Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kepala LKBN ANTARA Biro Kupang
PESONA Hari Pers Nasional (HPN) 2011 di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 9 Februari 2011 agaknya masih melekat dalam ingatan setiap insan pers, masyarakat dan pemerintahan daerah setempat. Mengapa? Aura HPN 2011 saat itu, tidak hanya sekadar menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuka acara tersebut, tetapi kepala negara malah mengikutsertakan pula hampir sebagian besar menterinya serta para pengusaha papan atas untuk melihat dari dekat sosok NTT lewat HPN tersebut.
Kepala negara tidak hanya sekadar berkantor di Kupang selama tiga hari untuk mengendalikan pemerintahan dari atas wadas tanah karang, tetapi melakukan pula napak tilas dengan melakukan perjalanan darat dari Kupang menuju Atambua sejauh sekitar 400 kilometer, untuk mengenang masa mudanya sebagai prajurit TNI-AD ketika menjadi Komandan Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bhakti (SYB), pasukan organik milik Kodam IX/Udayana.
Batalyon ini mencatat prestasi gemilang dalam operasi penumpasan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) di Timor Timur, ketika wilayah bekas jajahan Portugis dan bekas provinsi ke-27 Indonesia itu, masih menjadi bagian dari NKRI. Ketika Timor Timur memilih lepas dari Indonesia lewat referendum pada Agustus 1999, Batalyon kebanggaan ini tetap dipertahankan eksistensinya dan menjadi bagian dari pasukan organik Korem 161/Wirasakti Kupang.
Batalyon ini bermarkas di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu dan di Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara dengan tugas permanen menjaga tapal batas negara dengan Timor Leste. Atas dasar inilah, Presiden SBY kemudian memilih jalan nostalgia dengan melakukan napak tilas dari Kupang ke Atambua untuk bersua dengan para prajurit TNI-AD dari Yonif 744/SYB di wilayah perbatasan RI-Timor Leste itu.
Dampak dari HPN 2011 di Kupang itu, tidak hanya membuat para pekerja pers di Nusa Tenggara Timur bangga, karena sukses dalam menyelenggarakannya serta menjadi model atau semacam studi banding bagi daerah lain di Indonesia yang bakal menjadi tuan rumah HPN, tetapi lebih dari itu, mengalirlah investasi ke daerah ini untuk membangun NTT yang sering dianekdotkan dengan sebutan Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong (NTT).
Data yang disuguhkan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) NTT memaparkan bahwa dalam kurun waktu 2011-2012, tercatat 103 investor asing menanamkan modalnya di NTT dengan nilai investasi sekitar Rp3 triliun. Bidang investasi yang digarap antara lain perhotelan, pertambangan umum dan pertambangan mangan serta kegiatan ekspor impor dengan menyerap sekitar 2.371 orang.
Sementara investasi dalam negeri (PMDN) hanya tercatat tujuh investor dengan nilai investasi sekitar Rp588 miliar. Lahan usaha mereka di sektor pemurnian mangan dan kehutanan. Sedang, total investasi untuk tahun 2013 hanya mencapai sekitar Rp50 miliar. Namun, pada 2014, jutru mengalami peningkatan yang sangat spektakuler.
Saat ini, NTT menjadi incaran para penanam modal, baik PMA maupun PMDN. Hal ini terlihat dari tingkat pertumbuhan investasi yang cukup mendebarkan, yakni Rp2,9 triliun dari target yang ditetapkan BKPMD NTT hanya Rp2 triliun untuk tahun 2014.
"Pertumbuhan investasi tersebut menunjukkan bahwa iklim investasi di wilayah provinsi kepulauan ini cukup menjanjikan. Sarana dan prasarana penunjang investasi sudah cukup tersedia, tidak ada bentuk perizinan yang bertele-tele serta adanya kepastian hukum atas lahan untuk berinvestasi," kata Kepala BKPMD NTT Semuel Rebo.
Hal ini cukup terlihat jelas dengan geliat pembangunan di Kota Kupang sebagai ibu kota Provinsi NTT, seperti pembangunan rumah toko (Ruko) dan hotel-hotel berbintang. Hampir di semua sudut kota ini, para pemilik modal seakan berlomba untuk membangun ruko, hotel berbintang dan berbagai fasilitas umum lainnya, sehingga membuat wajah kota "karang" ini--sebutan khas untuk Kota Kupang--perlahan berubah menjadi kota modern.
Pesatnya pertumbuhan investasi tahun ini, dinilai cukup spektakuler karena total investasi pada tahun sebelumnya hanya mencapai Rp50 miliar. "Target kami tahun ini hanya Rp2 triliun, tetapi belum mencapai akhir 2014, nilai investasinya justru sudah melampaui target menjadi Rp2,9 triliun," kata Rebo menambahkan.
Menurut dia, investasi paling besar terjadi di sektor perhotelan yang menyebar di Kota Kupang dan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, sebagai pintu masuk utama ke Taman Nasional Komodo (TNK) yang telah ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia (New7wonders).
Investasi asing (PMA) dalam tahun ini berkonsentrasi pada 41 proyek, sedang investasi dalam negeri (PMDN) hanya berkonsentrasi pada 19 proyek dengan nilai investasi mendekati Rp1 triliun.
"Kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan merupakan syarat mutlak bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk di NTT," tambah Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia wilayah NTT Fredy Ongko Saputra.
Geliat pembangunan di Kota Kupang pasca HPN 2011 memang cukup terasa seperti dengan hadirnya hotel-hotel berbintang, yang ketika berlangsungnya HPN membuat panitia nasional dan lokal berdebar-debar, karena hotel berbintang di Kupang hanya Kristal dan Sasando, sementara sisanya adalah hotel kelas melati.
Hotel kelas melati yang jarang penghuninya, akhirnya di-book-ing pula oleh panitia untuk menampung para peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Ketua Umum PWI Pusat Margiono hanya bisa berseloroh..."fasilitas penginapan di Kota Kupang bukan sedikit jumlahnya, namun karena tamu undangannya terlalu banyak sampai akhirnya tidak bisa tertampung semuanya".
Meskipun demikian, para peserta merasa nyaman untuk mengikuti kegiatan tersebut sampai tuntas. Jika Kupang terpilih kembali menjadi tuan rumah, tampaknya tidak ada rasa khawatir lagi bagi panitia, karena fasilitas hotel berbintang sudah cukup banyak berdiri tegar di atas batu karang ini yang merupakan dampak dari pelaksanaan HPN 2011 di Kupang. *
Sumber: Buku Geliat NTT, Jambi dan Bengkulu Pasca HPN. Diterbitkan PWI Pusat dan diluncurkan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2015 di Batam, Kepri 9 Februari 2015.