Ghana pun lolos ngos-ngosan.


Fase penyisihan grup sungguh milik tim-tim Amerika, Latin Amerika dan Amerika Tengah Utara. Dan, sepakbola Asia tidak boleh dipandang sebelah mata lagi. Asia meraih hasil 50 persen dengan lolosnya Korea Selatan dan Jepang. Hanya Australia yang kurang beruntung dan Korea Utara, tim misterius itu, belum sanggup berkibar lagi setelah absen selama 44 tahun.
***
GUYONAN Umberto Bossi di atas sesungguhnya mewakili perasaan umum publik Italia atas rapuhnya tim nasional mereka. Kegagalan tim Asuhan Marcello Lippi di Afrika Selatan tidak mengejutkan. Sejak lama warga Italia pesimis tim Azzurri bakal mempertahankan gelar yang direbut empat tahun lalu di Jerman.

Orang yang paling sakit pastilah Marcello Lippi. Empat tahun lalu Lippi disanjung setinggi langit. Pulang dari Jerman dijemput pesawat khusus serta dikawal 16 jet tempur memasuki Kota Roma dengan tropi FIFA World Cup.

Hari ini Lippi disalahkan atas kegagalan mempertahankan kehormatan Gli Azzuri. Tragis! Tahun 2004 saat sepakbola Italia remuk redam pasca kegagalan di fase grup Piala Eropa, Marcello Lippi berani mengambil tanggung jawab melatih tim Azurri. Dia menerima kepercayaan FIGC menggantikan Giovanni Trapattoni. Saat mempersiapkan tim ke Piala Dunia 2006 di Jerman, Lippi diganggu oleh gencarnya penyelidikan atas skandal pengaturan skor di Serie A yang dikenal dengan skandal calciopoli.

Skandal itu memukul wajah Italia yang selama tiga dekade lebih menjadi kiblat sepakbola dunia. Tim raksasa Juventus yang pernah diasuh Lippi terbukti suap dan turun ke Serie B. Di tengah pesimisme publik Italia kala itu, Lippi justru membuktikan bahwa dia seorang pelatih hebat. Tim yang remuk-redam berhasil diraciknya menjadi para pekerja keras tak kenal lelah. Lippi sukses mengantar Italia hingga ke grandfinal dan meraih juara dunia untuk keempat kalinya setelah tahun 1934, 1938 dan 1982. Pemerintah Italia memberikan medali Cavaliere del Lavoro atau Ksatria Pekerja Keras kepada Lippi dan seluruh skuad Azzurri.

Setelah berjaya di Jerman 2006, Marcello Lippi mengundurkan diri. Roberto Donadoni, mantan pemain AC Milan dan pelatih klub Livorno ditunjuk sebagai pengganti. Pengunduran Lippi diikuti mundurnya dua pilar Azzurri, Francesco Totti dan Alessandro Nesta. Hal itu menambah berat beban Donadoni untuk meloloskan Italia ke putaran final Euro 2008 di Swiss-Austria.

Meski memulai dengan langkah gontai, Italia berhasil lolos ke putaran final Euro 2008 setelah mengalahkan Skotlandia. Di putaran final, Italia tergabung di Grup C bersama Belanda, Perancis dan Rumania. Laga pertama, Italia takluk 0-3 dari Belanda, ditahan Rumania 1-1 dan menekuk Perancis 2-0 untuk maju ke perempatfinal melawan juara Grup D, Spanyol. Italia tersingkir lewat drama adu penalti setelah skor 0-0 bertahan hingga perpanjangan waktu. Spanyol akhirnya menjadi juara Piala Eropa 2008.

Buntut kegagalan di Euro 2008, FIGC memecat Donadoni. Italia punya banyak stok pelatih hebat seperti Carlo Ancelotti, Fabio Capello, Roberto Mancini dan lainnya. Tapi mereka menampik tawaran FIGC, lebih memilih klub ketimbang timnas. Capello, Ancelotti dan Mancini sadar betul kursi pelatih Azurri itu sangat panas. Harus memiliki mental baja menghadapi cercaan publik Italia yang sangat keras jika gagal.
FIGC akhirnya kembali merayu Lippi. Marcello Lippi tak sanggup berpaling. Dia setuju menangani Italia hingga tahun 2010. Hasilnya tidaklah buruk. Italia tampil cukup menjanjikan selama babak kualifikasi.

Di South Africa 2010 Lippi tak bersinar lagi. Seperti panas setahun terhapus oleh hujan sehari. Gli Azzurri dihujat sebagai kuda tua tak bergigi atau dalam kata-kata Gennaro Gattuso, berhak mendapatkan medali Cavaliere of Shame atau Ksatria Memalukan.

Bagaimana sikap Lippi setelah kegagalan ini? Lippi tetaplah Lippi yang tidak lari dari tanggung jawab. "Saya tidak menyesal kembali melatih timnas, saya kembali dengan antusiasme besar. Saya memikul semua tanggung jawab," kata Lippi dengan wajah merah dalam jumpa pers usai kekalahan atas Slowakia. "Saya gagal melatih tim dengan cukup baik, mereka tidak siap untuk laga sepenting ini," kata pria berusia 62 tahun itu yang posisinya sebagai pelatih Italia segera digantikan Cesare Prandelli.

Ini pengakuan jujur manajer tim. Dari seorang pemimpin. Lippi sungguh sosok pemimpin yang tabu mencari kambing hitam. Dia memikul seluruh tanggung jawab atas kegagalan timnya. Luar biasa! Dunia kiranya patut mengenang Lippi. Lippi yang rendah hati.

Tentang "tragedi Lippi" di South Africa 2010 ini, menarik nian pesan Bora Milutinovic. "Jangan pernah kembali ke tim yang sukses Anda tangani," kata Bora dengan rekor melatih timnas Piala Dunia lima negara berbeda, yaitu Meksiko, Kosta Rika, AS, Nigeria dan China. "Anda tidak mengulang sukses dengan tim yang sama dua kali," kata pemain legendaris Belanda, Johan Cruyff. Lippi mungkin ingin menumpas "mitos" bola semacam ini. Terima kasih Lippi! *

Pos Kupang, Sabtu 26 Juni 2010 halaman 1

Studi Banding ke Suku Boti...

NUNE Benu. Nama ini cukup melegenda. Membekas di sanubari warga Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) atau siapa pun yang pernah mengenal atau bersua dengannya. Pemimpin spiritual Suku Boti di pedalaman kabupaten itu telah mangkat pada 20 Maret 2005. Ia telah digantikan oleh putra mahkota bernama Nama Benu.

Meski ia telah menghadap Sang Khalik, namanya tetap abadi. Mengapa? Ketika orang mempertentangkan ajaran agama, soal tradisi, doktrin dan radikalisme agama, Nune Benu hidup tenang bersama pengikutnya yang animisme ini.

Ketika jagat ini ribut-ribut soal pemanasan global, Nune Benu bersama pengikutnya hidup di bawah rimbunan pepohonan hijau. Bebukitan pun dirawat agar tak gersang. Dan, air tentu saja tak pernah kering sepanjang musim. Sikap batin ini ia tunjukkan dan selalu memberi inspirasi kehidupan bagi kita. Dengan kata lain, kehidupan mereka tak pernah bergesekan baik dengan sesama maupun dengan alam sekitarnya.

Dekade lalu saat Nune Benu masih kuat, wawancara itu berlangsung. Tatapan matanya membersitkan kepemimpinan sejati yang diemban di tanah leluhurnya. Dengan tutur kata yang lembut, sorot mata yang membiaskan kemurnian dan ketulusan hidup, Nune Benu mewariskan keteladanan ini.

Wawancara saya bersama Ampera Seke Selan, S.H, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD TTS itu masih membayang. Lelaki berkonde itu sambil mengunyah sirih pinang mengatakan, mengapa mesti ribut-ribut soal agama?

Bukankah soal keyakinan adalah hubungan personal antara manusia dan penciptanya? "Banyak orang mengatakan bahwa kami tak punya agama. Tapi pertanyaan saya, mereka yang beragama justru sering melecehkan, saling berkelahi, bahkan saling membunuh. Kami di Boti hidup tenang dan saling menghargai," katanya sembari menyilahkan kami menikmati pisang rebus di siang yang terik itu.
Mengapa warga Boti hidup rukun? Nune Benu pun menjelaskan prinsip-prinsip dasar kehidupan suku yang berjarak 60 kilometer timur tenggara Kota SoE, Ibu kota TTS atau sekitar 170 kilometer timur Kota Kupang ini.

Menurut kepercayaan masyarakat suku Boti, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya di antara makhluk ciptaan lainnya. Menurut kepercayaan tersebut di dalam hidup ini manusia memiliki dua penguasa jagad yang harus ditaati, yaitu penguasa alam dunia yang disebut Uis Pah dan penguasa alam baka yang disebut Uis Neno.

Uis Pah dihormati dan disembah karena dialah yang menjaga manusia dan melindungi manusia dan seluruh isinya, sedangkan Uis Neno disembah karena peran-Nya yang menentukan apakah manusia masuk surga atau neraka. Oleh karena itu sesuai dengan ajaran yang dianutnya manusia Boti percaya bahwa apa yang diperbuat manusia selama hidup di dunia akan ikut menentukan jalan hidupnya di akhirat nanti. Sikap hidup baik dan benar semasa di dunia akan menuntun manusia kepada kehidupan kekal abadi di surga.

Nune Benu juga menyebut dalam hidup ini ada sembilan hari yang diyakini sangat penting. Ada Neon Kaet (hari keramat),

Neon Li'ana (hari anak), Neon Ai (hari api), Neon Onen (hari berdoa), Neon Masikat (hari bersaing), Neon Suli (hari salah paham), Neon Pah (hari berhala), Neon Besi (hari besi/logam) dan Neno Snasat (hari perhentian). Dan, hari-hari yang ditetapkan ini dijalani dengan sarat makna. Penuh ritual.

Nune Benu sebenarnya menjadi contoh, panutan dan teladan ketika kini kita masih terus mempersoalkan atau mempertentangkan keyakinan yang sebenarnya sudah final. Sudah harga mati. Mempersoalkan agama sama saja kita memicu keretakan yang tak berkesudahan. Kita boleh belajar dari kondisi negeri kita saat ini.

Perpecahan berlatarbelakang agama masih saja terjadi. Belum lagi upaya separatisme, memisahkan diri dari NKRI yang begitu kuat. Sungguh terasa akhir- akhir ini.

Yang patut menjadi diskursus adalah toleransi antarumat beragama. Di titik inilah barangkali kita duduk satu meja, satu atap untuk membedahnya. Mendiskusikannya. Dengan demikian kita akan saling memahami keanekaragaman ini dan berusaha menghindari bila terjadi gesekan-gesekan.

Begitu pula ketika alam kita terus dirusaki. Tengoklah ke suku "terasing" ini. Di sana antara manusia dan alam tak pernah ternoda. Tak ada "cekcok" atau perseteruan.
Kita di "belahan bumi" lain ini masih saja mempersoalkan hal-hal yang sepantasnya tak boleh. Seandainya Nune Benu masih hidup, kita patut melakukan studi banding ke kampung yang dikelilingi bukit dan ngarai itu.

Studi banding tentang harmoni kehidupan ini. Ternyata keteladanan, kepamongan, hidup bertoleransi masih banyak kita temukan di kampung-kampung. Nun jauh di sana seperti di Boti atau perkampungan adat Tamkesi di Kecamatan Biboki Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Kita yang tinggal di kota belajarlah tentang kebajikan yang kini perlahan tapi pasti terus meninggalkan kemanusiaan kita. Kita akhirnya menjadi manusia yang mirip "robot", tak punya mata hati.(Paul Burin)

Pos Kupang 26 Juni 2010 halaman 5

Kae Saat Orang Meninggal

MENANGIS bisa diartikan sebagai luapan perasaan. Tetapi itu tidak cukup. Manusia, ketika dilahirkan yang dilakukan pertama adalah menangis. Menangis pun diartikan dalam banyak versi.

Menangis bukan sekedar pelampiasan perasaan. Menangis merupakan reaksi atas tersentuhnya hati oleh sebuah kejadian. Arti air mata yang tercurah saat menangis merupakan ungkapan perasaan atas kebahagiaan, kekecewaan juga kesedihan. Tangis adalah anugerah bagi hidup dan hati agar senantiasa menyadari kemanusiaan yang begitu indah, tetapi lemah dan tak berdaya atas kuasa Tuhan.

Menangis bukanlah kesalahan yang harus dihakimi. Menangis itu kebebasan jiwa untuk mengungkapakan perasaan yang tersimpan, yang tersisa dan terbias di dasar keinginan. Lalu, mengapa kita menangis? Adakah manfaat air mata kita?

Dari semua arti menangis, ada yang unik dalam suku Timor Dawan. Hal ini khusus terjadi saat ada orang yang meninggal dunia. Menangisi saudara atau kerabat yang meninggal, tidak sekadar untuk menumpahkan kesedihan karena kehilangan. Orang dari luar suku Timor pasti akan heran melihat begitu histerisnya para ibu menangis. Tanpa air mata sekalipun, mereka bisa menangis berjam-jam tanpa henti.

Menangis atau dalam bahasa Dawan Timor artinya, kae, saat orang meninggal menjadi bukti kalau dia juga turut berdukacita. Namun, yang dimaksudkan di sini bukan menangis karena berdukacita, tetapi bagaimana teknik suku Timor Dawan 'menggugah' orang atau pelayat untuk ikut bersedih. Biasanya, seorang wanita setengah baya duduk dekat jenasah sejak meninggal hingga dikuburkan. Semua keperluannya mulai dari makan, minum, sirih pinang dan terkadang 'laru' (minuman keras lokal dari nira lontar atau kelapa) disediakan keluarga duka di bawah kaki tempat tidur jenasah.

Dia memiliki tugas yang tidak bisa dibilang ringan. Dialah yang dianggap paling mampu untuk menggugah kesedihan orang agar mau menangis. Begitu setiap pelayat memasuki tenda duka, dia harus menangis histeris tanpa ataupun dengan air mata. Bagaimana dia menggugah orang?

Sebelumnya, dia sudah harus tahu apa hubungan pelayat dengan orang yang meninggal dunia. Dari situ sambil menangis dia akan bercerita misalnya, mengapa kamu baru datang ketika dia sudah meninggal, sebelum meninggal dia tanya kamu dan sebagainya. Tidak hanya dengan kata- kata, sambil menangis dia akan melakukan gerakan-gerakan untuk meyakinkan pelayat bahwa orang yang meninggal tersebut memang perlu ditangisi.

Tidak sampai di situ. Barisan pelayat yang datang tidak asal-asalan. Yang berada di barisan paling depan, harus yang paling dituakan. Selain dituakan, dia juga harus mampu menangis, 'meski tidak sedih sekalipun dengan kematian orang yang dilayat.' Biasanya, suara tangisannya tidak boleh kalah tinggi dari mereka yang duduk mengelilingi jenasah.

Percaya atau tidak, tapi fenomena ini ada dan sudah sejak lama. Mereka akan 'merendahkan' orang yang datang melayat namun tidak menangis. Dan, mereka juga akan 'merasa bangga' karena lama atau paling keras saat menangis.

Masih ada banyak alasan dan keunikan lain yang bisa ditemukan dari fenomena menangisi orang mati di kalangan suku Timor Dawan. Ada yang sambil menangis mulai berhitung tentang hutang, pembagian harta, bahkan ada yang memarahi orang yang meninggal karena alasan tertentu. Yang pasti, dengan atau tanpa air mata, tangis saat orang meninggal tetaplah tangis yang mengekspresikan perasaan atas keadaan dan kenyataan. (Sipri Seko)

Pos Kupang 12 Juni 2010 halaman 5

Tanda Ritus dari Keo

MASYARAKAT Keo, terutama di Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Flores, mewarisi tradisi turun temurun hingga saat ini sebuah ritus adat yang disebut Tanda. Tanda, dapat diterjemahkan sebagai ritus larangan.

Ritus ini biasanya dipimpin oleh seorang tokoh adat yang diberi gelar Ine Tanda (Ibu Larangan). Ine tanda memiliki kewenangan untuk memimpin ritus ini dan juga menjadi hakim untuk menegakan aturan yang disepakati bersama bila ada yang melanggar.

Ritus Tanda biasanya dimulai pada masa-masa memulai musim tanam. Pada periode empat sampai enam bulan ditetapkan larangan-larangan bagi warga suku antara lain; larangan memanen kelapa, pisang, memotong kayu dan bambu.


Dengan dilakukannya Ritus Tanda, seluruh warga suku diharuskan untuk tidak melakukan hal-hal diatas termasuk berburu dan memotong kayu-kayu muda di hutan dan kebun-kebun bahkan di kebun atau ladang sendiri.Warga juga dilarang membakar hutan.

Ritus ini dilakukan dengan pemasangan semba, potongan daun kelapa yang digantungkan pada pinggir kampung maupun pada batas-batas kampung dimana tanda ini berlaku. Warga kampung akan secara proaktif memantau ketentuan bersama ini. Bila terjadi pelanggaran, warga akan melaporkan kepada Ine Tanda sebagai hakim tertinggi atau pemimpin adat. Ine Tanda selanjutnya akan memanggil seluruh warga kampung untuk berkumpul membahas pelanggaran dan hukuman yang harus ditetapkan. Orang yang melakukan pelanggaran harus menyiapkan babi besar dan beras untuk dimasak bagi warga kampung yang hadir. Jadi seperti acara makan gratis untuk warga kampung.

Dalam pertemuan itu akan ditetapkan hukuman yang disebut poke sengga (lempar dan tikam). Artinya, pelanggar harus menyiapkan babi besar bahkan jika pelanggaran sangat berat harus menyiapkan kerbau yang harganya saat ini bisa mencapai enam sampai tujuh juta rupiah. Pelanggar harus melaksanakan sanksi ini jika tidak ingin diekstradisi dari kampung halamannya sendiri.

Ketua LKMD Desa Mbae Nuamuri, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Benediktus Bude, dalam obrolan dengan Pos Kupang beberapa waktu lalu, mengatakan, ritus ini sebenarnya sangat berkaitan erat dengan upaya pelestarian lingkungan serta budaya hemat. Biasanya pada masa tanam warga berfoya-foya dengan makanan yang baru dipanen. Karena itu tanda diharapkan bisa mendorong warga untuk menghemat sehingga pada masa tanda ini berlaku tidak terjadi krisis pangan. Warga bisa bertahan selama kurun waktu tersebut dengan lumbung-lumbung yang dimiliki warga.

Dampak lain adalah kualitas hasil pertanian terutama pisang dan kelapa yang menjadi komoditi utama di wilayah pesisir selatan Nagekeo menjadi lebih baik. Kalau tidak ada tanda, ketika makanan habis warga akan mengambil pisang maupun kelapa sebelum belum masa panen. Hal ini juga berdampak pada nilai jual dari hasil bumi ini. Pisang maupun kelapa kalau diambil pada usia muda harganya menjadi sangat rendah ketika dibeli oleh para saudagar dari Bima maupun pesuruan. Bahkan, banyak pembeli yang datang dengan truk-truk untuk membeli pisang maupun kelapa dengan harga murah karena belum matang. Kelapa maupun pisang itu akan dibawa ke NTB, Denpasar dan Surabaya dalam keadaan sudah kuning sehingga seperti matang.

Dampak lain adalah warga tidak berburu atau membakar hutan pada masa larangan tersebut. Sehingga binatang buruan pun tidak segera musnah. Alam tetap terawat secara baik dan terutama ketika tanda di cabut mereka enggan berburu lagi atau bakar hutan karena ada persediaan makanan yang cukup baik pisang maupun kelapa yang dapat ditukarkan dengan jagung dan padi dari para petani di wilayah Tengah Nagekeo atau Ngada yang sangat cocok untuk tanaman jagung dan padi.

Jika ritus ini dipertahankan tentu akan sangat baik untuk ketahanan pangan, kelestarian lingkungan, menjaga mutu hasil bumi maupun prinsip hidup hemat selaras alam. (hermina pello)

Pos Kupang 5 Juni 2010 halaman 5

Angka 17


DALAM sepuluh bulan 17 orang tewas di lubang mangan. Apakah ini sekadar angka tak bermakna? Begitu isi pesan pendek yang beta terima akhir pekan lalu dari seorang teman. Beta tersentak. Pesan itu menikam kesadaran.

Sungguh mati, beta mungkin sama dengan tuan dan puan yang selama ini menganggap kematian di lubang mangan sebagai peristiwa biasa. Pesan pendek itu menggugat sikap kebanyakan kita yang melihat angka sekadar angka. Tanpa usaha memahami sesuatu yang lebih penting di balik angka-angka tertentu.

Sahabatku itu mengirim pesan setelah dia membaca berita tentang kematian tiga warga Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di lubang mangan 15 Juni 2010. Para korban adalah warga Desa Bakitolas, TTU, yaitu Oktovianus Sasi (38), Feliks Teti (40) dan Marsel Lafu (52). Ketiganya tertimbun tanah longsor saat menggali mangan pada kedalaman tujuh meter.


Dengan tambahan tiga korban jiwa tersebut, maka terhitung sejak tanggal 17 Agustus 2009 atau dalam tempo sepuluh bulan terakhir sudah 17 warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tewas saat menambang mangan. Data ini berdasarkan warta yang dirilis media massa. Patut diduga masih ada korban tewas atau luka-luka yang tidak terekspos. Pekerjaan pokok para korban adalah petani dan peternak. Di antara korban ada murid SD dan ibu rumah tangga yang sedang hamil tua.

Kisah tentang korban hamil tua sungguh menyayat hati. Hari Jumat 23 April 2010, Martinus Tili (32) dan istrinya Ida Alunpa (29) sama-sama menambang batu mangan. Pasangan ini adalah warga Kelurahan Mobeli, Kabupaten TTU. Demi sesuap nasi keduanya tidak memperhitungkan resiko terburuk.

Saat Martinus dan Ida asyik menggali mangan pada kedalaman 2,5 meter, salah sisi dinding lubang galian roboh. Suara batu dan tanah bergemuruh lalu terdengar jeritan lengking Ida Alunpa memanggil suami tercinta. Ida tertimbun reruntuhan. Martinus panik. Tangis Martinus membahana saat tangannya mengais tanah yang menimbun tubuh sang istri. Histeria Martinus memuncak kala tahu belahan jiwanya tak lagi mengembuskan napas. Ia mendekap erat tubuh Ida dengan air mata terurai. Ida pergi selamanya bersama anak ketiga dalam kandungannya.

Dari 17 korban tewas di atas, jumlah terbanyak di Kabupaten Kupang yaitu tujuh orang tewas disusul TTU dengan lima orang. Korban lainnya asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Belu dan Kota Kupang. Artinya nikmat mangan telah menelan korban jiwa di lima wilayah Timor Barat. Tujuh belas orang kehilangan nyawa dalam sepuluh bulan mestinya pantas dilukiskan sebagai malapetaka. Angka kematian tersebut membuat bulu kuduk berdiri. Rata-rata setiap bulan selalu jatuh korban jiwa. Gali mangan untuk kuburan sendiri. Ngeri kawan!

Data ini jelas bukan sekadar angka kematian. Namun, siapa peduli? Booming ekonomi mangan di Timor Barat benar-benar lepas kontrol. Pengambil kebijakan seolah tidak mau tahu dengan penderitaan masyarakat. Dan, tidak mau mencari tahu secara serius apa sesungguhnya yang dibutuhkan masyarakat bersamaan dengan nikmat mangan dua tahun belakangan.

Pengambil kebijakan di daerah hanya riang dan berlomba-lomba mengeluarkan izin kuasa pertambangan ataupun pertambangan rakyat tanpa memperhatikan dampak lingkungan serta dampak sosial dan ekonomi bagi warganya.

Tuan dan puan coba simak ini. Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi NTT, hingga bulan Mei 2010, terdapat 319 kuasa pertambangan di beranda Flobamora. Data tersebut masih sementara karena belum semua pemerintah kabupaten/kota melaporkan izin yang telah dikeluarkan kepada pemerintah propinsi di Kupang. Maklumlah di era otonomi daerah sekarang, bupati/walikota adalah "raja" di wilayah masing-masing. Lapor kepada pemerintah propinsi seolah tidak wajib dalam tata krama kepemerintahan NKRI.

Apakah semua izin kuasa pertambangan itu sesuai ketentuan dan prosedur? Belum tentu. Tidak sedikit yang menghalalkan segala cara untuk menarik keuntungan dari penerbitan izin. Ada yang tega memanipulasi izin sehingga seolah-olah diterbitkan sebelum kewenangan izin tambang ditarik kembali pemerintah pusat tahun 2009.
Sekadar contoh, hari-hari ini Pansus DPRD TTU sedang giat bekerja menelusuri izin kuasa pertambangan. Di TTU ada 82 izin pertambangan dari pemerintah.

Kesimpulan sementara Pansus, tidak ada satu pun izin itu melalui prosedur yang benar. Bukan muskil hal yang sama juga terjadi di daerah lainnya. Salah urus benar-benar lekat dengan wajah Flobamora. Tapi siapa pernah merasa malu? Huh!! Kampung besar kita terkenal tebal muka.

Jumlah 17 itu bukan angka yang kecil. Itu tragedi yang nyata terjadi di depan mata. Dampak sosial ekonomi mangan sungguh menggetarkan hati. Jika kurang percaya, cobalah tengok kehidupan di pedalaman Timor sekarang. Demi mangan yang mudah mendapatkan rupiah ketimbang berkebun atau piara ternak, orang kita rela berhari-hari menggali perut bumi demi menemukan batu hitam bernama mangan.

Mereka melubangi dinding bukit dengan peralatan seadanya. Tinggal berhari-hari di bawah tenda, tidur beralaskan tikar dan makan ala kadarnya. Tak jarang mereka jatuh sakit, terutama balita, anak-anak dan kaum perempuan yang ikut menambang.

Derajat kehidupan mereka tidak serta merta terdongkrak dengan menjual batu seharga Rp 350-Rp 400 per kilogram. Keuntungan lebih besar bahkan berlipat ganda tetap milik para cukong dan perusahaan pemegang izin kuasa pertambangan.

Di manakah mereka ketika korban berjatuhan? Di mana orang-orang yang rajin mengeluarkan izin kuasa pertambangan? Dengan profil salah urus yang semakin akut dan kronis di kampung kita, beta yakin satu hal booming tambang mangan di beranda Nusa Tenggara Timur bukan jawaban atas kemiskinan para kekasih, saudara dan famili kita. Turut berduka cita untuk 17 korban tewas di lubang mangan. Beristirahatlah dalam damai! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 21 Juni 2010 halaman 1

Lupa Otak

Oleh Dion DB Putra

NAMANYA Sara Carbonera. Cantik? Ya, pastilah! Carbonera adalah reporter stasiun televisi Telecinco. Usai pertandingan Spanyol melawan Swiss di Durban, Rabu (16/6/2010), Sara Carbonera dengan sangat meyakinkan mewawancarai kiper sekaligus kapten tim Spanyol, Iker Casillas.

Wawancara Carbonera dari Durban ditayangkan secara langsung ke Spanyol. "Itulah sepakbola. Kami telah bertanding dengan kemampuan terbaik, tapi lawan lebih beruntung malam ini dan kami kalah," kata Casillas. Fans La Furia Roja rupanya tidak puas dengan jawaban Casillas. Apapun alasannya kekalahan Spanyol 0-1 sungguh menyesakkan dada mereka. Tak terbayangkan tim juara Eropa 2008 dengan komposisi tim terbaik justru gagal meraih kemenangan penting pada laga perdana Grup H.

Gosip dan rumor pun berembus kencang di Spanyol. Sara Carbonera yang tidak lain adalah kekasih Iker Casillas dituduh sebagai biang kerok keruntuhan Spanyol. Sara Carbonera mulai menarik perhatian media Spanyol dan Eropa sejak dia berkencan dengan Casillas saat berlangsung Piala Konfederasi di Afrika Selatan tahun lalu. Ketika itu Spanyol keok 0-2 melawan Amerika Serikat (AS) di semifinal.

Bumbu gosip makin panas karena keikutsertaan pacar atau istri pemain bukan hal lazim di tim nasional Spanyol. Apalagi untuk event segenting Piala Eropa atau Piala Dunia. Maka kehadiran Carbonera di South Africa 2010 menimbulkan kontroversi dan perdebatan seru. Pendukung Spanyol menuduh konsentrasi Casillas buyar gara- gara keberadaan sang kekasih di sampingnya. Sara Carbonero dianggap gagal memberi peneguhan kepada kapten El Matador itu hingga timnya kalah.

Pada detik-detik akhir duel Spanyol vs Swiss Rabu lalu, lebih dari tiga kali kamera televisi menyorot wajah Carbonera di tribun stadion yang sedang gundah. Selama di Afrika, wanita berusia 25 tahun itu memang selalu dekat dengan Casillas.

Carbonera berang karena dituding seperti itu. Dia datang ke Afrika Selatan bukan untuk mendampingi Casillas melainkan demi tugas jurnalistiknya sebagai reporter Telecinco. "Saya menggangu tim? Itu omong-kosong. Apakah mereka (yang menuding) lupa menggunakan otak?" kata perempuan yang dinobatkan sebagai jurnalis terseksi di dunia dalam wawancara seperti dikutip Daily Mail.


Spanyol kalah, Sara Carbonera didamprat. Waw! Begitulah sepakbola. Penalaran kerap terabaikan. Lebih banyak orang menonjolkan rasa. Atau mengutip kata-kata Carbonera: Lupa otak. Terlalu sederhana menimpakan kegagalan Spanyol pada Carbonera. Jika memakai otak fans Spanyol tidak patut melakukan itu. Toh Spanyol belum kiamat. Masih ada dua pertandingan melawan Chili dan Honduras.

Kemungkinan lolos tetap terbuka kendati Swiss dan Chili sudah mendulang tiga poin, sementara Spanyol dan Honduras masih nol besar. Lihat saja Jerman yang perkasa menggilas Australia. Tadi malam justru menyerah 0-1 atas Serbia.

Lupa otak ketika memuja bola memang telah menelan korban sejak lama dan selalu terulang. Di Piala Dunia 2010 sekarang korban nyawa dan harta pun telah berjatuhan. Gara-gara rebutan remote control TV untuk menonton siaran langsung Piala Dunia 2010, David Makoeya (61) meregang nyawa.

Pria sepuh dari desa kecil di Makwea, Propinsi Limpopo, Afrika Selatan itu dipukul sampai mati oleh istri dan anaknya saat laga Jerman kontra Australia, Minggu (13/6/2010) lalu. Saat duel hendak berlangsung, David Makoeya ngotot supaya saluran televisi diganti. Pada saat itu istri Davie Makoeya yakni Francina (68) bersama dua anaknya, Colin (36) dan Lebogang (23) sedang asyik menikmati acara siraman rohani.

Istri dan kedua anaknya bersikeras mempertahankan acara yang sedang ditontonnya. David Makoeya berang. Ia berusaha merebut remote dari tangan sang istri. Aksi saling rebut tak terhindarkan. Francina mencabik wajah suami. David membalas. Melihat kejadian itu Collin dan Lebogang membantu ibunya memukuli sang ayah hingga tewas.

"Tampaknya, mereka membenturkan kepala David ke tembok," ujar juru bicara kepolisian Mothemane Malefo seperti diberitakan Associated Press. Setelah kejadian itu, Francina, Collin dan Lebogang ditangkap polisi. Orang bakubunuh gara-gara sepakbola seperti yang menimpa David Makoeya bukan baru pertama kali. Sudah banyak korban dengan modus serupa.

Korban Piala Dunia 2010 lebih dulu menggemparkan Bangladesh. Kerusuhan meledak di ibukota Dhaka, Sabtu (12/6/2010) lalu gara-gara listrik mati saat warga sedang menonton laga pembuka antara Meksiko vs Afrika Selatan. Fans bola yang marah menyerang beberapa pusat pembangkit listrik dan merusak 20 kendaraan. Sekitar 30 orang terluka.

Petinggi PLN Bangladesh pusing tujuh keliling karena kekurangan daya -- mirip betul dengan kondisi di Indonesia. Solusi darurat harus diambil. Kementerian Listrik dan Energi Bangladesh turun tangan. Mereka perintahkan semua pusat perbelanjaan di Kota Dhaka tutup petang hari agar pecandu sepakbola dapat menyaksikan Piala Dunia di televisi tanpa kekurangan daya listrik. Perintah yang sama berlaku untuk sekitar 5.000 pabrik dan industri. Gila!

"Kami minta agar dipatuhi demi keamanan menyaksikan Piala Dunia," kata Mohammad Afrazur Rahman, juru bicara Kementerian Listik, Energi dan Sumber Mineral Bangladesh. Pengusaha jelas dirugikan. Tapi demi keselamatan mereka terpaksa menuruti tuntutan masyarakat gila bola di negeri itu.

Bola yang bikin gila kerap menomorsekiankan pertimbangan akal sehat. Sudah berulangkali terjadi tragedi memilukan gara-gara bola. Hari Rabu tanggal 16 Oktober 1996 sebanyak 82 orang tewas dan 180 cedera ketika penonton berdesak- desakkan di Stadion Mateo Flores, Guatemala. Kala itu berlangsung pertandingan babak penyisihan Piala Dunia 1998 antara Guatemala melawan Costa Rica.

Kebanyakan korban tewas karena kekurangan oksigen akibat tertimbun tubuh penonton lain. Entah bagaimana awalnya, serombongan penonton di atas tangga stadion tiba-tiba menjatuhi penonton di bawahnya dan terjadilah saling injak.
Jumlah penonton melebihi kapasitas stadion bertempat duduk 45.000 dan banyak orang masuk tanpa tiket. Pihak keamanan sudah berusaha membatasi, tapi mereka tak sanggup menahan ribuan penonton yang merangsek masuk ke stadion.

Jauh sebelum itu dunia bola mengenang tragedi Heysel saat partai final Piala Champions (kini Liga Champions) Eropa tahun 1985 antara Liverpool melawan Juventus. Kemenangan Juventus 1-0 kala itu harus dibayar mahal dengan kematian 39 orang, kebanyakan fans Italia. Mereka tewas karena tembok stadion Heysel di Brussels-Belgia roboh akibat serangan fans Liverpool yang tidak kebagian tiket. Fans Inggris memang terkenal pongah dan lebih andalkan otot ketimbang otak.

Demikian secuil litani berdarah dalam sejarah bola sejagat. Tidak terkandung maksud untuk menakut-nakuti. Hanya mengingatkan bahwa bola tak selalu berwajah elok penuh pesona. Tak melulu tentang keindahan dan sukacita. Sepakbola juga dapat menebar bencana dan air mata. Orang bisa kehilangan nyawa gara-gara gila bola sampai lupa menggunakan otak seperti omelan si jelita Sara Carbonera yang dengan kejam dituduh sebagai biang kejatuhan La Furia Roja.*

Pos Kupang 19 Juni 2010 halaman 1

Kehilangan Nyawa

Oleh Dion DB Putra

PIALA Dunia 2010 mulai memasuki saat-saat yang menentukan. Enambelas tim segera mengepak barang dan pulang ke kampung halaman. Mereka merupakan korban pertama dari ziarah panjang menuju yang terbaik.

Dari enambelas tim akan berkurang lagi delapan tim. Delapan menjadi empat, empat menjadi dua dan dari dua tim akan hanya satu kesebelasan yang bakal tercatat dalam sejarah sepakbola Piala Dunia. Tercatat sebagai juara. Maka bersiaplah untuk menangisi kegagalan. Juga berpesta bersama pemenang.

Fase penyisihan grup telah diwarnai kejutan demi kejutan. Tim unggulan tumbang. Yang biasa-biasa saja tampil meyakinkan dengan meraih hasil yang dibutuhkan untuk tetap bertahan di panggung Extravaganza South Africa 2010.

Dua raksasa Latin Amerika, Argentina dan Brasil mempertahankan martabatnya sebagai bintang. Inggris dan dan juara bertahan Italia mati angin. Belanda lumayan mooy, Jerman labil dan Perancis menjadi contoh bening tentang pasukan megabintang yang gagal sebagai tim.

Demikian pula dengan Pantai Gading yang justru rapuh saat mengaum di tanah air sendiri. Kamerun yang dulu menakutkan dunia, kini lunglai tak berdaya. Tercatat sebagai tim pertama yang tersingkir. Piala Dunia 2010 merupakan yang pertama di Afrika dalam 72 tahun sejarah Piala Dunia, tetapi enam wakil Afrika belum membanggakan benua hitam.

Menarik nian menyimak kegagalan Perancis. Mengapa Les Bleus hancur berkeping-keping? Sebagai mantan juara Piala Dunia dan juara Eropa, runner-up Piala Dunia 2006 dan beranggotakan pemain papan atas di Eropa, tim Ayam Jantan tidak seharusnya berakhir secara tragis seperti itu. Tersingkir di penyisihan grup dengan rekor dua kali kalah dan sekali seri. Prahara Piala Dunia 2002 terulang! Tidak hanya itu. Yang lebih memalukan perpecahan tim Les Bleus tersaji secara telanjang di mata publik sejagat.

Bagi mereka yang tekun mengikuti kiprah sepakbola Perancis, kehancuran juara Piala Dunia 1998 itu tidak terlalu mengejutkan. Toh Perancis memang tidak layak menjadi finalis musim ini. Mereka lolos ke South Africa 2010 dengan kecurangan yang akan dikenang rakyat Irlandia selamanya.
Thierry Henry mengontrol bola dengan tangan sebelum mengirim umpan kepada William Gallas untuk mencetak gol ke gawang Irlandia dalam laga playoff bulan November 2009. "Saya jujur, itu adalah handsball, tetapi saya bukan wasit," kata Henry seusai pertandingan kala itu.

Faktor lain yang lebih penting adalah Perancis sudah lama kehilangan nyawa tim. Perpecahan hebat itu terjadi karena tak ada pemain yang punya aura kepemimpinan. Tidak ada jenderal baik di dalam maupun di luar lapangan. "Pemain Perancis egois. Mereka tidak bisa menjadi tim yang solid," kritik Zinedine Zidane saat Perancis bermain 0-0 melawan Uruguay.
Sejak Zidane pensiun usai menanduk dada Marco Materazzi di grandfinal Piala Dunia 2006 melawan Italia, Raymond Domenech gagal menemukan pengganti Zidane sebagai "roh" kesebelasan tim Ayam Jantan.

Pelatih Domenech yang terkenal sombong dan keras kepala itu sempat berharap pada Thierry Henry dengan menyerahkan ban kapten kepadanya. Tapi takdir sejarah Thierry Henry rupanya sekadar pekerja yang ulet, bukan pemimpin tim di lapangan. Sebagaimana dalam struktur kemiliteran, tidak banyak orang mampu mencapai kehormatan sebagai jenderal apalagi Kaisar Bola seperti legenda hidup Jerman, Franz Beckenbauer. Di Euro 2008, Perancis gagal total tapi Domenech tidak cepat sadar.

Publik Perancis juga sempat menaruh harapan pada figur Franck Ribery. Lagi-lagi Ribery terlalu jauh untuk menyamai aura kepemimpinan Zidane. Ribery boleh saja disebut nyawa tim di level klub. Bukan untuk tim nasional.

Kenyataan itu pula kiranya yang menimpa tim Inggris yang tampil mati angin di Piala Dunia 2010. Sejak David Beckham mundur, Inggris kehilangan pemimpin dan motivator tim di lapangan. Figur pemimpin itu sempat merekah dalam diri
John Terry yang juga Kapten Chelsea. Tapi skandal seks Terry
dengan Vanessa Perroncel, mantan kekasih bek klub Manchester City, Wayne Bridge merusak reputasinya.

Kemolekan tubuh Vanessa yang model pakaian dalam itu meruntuhkan kepercayaan publik terhadap Terry hingga Pelatih Fabio Capello mencopot ban kapten dari lengannya menjelang Inggris terbang ke Afrika Selatan. Kapten Inggris diserahkan kepada Steven Gerrard. Sayang sekali, Gerrard sekadar nyawa klub Liverpool, bukan roh kesebelasan The Three Lions.
Menjadi nyawa timnas tidak bisa instan. Butuh ujian demi ujian.
Dan nyawa sebuah kesebelasan tidak harus memikul ban kapten.

Di tim Argentina 2010 tak pelak lagi yang menjadi nyawa tim adalah Lionel Messi. Messidona! Messi belum mencetak gol sejauh ini tetapi dari kaki Messi pula lahir gol demi gol Argentina. Ketika Maradona menyerahkan ban kapten kepada Messi saat melawan Yunani dua hari lalu, itu menggenapi pentingnya Messi bagi tim Tango. Di tim Brasil figur itu ada dalam diri Kaka. Kehadiran Kaka selalu memompakan semangat tanding berlipat ganda bagi tim Samba. Banyak bintang di tim Selecao, namun pesona Kaka tak terkalahkan.

Di tim Azzurri Italia figur itu ada dalam diri Andrea Pirlo, bukan kapten Fabio Cannavaro yang sudah di remang senja. Pirlo absen karena cedera, Italia tampil jauh dari form terbaiknya. Pirlo bukan kapten. Tapi sejak Paolo Maldini pensiun aura kepemimpinan itu hanya terpancar dari Pirlo, baik di klub AC Milan maupun timnas. Totti sempat disanjung sebagai calon pengganti Maldini. Sejarah kemudian membuktikan, Totti hanyalah Pangeran Roma bukan Santo bagi Squadra Azzura.

Belanda 2010 beruntung memiliki Wesley Sneijder yang mengulang romantisme tendangan gledek ala Ronald Koeman. Jerman jelas sangat kehilangan Michael Ballack. Joachim Loew tidak memungkiri itu. Buktinya jelas. Jerman yang perkasa menggasak Australia 4-0 di laga pertama, tampil tidak konsisten dan gagal melawan Serbia.

Tim muda Jerman begitu labil. Philip Lahm minim pengalaman menghadapi pertandingan super ketat seperti Piala Dunia. Kans itu ada dalam diri Bastian Schweinsteiger sebagai mesin penggerak serangan Jerman dari lini tengah. Namun, Bastian belum patut disandingkan dengan Ballack.

Uruguay punya Diego Forlan. Meksiko miliki Rafael Marquez. Tim Paman Sam Amerika Serikat bersyukur dikaruniai roh kesebelasan lewat Landon Donovan. Donovan adalah salah seorang pemain terbaik yang pernah dimiliki negeri adi daya tersebut. Piala Dunia 2010 terus bergulir. Siapakah di antara roh kesebelasan itu mampu bertahan hingga puncak?*

Pos Kupang 24 Juni 2010 halaman 1

Jumlah Penduduk NTT 4,7 Juta

KUPANG, POS KUPANG.Com --- Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memprediksi jumlah penduduk NTT mengalami peningkatan. Sebelumnya tahun 2009, total penduduk NTT sebanyak 4,6 juta, namun sesuai hasil sensus penduduk 2010 naik menjadi 4,7 juta lebih.

Hal ini disampaikan Kepala BPS Propinsi NTT, Ir. Poltak Sutrisno Siahaan, ketika ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Rabu (23/6/2010). Poltak menjelaskan, jumlah penduduk NTT sesuai data BPS tahun 2009 sebanyak 4,6 juta jiwa. Dan setelah dilakukan Sensus Penduduk (SP) 2010 yang dimulai 1 hingga 31 Mei 2010 lalu, diprediksi jumlah itu meningkat atau bertambah sekitar 100.000 lebih jiwa penduduk.

"Memang ada penambahan penduduk setelah sensus. Namun angka pastinya belum kita tahu, karena saat ini petugas BPS NTT masih lakukan 'konsistensi terhadap data dari 21 kabupaten/kota di NTT. Kita akan umumkan hasil sensus sesuai jadwal nasional," kata Poltak.

Dikatakannya, sesuai jadwal nasional, sensus penduduk baru diumumkan pada bulan Agustus 2010 mendatang, setelah pidato Presiden RI pada 16 Agustus 2010. Sementara NTT pada 17 Agustus 2010. Data yang akan diumumkan hanya berupa data jumlah penduduk NTT berdasarkan jenis kelamin. "Setiap tahun tentu ada peningkatan. Meski begitu, penduduk di NTT banyak yang ke luar daerah, terutama perempuan sebagai tenaga kerja dan sebagian sekolah dan mencari pekerjaan di luar daerah yang kemungkinan tidak terdata pada sensus penduduk 2010," katanya.

BPS NTT saat ini, lanjutnya, sedang dalam proses konsistensi dan pengecekan data yang sudah masuk, terutama jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, agar semua data dipastikan akurat.

Menurut dia, BPS sejak 1 hingga 15 Juni membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengadu, karena mungkin belum terdata atau terlewati saat pendataan berlangsung. "Kita berterima kasih kepada seluruh masyarakat NTT yang sudah mendukung atau berpartisipasi menyukseskan sensus penduduk 2010," ujarnya. (yel)

Kota Kupang Naik 13 Persen

SEMENTARA itu, jumlah penduduk di Kota Kupang mengalami peningkatan 13 persen. Sebelumnya, berdasarkan data tahun 2009 jumlah penduduk Kota Kupang 291.474 jiwa, dan setelah sensus 2010 diprediksi naik 13 persen.

"Data terakhir di Kota Kupang terdapat 291.474 jiwa, dan hasil sensus naik menjadi 335.000 lebih. Ini karena Kota Kupang sebagai Ibu kota Propinsi NTT, juga sebagai kota perdagangan, pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan lain sebagainya.

Faktor-faktor ini mempengaruhi pertumbuhan penduduk yang urbanisasi ke Kota Kupang untuk bekerja, sekolah dan lain- lain," jelas Kepala BPS Kota Kupang, Ir. Adi Manafe, M.Si.
Dikatakannya, sesuai data sensus yang ada, jumlah penduduk Kota Kupang pasti meningkat tajam akibat adanya urbanisasi penduduk. (yel)

Pos Kupang 24 Juni 2010 halaman 3

Bolakada


MUMPUNG lagi demam kejuaraan sepakbola Piala Dunia 2010, maka izinkan beta hari ini menyapa tuan dan puan dalam bahasa bola saja. Toh bahasa bola itu bahasa makhluk bumi. Bahasa yang mudah dimengerti oleh umat manusia sejagat.

Kalau di Afrika Selatan demam bola baru saja dimulai sejak tiga hari lalu, kita yang menghuni beranda rumah Nusa Tenggara Timur sudah lama mengalami demam. Namanya demam pemilu kada yang bergulir sejak awal tahun hingga babak final 3 Juni 2010. Maklum kompetisinya berlangsung sangat seru.

Sudah menjadi rahasia umum dari enam partai final pemilu kada Flobamora musim ini baru lima partai yang terselenggara. Satu partai final tertunda gara-gara pemain, wasit, asisten wasit dan pengawas pertandingan `bakulipat' sendiri sehingga terjadi kericuhan. Partai final di ujung timur Flores sana tertunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ya sudah. Tunggu saja ending-nya seperti apa!


Begitulah wajah kita. Antara pesta demokrasi dan pesta bola mirip nian. Lebih kerap berakhir ricuh. Akar musababnya enteng ditebak. Bisa jadi karena wasit tidak profesional dan memuja KKN. Demikian pula dengan pemain sehingga bukan bola pemilu kada yang ditendang, tetapi tubuh lawan yang disikat. Namanya saja pemain bola tapi perilaku di lapangan adalah petinju, kenshi, pesilat atau karateka. Bahkan kerap bertingkah seperti pendekar mabuk yang omong tak tak karuan. Memaki dan menghujat seenaknya saja.

Sekarang kita coba menganalisis hasil lima partai final memakai bahasa bola. Sama seperti Piala Dunia sepakbola, hasil akhir kejuaraan pemilu kada di beranda Flobamora susah ditebak dan penuh kejutan. Tuan dan puan mungkin tidak pernah membayangkan dari lima partai final itu, tiga tim juara bertahan tumbang dengan hasil buruk. Hanya dua tim juara bertahan yang sanggup mempertahankan gelarnya. Putaran final paling alot justru terjadi di tanah Sumba. Selain juara bertahan gugur di babak awal, partai final bahkan belum menghasilkan tim pemenang. Ada dua tim yang akan melewati masa perpanjangan waktu untuk menentukan sang juara.

Dengan kualitas tim dan individu sangat berimbang, siapa pun sulit menebak dengan jitu pemenang dari laga perpanjangan waktu nanti. Sebagaimana terjadi dalam pemainan sepakbola, masa perpanjangan waktu butuh konsentrasi tinggi. Tuan dan puan tidak boleh lengah sedetik pun.

Menarik perhatian mengapa tiga tim juara bertahan kok bisa gagal? Menurut kamus bolakada eh... maksudku bolakaki, mempertahankan gelar memang jauh lebih sulit ketimbang berjuang meraih gelar juara. Hal semacam itu lumrah dalam suatu kompetisi. Jadi tidak perlu disesali secara berlebihan atau menunjuk hidung orang lain sebagai sumber kegagalan. Itu hanya membuang energi. Jika penyesalan berkepanjangan, badan tuan bisa kurus dan jatuh sakit. Ongkosnya akan jauh lebih mahal. Kalau sampai terjadi demikian ganti saja nama tuan menjadi Gatot. Gatot = Gagal total! Janganlah. Dunia tak cuma selebar daun telinga, kawan.

Dalam kejuaraan sepakbola, juara bertahan tersingkir dari arena merupakan peristiwa biasa. Banyak sekali faktor penyebab. Kegagalan bisa terjadi karena kesalahan strategi, taktik dan teknik di medan tempur. Boleh jadi karena juara bertahan menganggap remeh lawan tanding atau percaya diri berlebihan. Terlalu rajin berkeliling sambil tepuk dada dan omong besar.

Faktor lain adalah beban mental yang sangat berat. Tuntutan harus menang menyebabkan tim juara bertahan bermain tidak rileks. Juara bertahan pun sering lupa diri. Lupa bahwa sebagai juara bertahan tak ada lagi yang tertutup tentang dirinya. Segala kekuatan dan kelemahan sudah dibaca calon lawan. Lawan akan memanfaatkan titik lemah guna meraih kemenangan. Dalam kejuaraan pemilu kada faktor seperti ini juga berlaku.

Bagaimana dengan tim juara bertahan yang sanggup melanjutkan kehormatannya sebagai jawara? Tentu saja mereka bermain cantik dan mampu memikat hati penonton. Selain strategi, taktik dan teknik prima, tim juara bertahan sanggup merawat harmonisasi permainan sehingga soliditas tim dan kecakapan individu tidak tergoyahkan oleh gangguan apapun. Sebagai pemain mereka bermain secara profesional. Mereka mampu menjaga ritme. Kapan menyerang total, kapan bertahan dan kapan harus mematikan musuh.

Meminjam idiom bola, mereka tahu betul kapan meliuk-liuk laksana balerina, kapan bergoyang samba, tango atau lambada. Dan, kapan waktu yang tepat memainkan cattenacio, total football, kick and rush atau mem-panser lawan sampar terkapar.
Kebanyakan tim juara tersungkur dengan muka buruk karena cenderung menyerang total lawan hingga lupa bertahan. Saat lawan counter attack atau serangan balik, gawang sang juara kebobolan. Menyesal kemudian tiada guna.

Selain juara bertahan tumbang atau tetap berjaya, kompetisi sepakbola pun selalu menghadirkan tim kuda hitam atau tim kejutan. Di arena Piala Dunia 2010 yang baru bergulir empat hari tuan dan puan memang belum melihat tim kuda hitam. Tapi percayalah, kuda hitam itu bakal hadir dalam hari-hari mendatang.

Bagaimana dengan kompetisi pemilu kada di beranda Flobamora? Aih, kalau yang itu tidak perlu beta uraikan panjang lebar lagi. Toh tuan dan puan sudah melihat sendiri kuda hitam yang menjungkirbalikkan ramalan.

Sekian lama mereka dipandang sebelah mata. Tidak digubris dan dianggap bisa. Eh...ternyata mayoritas rakyat memberi kepercayaan kepada mereka sebagai pemimpin daerah lima tahun ke depan. Ya, selamat deh buat pemenang. Hidup ini bergulir seperti bola. Ada waktu di atas, ada saat mencium tanah.

Bagaimana perasaan mereka yang kalah? Bagaimana mereka mengisi hari-harinya sekarang. Apakah sedang menghitung utang atau kerugian materi yang dikuras pemilu kada? Huss... jangan tanya perkara itu kepada beta karena beta lagi demam bola dan hanya mau menonton Piala Dunia. Titik! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 14 Juni 2010 halaman 1

Menikmati Ketelanjangan

Oleh Dion DB Putra

KETIKA Piala Dunia 2010 mulai bergulir di Afrika Selatan hari ini pastilah ada yang berubah dalam ritme hidup keseharian kita. Kita akan menunggu 30 malam dengan penuh kerinduan. Malam yang panjang. Sebagai penggemar sepakbola Anda akan menanti dengan cemas, sabar dan gelisah bukan?

Tatkala 32 tim mulai mempertontonkan kecakapan, kecerdikan, dan selera seni mereka di lapangan hijau Afrika, kita merasakan betapa dekatnya bumi Bafana- Bafana. Jarak dengan Afrika Selatan akan terasa lebih dekat ketimbang Besikama di Belu Selatan atau Bu Selatan di Sikka. South Africa 2010 kini ada di kamar tidur atau ruang keluarga kita. Teknologi televisi sungguh menihilkan jarak. Afrika Selatan akan menjadi fokus perhatian selama sebulan. Luar biasa!




Pertanyaan yang selalu mengusik adalah, ada apa dengan bola? Mengapa dia menghipnotis dunia tak habis-habisnya? Menghibur dan atau membuat orang menangis dalam waktu bersamaan, cuma beda tempat, warna kulit serta usul-asal?
Percayalah tidak ada jawaban yang benar-benar tepat sampai hari ini. Silakan membaca segala referensi dari para analis atau pakar sepakbola terkemuka dunia, tak mungkin menemukan jawaban yang sungguh tepat.

Gara-gara bingung mendapatkan jawaban itu, seorang rekan delapan tahun silam -- saat Piala Dunia berlangsung di Korea Selatan dan Jepang -- enteng saja berkata begini, "Orang suka bola karena dia telanjang."

Waw! Sungguh ocehan sekenanya. Tapi ocehan yang menggelitik manakala kita sungguh menilai bola. Toh benda bundar dengan berat cuma 16 ons itu memang tak pakai apa-apa. Tanpa baju. Tanpa celana. Telanjang bulat. Ketelanjangan bola menyentuh sesuatu yang sangat mahal dalam hidup kita, yakni spontanitas dan kejujuran.

Anda rela begadang sampai malam larut demi menonton bola tanpa rekayasa bukan? Bola selalu mensyaratkan kejujuran. Kalah ya kalah. Kekalahan diterima dengan jiwa besar. Kalau menang karena memang tim pemenang itu bermain lebih baik. Tentu beda dengan 'kejuaraan politik' bernama pemilu kada di kampung halaman kita. Kekalahan mesti diwarnai kambing hitam, menuding atau menghujat.
***
DALAM permainan bola tidak ada tempat untuk tipu-menipu. Tidak bisa 'main mata' seenak perut. Sepandai-pandainya Anda menipu bakal ketahuan juga. Ketelanjangan bola sungguh 'menelanjangi' segala bentuk ketidakjujuran.

Maka berbahagialah kita karena kembali menikmati kejuaraan sepakbola terakbar empat tahunan bernama Piala Dunia. Mulai malam ini penggemar sepakbola sejagat kembali dihibur pesta bola sebulan penuh. Mari menikmati keindahan bola yang telanjang bulat. Ketelanjangan yang menghipnotis siapa saja. Menarik minat semua orang tanpa bedakan kasta. Dia melintasi keragaman suku, agama, ras dan golongan. Ketelanjangan yang mempersatukan.

Ketelanjangan bola tidak porno tapi merangsang. Membuat bulu kuduk berdiri, bikin adrenalin bekerja ekstra. Tegang! Bola memantik tangis dan tawa. Ketelanjangan bola adalah ketelanjangan tanpa rekayasa. Jelas beda dengan adegan hot Luna Maya, Cut Tari dan Ariel Peterpan yang kini menggegerkan 'republik mesum-munafik' Indonesia.

Sepakbola, cabang olahraga terpopuler sejagat yang bakal kita nikmati melalui Piala Dunia 2010 tidak semata tontonan. Sepakbola juga mengandung ilmu, strategi, teknik dan taktik. Lewat penampilan satu tim misalnya, kita bisa belajar tentang solidaritas, kekompakan, kerja sama tim dan aksi individu yang memiliki kecakapan, pengetahuan serta apresiasi seni. Seniman bola! Juga di sana ada penghormatan terhadap hukum, nilai-nilai etis dan moral.

Pemain bola tidak asal sepak laksana mahasiswa kita yang doyan tawuran, tidak asal sikut seperti kebanyakan elit politik kita menguber kursi, tidak berpikir kerdil kekanak-kanakan seperti segelintir orang yang disebut pemimpin. Di lapangan bola, bola disepak dengan tertib, kulit bundar ditendang dengan menaati rule of the game.

Kecurangan, keserakahan, ketidakjujuran atau kepongahan akan gampang terdeteksi dan mendapat sanksi tegas. Ruang improvisasi tim dan individu terbuka luas. Di sana ada kebebasan berekspresi dengan tidak menginjak norma. Yang culas akan menerima hadiah kartu kuning dari sang pengadil. Yang serakah dan curang, dengan sendirinya terusir dari lapangan sambil mengusung kado kartu merah. Wasit yang mempratekkan KKN tak mungkin luput dari penilaian orang banyak dan ia pasti dilindas hukum fair play.

Melalui Piala Dunia 2010 kita bisa belajar banyak hal, termasuk belajar untuk jujur dan solider. Belajar tentang ketelanjangan. Selamat datang Piala Dunia! *

Pos Kupang 11 Juni 2010 halaman 1

Susana


SUSANA Nome telah pergi untuk selama-lamanya. Dia tak mau makan dan minum sejak rumahnya dibongkar paksa Satpol PP Kota Kupang dengan alasan pembangunan RSU Kota Kupang 11 Mei 2010. Bak disambar petir di siang bolong, rumah yang ditempati sejak 1990 rata dengan tanah tak tersisa apapun. Karena alasan "pembangunan" rakyat jadi korban. Selamat jalan Mama Susana.

Demikian pesan singkat (SMS) yang masuk ke ponselku pekan lalu. SMS dari sejumlah teman di Kota Kupang. SMS berantai ini mungkin juga masuk ke ponsel tuan dan puan. Terkejut? Ya pastilah. Tidak dinyana, penggusuran rumah di Pasir Panjang awal Mei 2010 menyisakan kisah pilu tentang Susana.

Nenek Susana (83) meninggal dunia hari Kamis 3 Juni 2010 sekitar pukul 12.00 Wita di dalam tenda yang dijadikan rumah di lokasi bekas penggusuran. Beberapa saat kemudian jenazah Susana baru dibawa ke rumah Sius Tabun di RT 10b RW 04, Kelurahan Oepura, Kota Kupang.


Rumah yang digusur di Pasir Panjang itu selama ini ditempati nenek Susana bersama putranya, Imanuel Tabun sekeluarga. Setelah digusur, Imanuel Tabun bingung hendak pindah ke mana. Mereka memilih bertahan di sana dengan membangun tenda darurat sebagai rumah. Di dalam tenda itulah Susana menderita sakit hingga menghembuskan napas terakhir.


Menurut Imanuel Tabun, ibunya jatuh sakit sejak rumah digusur. "Mama susah makan. Dikasih makan mama selalu menolak. Kondisi ini terus berlangsung sampai mama meninggal dunia," kata Imanuel, PNS golongan II yang sehari-hari bertugas di Kelurahan Pasir Panjang-Kupang. 
Frederika Nubatonis, istri Imanuel Tabun melukiskan perasaan ibu mertuanya saat melihat Satpol PP menggusur rumah awal Mei lalu. "Mama sangat ketakutan. Seluruh badannya gemetar. Kami bingung, mau angkat barang-barang atau urus mama. Situasi saat itu sangat kacau," kata Frederika.

Kematian memang pasti dan semua kita akan mengalami seperti nenek Susana. Namun, kepergian nenek Susana untuk selama-lamanya meninggalkan pesan kuat tentang apa itu pembangunan. Pembangunan, jika salah urus memang selalu menelan korban. Dan, korban pembangunan umumnya orang-orang kecil. Orang-orang tak terkenal seperti nenek Susana.

Penggusuran demi pembangunan, apapun alasannya tetap mencerminkan salah urus. Kita tahu sesuatu itu bermasalah tetapi kita biasanya menunda-nunda penyelesaian masalah. Saat air setinggi leher baru huru-hara mencari solusi. Jalan kekerasan dan otoriter pasti yang dipilih. Pendekatan kemanusiaan belum sungguh-sungguh mewarnai pawai pembangunan bangsa, termasuk di beranda Flobamora tercinta. Begitulah tuan dan puan. Bila tuan salah urus, kalau puan main-main dengan credo membangun itu, tuan membunuh!

Korban pembangunan sesungguhnya jatuh saban hari. Jatuh satu demi satu tanpa kita sadari. Mungkin saja sangat disadari tetapi kita tak mau tahu dengan korban yang berjatuhan itu. Tatkala tuan mengurus KTP mesti pakai suap, urus SIM pakai pelicin, masuk tes polisi pakai duit, urus surat izin usaha mesti menyogok, tuan adalah korban dari pembangunan salah urus.

Untuk sebuah pelayanan yang menjadi hak tuan dan puan sebagai warga negara, tuan mesti membayar lebih. Bayar dengan harga sangat mahal. Adakah yang berani menampik kenyataan ini?

Hari-hari ini kerutan di kening para orangtua pasti bertambah banyak jumlahnya. Gundah gulana mereka menatap tahun ajaran baru 2010/2011 yang sudah di depan mata. Bagaimana mendapatkan uang untuk biaya sekolah anak-anak. Apakah mungkin anak-anak terkasih bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi?

Beruntunglah tuan dan puan yang secara ekonomi berkecukupan. Bayangkan nasib mereka yang tak berpunya dan kurang beruntung hidupnya. Mungkinkah anak mereka dapat mengecap pendidikan sebagaimana anak-anak lainnya.

Tahun ajaran baru selalu melahirkan prahara di kampung besar Nusa Tenggara Timur. Prahara drop out. Tragedi berhenti sekolah karena orangtua tak mampu. Ribuan anak NTT saban tahun mengalami nasib buruk itu. Pendidikan untuk semua hanya slogan. Pendidikan murah cuma isapan jempol. Sekadar tong kosong nyaring bunyinya di saat kampanye pemilu. Kita gagal menyelenggarakan pendidikan murah tapi berkualitas bagi rakyat NTT dengan mayoritas pendapatan sangat pas-pasan.

Pendidikan di beranda Flobamora justru menjunjung tinggi kasta. Kasta sudra hingga brahmana. Kasta kaya dan miskin. Si miskin papa terdepak, hanya yang kaya dan mampu bisa menikmati pendidikan lebih baik. Korban salah urus pembangunan terus berjatuhan. Hari demi hari! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang Senin 7 Juni 2010 halaman 1

Gidion-Kitu Pimpin Sumba Timur


WAINGAPU, PK---Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumba Timur menetapkan pasangan Drs. Gidion Mbiliyora- M.Si-dr. Matius Kitu, Sp.B, sebagai calon terpilih bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur. Penetapan pasangan ini berlangsung dalam rapat pleno di Gedung Lama DPRD Sumba Timur, Senin (14/6/2010).

Penetapan Gidion-Matius menjadi calon terpilih bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur 2010-2014 disahkan melalui Surat Keputusan KPU Sumba Timur Nomor : 27/KEP/KPU-ST/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Sumba Timur tanggal 14 Juni 2010.


Suasana penetapan Gidion-Matius sebagai calon bupati-wakil bupati terpilih berlangsung aman meskipun sebelumnya sempat ada isu unjuk rasa pada saat rapat pleno. Acara penetapan Gidion-Matius sebagai calon bupati dan calon wakil bupati terpilih diawali dengan pembacaan perolehan suara sah masing-masing pasangan calon dalam Pemilu Kada 3 Juni lalu yang dibacakan Sekretaris KPU Sumba Timur, Hendrik Makaborang.

Hendrik mengatakan, berdasarkan Keputusan KPU Sumba Timur Nomor : 26/KEP/KPU-ST/2010 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Sumba Timur tahun 2010, jumlah perolehan suara sah untuk seluruh pasangan calon 116.540 suara.

Dari jumlah tersebut pasangan Drs. Gidion Mbiliyora, M.Si-dr. Matius Kitu, Sp.B meraih 57.647 suara, pasangan Drs. Lukas Kaborang-Dra.Rambulika Atahumba,M.M 14.075 suara, Pasangan Ir. Emanuel Babu Eha, M.Si-Drs. Umbu Hapu Mbeju 11.506 suara, pasangan Langu Pindingara,M.Si-Kabunang Rudiyanto Hunga, S.H, M.H, 12. 648 suara dan pasangan Ir. Umbu Manggana, M.Si-Drs. Kristofel Praing, M.Si, 20.664 suara.

Hendrik mengungkapkan, sesuai ketentuan pasal 47 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 73 tahun 2009, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara sah lebih dari 50 persen jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Namun berdasarkan perolehan suara dari masing-masing calon tidak memenuhi ketentuan tersebut.

Karena itu, kata Hendrik, proses penetapan pasangan calon terpilih dilanjutkan dengan ketentuan pasal 47 ayat (2) yang mengatakan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30 persen dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suara terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dengan keputusan KPU Propinsi atau KPU Kabupaten/ kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas Hendrik, maka pasangan calon nomor urut 1, Gidion-Matius yang memperoleh jumlah suara sah 49,47 persen dari jumlah suara sah memenuhi ketentuan Pasal 47 ayat (2) untuk ditetapkan menjadi calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur 2010-2015. (dea)

Pos Kupang 16 Juni 2010 halaman 6

Gidion Mbiliyora Raih 49,47 Persen


WAINGAPU, PK -- Dari total 116.540 suara sah hasil pemungutan suara 3 Juni 2010, pasangan calon Bupati- Wabup Sumba Timur (Sumtim). Gidion Mbilijora-Matius Kitu (GBY-MK) memperoleh hampir 50 persen, yakni 49,47 persen (57.647 suara).

KPUD Sumtim dalam dapat pleno, Sabtu (12/6/2010), menetapkan pasangan tersebut sebagai pemenang Pemilu Kada Sumtim. Rapat pleno KPUD berlangsung di bekas gedung DPRD Sumba Timur.

Dari rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan dalam rapat pleno tersebut, terlihat jelas perbedaan jumlah suara yang sangat menyolok antara Paket GBY-MK dengan empat paket calon lainnya.


Perolehan suara pasangan ini di luar dugaan. Banyak orang memprediksi GBY-MK akan mendapat persaingan ketat Paket Maraing (Umbu Manggana-Kristofel Praing). Kalaupun menang, paket GBY-MK diperkirakan hanya bisa mencapai 30 persen lebih. Namun hasil rekapitulasi kemarin, membuktikan keunggulan paket ini.

Perolehan suara GBY-MK melejit jauh meninggalkan keempat paket lainnya. Hanya kurang 0,53 persen, perolehan suara GBY-MK menyamai total perolehan suara dari keempat paket lainnya.

Paket Maraing yang sebelumnya digadang-gadang akan bersaing ketat dengan GBY-MK hanya kebagian 17,73 persen (20.664) suara. Sementara paket Luri (Lukas Kaborang-Rambu Lika) 12,08 persen atau 14.075 suara, Pinang (Langu Pindingara-Kabunang Rudiyanto) 10,85 persen atau 12.648 suara dan Maju (Emanuel Babu Eha-Umbu Hapu Benju) 9,87 persen atau 11.506 suara.

Pleno penetapan hasil perolehan suara di KPUD Sumba Timur yang sebelumnya diprediksi ribut, ternyata berjalan aman. Para saksi tidak banyak menyampaikan protes. Hanya pada awal-awal saja, saksi dari paket Maraing, Paulus K Tarab meminta agar dalam berita acara penetapan hasil rekapitulasi dibuat catatan tentang pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama Pemilu Kada. Catatan itu, kata Paulus, penting agar pelanggaran yang sama tidak terulang lagi pada pemilu-pemilu yang akan datang. Demikian juga usulan saksi dari Paket Luri, Agus Lutang.

Ketua KPUD Sumba Timur, Siliwoloe Ndjoeroemana yang memimpin rapat pleno menyarankan agar dugaan pelanggaran yang belum terselesaikan disampaikan saja ke Panwas Pemilu Kada. Panwas-lah yang akan memberikan rekomendasi ke KPUD.

Suasana di luar ruangan rapat pleno, juga tenang. Para pendukung kelima paket calon mengikuti jalannya rapat pleno dengan tertib. Tidak ada keributan yang mengganggu jalannya rapat pleno. Meski demikian, polisu terlihat melakukan pengamanan ketat jalannya rapat. Sebuah watter canon disiagakan di halaman gedung tempat berlangsungnya pleno rekapitulasi. Semua pengunjung yang masuk ke ruangan rapat diperiksa. Pintu belakang dan depan ruangan pleno dipagari polisi sehingga para pendukung tidak mendekati ruangan pleno.

Setelah penetapan hasil perolehan suara dari masing-masing kandidat, pada Senin (14/6/2010), akan dilanjutkan dengan pleno penetapan calon terpilih.
Dari segi partisipasi pemilih, Siliwoloe mengatakan, Pemilu Kada kali ini lebih baik dari Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, dimana tingkat partisipasi pemilih mencapai 83 persen. Meskipun dari jumlah pemilih, katanya, yang tidak ikut memilih masih cukup tinggi yaitu 22.775 orang. (dea)

Pos Kupang 13 Juni 2010 halaman 1

Memelihara Kesetiakawanan Sosial

SALAH satu ciri masyarakat Indonesia adalah mudah tergugah hatinya manakala melihat sesama menderita. Hal itu sangat jelas kita saksikan bilamana terjadi musibah dengan korban jiwa sangat besar misalnya bencana gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir bandang dan lainnya.

Sebagai daerah langganan bencana alam, masyarakat dan pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah berulangkali merasakan semangat kesetikawanan sosial itu. Ketika gempa bumi disertai tsunami melanda Pulau Flores 12 Desember 1992 yang menelan korban jiwa lebih dari 2.000 orang, bantuan kemanusiaan datang dari berbagai penjuru tanah air dan mancanegara.

Masyarakat Indonesia memperlihatkan solidaritas mereka dengan cara menyumbangkan sesuatu yang mereka miliki. Hal yang sama terjadi di Aceh tahun 2004 saat tsunami menyapu wilayah Serambi Indonesia tersebut.

Menyimak jumlah korban jiwa ratusan ribu orang dan harta benda yang hilang, banyak pihak melukiskan tsunami Aceh 26 Desember 2004 sebagai bencana alam terdasyhat di bumi dalam 500 tahun terakhir. Namun, dalam waktu yang tidak terlalu lama masyarakat Aceh pulih kembali untuk melanjutkan kehidupan.

Solidaritas memang salah satu aset sosial bangsa ini. Aset yang sangat berharga dan kita syukuri karena masih bertahan dalam keseharian masyarakat dengan format yang unik dan beragam. Warga masyarakat dengan caranya masing-masing suka menolong atau membantu sesama yang membutuhkan.

Sejarah Indonesia telah membuktikan betapa kesetiakawanan sosial itu mampu menjadikan bangsa ini tetap tangguh dalam situasi yang sangat buruk sekalipun.
Kiranya dalam spirit itulah anggota Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) melakukan aksi sosial saat berkunjung ke Kupang selama dua hari, tanggal 17-18 Mei 2010.

Salah satu aksi sosial SIKIB yang anggotanya adalah istri para menteri adalah menggelar pengobatan gratis. Sebanyak 213 penderita katarak dioperasi dalam aksi sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. WZ Johannes Kupang. Selain melayani pasien katarak, pengobatan gratis SIKIB juga melayani delapan penderita hernia, sepuluh penderita tumor lipoma dan sepuluh pasien penderita bibir sumbing berhasil dioperasi. Bahkan SIKIB juga melayani sunat untuk 27 orang anak.

Kita patut memberi apresiasi terhadap kepedulian SIKIB. Para istri pejabat tinggi negara tersebut mau datang ke Kupang membagi kasih kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur yang membutuhkan bantuan.

Poin lain yang kita petik dari dari kehadiran SIKIB adalah keteladanan. Para istri pemimpin negeri ini memberi teladan kebaikan. Teladan untuk senantiasa memelihara ikatan solidaritas sosial. Sudah seharusnya demikian. Para pemimpin, para tokoh masyarakat kita perlu memberikan teladan kepada masyarakat. Dengan cara itu niscaya kesetiakawanan sosial akan tumbuh subur di tengah masyarakat.

Kita tentu saja perlu mengingatkan para pemimpin negeri tentang tugas lain yang tak kalah penting yakni pemberdayaan masyarakat. Aksi sosial seperti pengobatan gratis memang membantu masyarakat tetapi tidak mungkin berlangsung terus- menerus karena bisa meninabobokan masyarakat.

Pendekatan sinterklas dalam jangka panjang justru memperlemah daya juang masyarakat. Mereka akan senantiasa menunggu uluran tangan orang lain manakala ditimpa kesulitan. Kemandirian sirna. Itu yang tidak kita kehendaki. Tugas dan tanggung jawab pemerintah yang utama adalah membentuk masyarakat mandiri melalui terobosan program pemberdayaan. Sayangnya program semacam itu belum kita lihat sedang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. *

Pos Kupang 19 Mei 2010 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes