Peluang Tidak Datang Dua Kali

ilustrasi saja
PELUANG tidak pernah datang dua kali. Karena itu setiap peluang harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya. Adagium ini so pasti sangat populer di kalangan para manajer. Beta yakin benar para para manajer perusahaan, kepala di instansi pemerintahan, pemimpin formal dan non formal, administrator atau apapun namanya yang berurusan dengan organisasi dan manajemen memahami dengan baik hal tersebut. Mereka juga tentu tahu dan paham betul bahwa peluang termasuk bagian penting analisis SWOT yang kesohor dan sudah banyak dipakai di mana mana itu.

         Dua puluh empat jam sebelum Inggris merumput melawan Jerman di Stadion Communal Charleroi, stadion paling kuno di Belgia, Sabtu sore atau  Minggu dinihari Wita (18/6/2000), Manajer tim Inggris, Kevin Keegan berkata kepada Alan Shearer dkk demikian.  "Saya berharap banyak pada kalian. Kalau kita kalah, maka habislah sudah dan kita harus pulang lebih awal ke London. Saya minta manfaatkan setiap peluang dengan sebaik baiknya.  Kalau hal itu kamu lakukan, kita masih mampu bangkit."

         Shearer, David Seaman, David Beckham, Michael Owen, Dennis Wise, Garry dan Philip Neville, Paul Scholes dan seluruh 22 pemain Inggris menyimak kata kata Keegan itu dengan baik. Suasana tampak hening saat itu. Maklum, Inggris secara menyakitkan dipecundangi Portugal 3 2, kendati mereka lebih dulu memimpin dua gol.

         Kata kata tersebut terus terngiang di telinga Shearer ketika ia memakai ban kapten untuk memimpin rekan rekannya menghadapi Jerman, raksasa sepakbola yang menurut catatan historis lebih kerap menang atas Inggris. Pasukan St. George Cross dengan formasi 4 4 2 melakukan pembenahan besar besaran. Semangat menyerang kick and rush yang menjadi senjata andalannya dikawinkan dengan harmonisasi. Artinya mengatur irama, kapan harus menyerang dan kapan harus jeli dan waspada memperkuat barisan pertahanan. Mereka tidak lagi mengobral serangan seperti pada waktu menghadapi Portugal 13 Juni silam.

         Dua bersaudara yang menempati posisi bek kiri kanan, Garry dan Philip Neville yang dikritik habis habisan karena bermain buruk melawan Portugal, kali ini tahu diri. Kalau naik membantu serangan, mereka tidak berani melewati teritorinya sendiri. Strategi itu amat jitu, karena konsentrasi mereka mengawal pertahanan tidak terbagi dan konsisten menahan laju Carsten Jancker, Christian Ziege maupun Mehmet Scholl.

         Hasilnya menggembirakan. Serangan serangan Jerman yang memang kurang tajam tanpa kapten tim Oliver Bierhoff dengan mudah patah di zona palang pintu Inggris yang dikoordinir Martin Keown.  Karena cuma menempatkan  Owen di garda terdepan, serangan Inggris pada 45 menit pertama, tidak banyak melahirkan peluang, kecuali melalui si pirang Paul Scholes pada menit ke 33. Tapi tembakannya melenceng di sisi kiri gawang Oliver Kahn.

         Kesan kuat yang ditampilkan Inggris vs Jerman dalam duel klasik itu ialah mempertahankan lini tengah habis habisan. Jadi bisa dimengerti jika peluang gol jarang terlihat di Charleroi. Lalu datanglah peluag pada menit ke 53. Hadiah tendangan bebas dari Wasit Pierluigi Collina di sektor kanan pertahanan Jerman diambil si tukang umpan, David Beckham.

    Beckham memang jeli melihat bahwa Shearer berada dalam satu garis lurus dengan empat pemain belakang lawan di kotak penalti, tetapi posisinya agak bebas di dekat tiang jauh. Maka dia mengirim bola lambung langsung kepada Shearer. Dengan sedikit lompatan, Shearer menyudul dan muluslah kulit bundar ke pojok gawang kapter Jerman, Oliver Kahn.

         Terus terang, menurut pengamatan beta yang bukan pakar bola ini, cuma itulah peluang emas Inggris selama 2x45 menit. Tetapi peluang yang cuma satu itu dimanfaatkan dengan sebaik baiknya, membawa Inggris melumat juara bertahan. Data statistik memang menunjukkan, Jerman menguasai bola sekitar 65 persen dengan 8 kali kesempatan sepak pojok ditambah tiga peluang emas melalui Mehmet Scholl, Paulo Rink dan Christian Ziege. Sedangkan Inggris cuma 35 persen menguasai bola dan 3 kali cornel kick.

         Data data statistik ini jelas menunjukkan betapa cerdik dan pintarnya Inggris menggunakan peluang yang amat sedikit mereka peroleh, sebagaimana penilaian Manajer tim Jerman, Erich Ribbek bahwa Inggris sesungguhnya tidak pantas mengalahkan anak asuhannya. "Kami kalah karena satu satunya peluang yang diperoleh lawan, mereka manfaatkan dengan baik," kata Ribbeck.

         Ribbeck tentunya sadar bahwa dunia sepakbola pun menerapkan analisis SWOT. Sayang sekali, anak asuhannya tidak mau memanfaatkan tiga peluang emas yang tak mungkin hadir dua kali, karena kemarin sejarah dunia sudah mencatat: Inggris mengalahkan juara bertahan Piala Eropa! Euro 2000 masih panjang. Tim mana yang akan keluar sebagai pemenang, dialah yang paling piawai menangkap dan memanfaatkan peluang. *

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Selasa, 20 Juni 2000. Artikel ini dibuat setelah Inggris mengalahkan Jerman 1-0 pada babak penyisihan Grup A Euro 2000. Jerman dan Inggris adalah dua tim besar yang prestasinya buruk selama Euro 2000.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes