Mata "Setan Merah" terlanjur merah

Oleh Dion DB Putra

NASIB
klub Manchester United (MU) tergolong unik. Mengawali kompetisi Liga Inggris 1996/1997 ini, mereka membabat Newcastle United yang diperkuat pemain termahal di Britania Raya, Alan Shearer dengan skor telak 4-1.

Kehadiran sejumlah pemain muda seperti Jordi Cruyff, Karel Poborsky, David Beckaham dan Ole Gunnar Solskjaer, menjadikan tim ini sangat solid. Aksi menawan pasukan Alex Ferguson pada awal kompetisi membuat publik dunia kagum dan yakin juara bertahan itu bakal berjaya lagi musim ini. Namun, kenyataan kompetisi justru berkata lain. MU terus terpuruk memasuki minggu ke-13 kompetisi Liga Inggris.

Hingga akhir pekan lalu, MU masih terseok-seok di urutan keenam klasemen sementara, setelah Newcastle, Liverpool, Arsenal, Wimbledon dan Chelsea. MU baru meraup nilai 22 hasil 6 kali menang, 4 seri dan 3 kali kalah. Selama bulan Oktober lalu, MU bahkan mengalami empat kekalahan beruntun, termasuk pecahnya rekor selama 40 tahun di Old Trafford pada 30 Oktober 1996.

Saat itu, MU menyerah 0-1 pada juara Turki, Fenerbahce dalam penyisihan Grup C Liga Champions Eropa. Kejayaan MU yang tak terkalahkan selama 40 tahun di Stadion Old Trafford, pupus sudah. Mitos bahwa MU tidak mungkin kalah di kandang sendiri, kini menjadi mungkin. Old Trafford bukan lagi stadion angker penuh setan, sama seperti julukan Setan Merah bagi Manchester United.

Kekalahan demi kekalahan itu, melahirkan image baru dari bolamania sejagat. MU bukan primadona tunggal di Inggris. Rasa cinta publik sepakbola di sana sudah bergeser. Mereka mulai mencintai Nescastle, Liverpool dan Chelsea asuhan Ruud Gullit.

***
DALAM suasana gonjang-ganjing itu, malam ini atau Kamis dini hari Wita (20/11/1996), MU akan menghadapi juara bertahan Piala Champions Eropa, Juventus-Italia. Pertemuan kedua tim bakal menyedot perhatian dunia. Sedikitnya 20 stadiun televisi, termasuk RCTI akan menayangkan langsung pertandingan itu dari Stadion Old Trafford Manchester.

Bermain di kandang sendiri, motivasi MU untuk menang tidak dapat dikatakan kecil. Apalagi semangat juang Eric Cantona dkk pulih kembali setelah mengalahkan Arsenal 1-0 dalam lanjutan kompetisi liga, Sabtu (16/11/1996).

MU juga pantas memendam ambisi untuk meraih angka penuh karena pada pertemuan pertama bulan September lalu di Stadion Delle Alpi Turin, mereka bertekuk lutut 0-1 pada Juventus. Kekalahan ini mesti dibalas, sehingga duel ini merupakan kesempatan bagi "Setan Merah" untuk menumpahkan dendamnya. Dengan kata lain, mata si "Setan Merah" sudah memerah dan siap menelan lawannya!

MU harus menang guna mempertahankan peluangnya maju ke babak perempatfinal. Jika kalah, mereka harus menang di Wina melawan Rapid bulan depan dengan syarat Fenerbahce dikalahkan Juventus. Kini, MU berada di urutan kedua grup C dengan selisih empat poin di bawah Juventus tetapi hanya dua poin di atas Fenerbahce yang hari ini menjamu Rapid Wina.

Masalah serius yang melanda MU adalah buruknya penampilan Cantona dalam beberapa pekan terkahir. Striker asal Perancis itu seperti tertutup bayang-bayang kejayaan masa lalu. Meski demikian, Alex Ferguson yakin Eric akan tampil maksimal malam nanti.

Di Kubu Juventus, kabar paling akhir menyebutkan juara bertahan itu akan turun tanpa playmaker Alessandro del Piero dan kapten tim Antonio Conte yang harus istrirahat setelah menjalani operasi.
Konsentrasi Juventus pun terbelah dua, karena mereka mesti menyiapkan fisik untuk berhadapan dengan River Plate Argentina dalam pertandingan antara juara Eropa vs Amerika Latin (Piala Toyota) di Tokyo, Selasa pekan depan.

Secara tim, mental Juventus sedang down setelah digilas Inter Milan 3-0 di Piala Italia pekan lalu dan ditahan 0-0 oleh AC Milan dalam lanjutan Liga Seri A, Senin dini hari (18/11/1996). Dengan masa istirahat cuma tiga hari, fisik pemain Juventus belum pulih benar.

Dengan kondisi sekian, Pelatih Marcello Lippi kemungkinan besar akan memainkan pola 6-3-1 atau 4-4-2. Pola ini mengisyaratkan Juventus cenderung bertahan guna menahan gempuran bertubi-tubi dari MU. Hasil seri merupakan target maksimal Lippi dalam pertandingan ini.

Sebaliknya, tim "Setan Merah" tidak akan beralih dari formasi kesukaan Alex Ferguson dengan 3-5-2. Pola ini terbukti cukup efektif dalam sepakbola menyerang khas Inggris, kick and rush. Sebagai tim gabungan pemain tua dan muda, MU memiliki stamina yang cukup untuk determinasi tempo tinggi selama 2x45 menit.
Satu hal yang mencemaskan ialah rasa percaya diri pemain-pemain MU jangan sampai berlebihan. Meski sejarah mencatat, Juventus hanya sekali menang dari sembilan kali lawatannya ke tanah Inggris sejak awal abad ini, MU hendaknya tidak besar kepala. Berbahaya bila Eric Cantona dkk merasa pasti menang di kandang. **

Dipublikasikan Pos Kupang edisi Rabu, 20 November 1996.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes