ITALIA pantas menang dan melaju ke babak semifinal karena konsistensinya terhadap sepakbola menyerang serta mental bertanding yang menjunjung tinggi fair play. Tetapi yang mengalahkan Rumania 2 0 bukan tim Azzurri, melainkan seorang Gheorghe Hagi. Ini pendapat pribadi beta setelah menyaksikan pertandingan Italia vs Rumania lewat layar kaca RCTI, Sabtu malam 24 Juni 2000 atau Minggu dinihari Wita (25/6/2000).
Gheorghe Hagi memperagakan tindakan sangat memalukan dengan sengaja jatuh (diving) di kotak penalti Azzurri pada menit ke 59 dengan harapan Wasit Vitor Manuel Melo Pereira menunjuk titik putih. Padahal ia cuma disentuh sangat lembut oleh libero Italia, Alessandro Nesta. Tatkala wasit memperingatkannya, Hagi malah mengeluarkan jurus "mulut besar" seolah olah tidak bersalah. Kepalanya terus menggeleng. Tapi ia harus ke luar lapangan dengan menerima cemoohan penonton yang mengiringinya dengan hujatan.
Hagi sungguh merusak perjuangan Rumania. Pada menit ke 54 ia menerima kartu kuning pertama karena dengan kasar menginjak tumit pekerja keras Italia di lapangan tengah, Antonio Conte. Conte meringis kesakitan hingga meneteskan air mata. Bahkan saat itu juga harus diganti dengan rekannya, Luigi Di Biagio. Cedera Conte cukup serius dan hal itu diakui Pelatih Italia, Dino Zoff saat jumpa pers setelah pertandingan. Hanya dalam tempo empat menit setelah menginjak Conte, Hagi membuat kesalahan yang lebih gawat sehingga mendapat kartu kuning kedua. Rumania terpaksa merumput dengan sepuluh orang.
Ah, rasanya Rumania memang lebih baik bermain tanpa Hagi seperti di Charleroi, Rabu lalu ketika mereka menaklukkan Inggris 3 2. Melawan Inggris, Rumania tanpa Hagi tetapi menang meyakinkan. Membuat rakyat Inggris menangis dan sejarah ini akan tetap terkenang di relung hati anak anak Britania. Hagi tidak bisa merumput melawan Inggris karena ia sudah menerima dua kartu kuning saat melawan Jerman dan Portugal.
Mestinya Hagi yang kini berusia 35 tahun tahu diri dan bijak. Sebab karena perjuangan keras Dorinel Munteanu dan rekan rekannya, dia masih boleh menunjuk dada dan tampil bergaya "ABG" dengan kepala plontos di perempatfinal. Apalagi masuk perempatfinal Piala Eropa bagi Rumania melalui penantian sangat lama, hampir seumur Hagi sendiri yaitu 28 tahun! Sayang sekali, penantian itu pupus oleh sikap Hagi dalam empat menit.
Penampilan Rumania tanpa Hagi justru lebih kompak, solid dan menggigit. Hasil 3 2 atas Inggris di Charleroi, Rabu lalu dengan bening memperlihatkan hal itu. Munteanu, Adrian Mutu, Adrian Ilie serta Dan Petrescu bermain lebih kreatif dengan mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya. Jika ada Hagi, mereka selalu merasa didikte dan diatur, karena Hagi merasa paling hebat di lapangan.
Fakta paling segar terjadi dalam 31 menit babak kedua melawan Italia, kemarin. Selama 31 menit itu Rumania tanpa Hagi, hanya dengan sepuluh orang, namun Italia tak sanggup menambah gol. Angkat topi buat anak asuhan Emerich Jenei ini. Seandainya Ilie, Contra dan Petrescu tidak mendapat sanksi kartu kuning dan turut bermain, belum tentu Italia tetap unggul 2 0 hingga duel berakhir.
Mengutip curi ilmu psikologi, fenomena Hagi yang "memalukan" di Euro 2000 ini termasuk post power syndrome. Hagi sama halnya dengan libero Jerman Lotthar Matthaeus sebenarnya tak pantas lagi bermain, jika ditilik secara teknis maupun psikis. Usia emasnya sudah lewat. Tetapi Rumania masih mempertahankannya, karena nama besarnya sebagai "Maradona dari Charpathians" yang pada masa lalu membawa sukses untuk negerinya.
Hagi adalah legenda hidup Rumania. Pemain kelahiran Cacele, Rumania 5 Februari 1965 ini sudah bermain selama 16 tahun untuk negerinya dengan rekor 123 kali dan mencetak 34 gol. Enam kali ia meraih gelar pemain terbaik Rumania. Ikut Piala Eropa sejak 1984, 1996 dan 2000 serta tiga kali Piala Dunia sejak tahun 1990. Belum lama berselang, ia sukses membawa klubnya Galatasaray Turki memegang tropi Piala UEFA. Cinta rakyat Rumania untuk Hagi tak terlukiskan dengan kata kata, sehingga mereka menonomorsekiankan usianya yang telah 35 tahun. Hagi pergi ke Euro 2000 dengan puja dan puji yang mengalir bagai air bah dari seluruh penjuru Rumania.
Hagi yang dokter gigi itu bagaikan Robin Hood. Dengan kekayaannya ia membangun klinik pengobatan gigi bagi kaum miskin di Rumania. Sebagai ucapan terima kasih buat Hagi, rakyat Rumania memberi nama khusus "kue Hagi". Sejak enam tahun lalu, nama Hagi bahkan sudah diabadikan pada salah satu stadion di Rumania, serta nama jalan di kampung halamannya, Cacele. Saat pesta rakyat di Bukarest Rabu lalu merayakan lolosnya Rumania ke perempatfinal, bukan nama Dan Petrescu, Christian Chivu atau Adrian Ilie yang disebut dan dielu elukan. Yang terdengar cuma satu nama: Hagi...Hagi dan Hagi..!
Hagi sudah ditempatkan pada posisi yang terlampau tinggi oleh seluruh rakyat Rumania. Dia seolah berjalan di awang awang. Barangkali mereka lupa bahwa Hagi juga seorang manusia biasa, seorang pemain yang sejak lama dikenal masyarakat bola amat temperamental di lapangan. Akhirnya, sejarah hari ini mencatat, Rumania kalah karena Hagi cuma manusia biasa. Ada saat menang, ada waktunya ia kalah! *
Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Senin, 26 Juni 2000. Artikel ini ditulis ketika Italia mengalahkan Rumania 2-0 dan maju ke babak semifinal Euro 2000