MATHEUS Meja bukan siapa-siapa sebelum kejadian 23 November 2006 itu terungkap di ruang publik. Matheus Meja hanya seorang rakyat biasa, sama seperti kebanyakan kita yang lain. Tetapi tindakan almarhum Matheus Meja kiranya menarik perhatian kita karena sarat dengan pesan moral.
Seperti diwartakan harian ini, salah seorang mosalaki (tua adat) atau pemimpin masyarakat di Desa Saga, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende tersebut ditemukan tewas di kebunnya, Kamis dinihari tanggal 23 November 2006.
Matheus Meja diduga mati bunuh diri setelah mengetahui akibat kelaiannya, hutan dalam kawasan Taman Nasional Kelimutu terbakar.Sebagian kawasan hutan Taman Nasional Kelimutu, tepatnya di Wolo Nggembe mulai terbakar pada Rabu (22/11) petang. Sumber api berasal kebun kopi milik Matheus Meja di kaki Wolo Nggembe.
Sebelum meninggalkan kebunnya, Meja membuat api unggun untuk menakut-nakuti kera yang sering merusak tanaman. Tak dinyana, api merambat dan menjilat kawasan hutan di Taman Nasional Kelimutu yang dilindungi. Kebakaran itu baru diketahui Matheus Meja dalam perjalanan pulang ke kampungnya. Ia memutuskan kembali ke kebunnya untuk memadamkan api, namun gagal dan ia sendiri tidak langsung pulang ke kampung pada malam itu juga.
Warga Desa Saga kemudian mencari dia, menyusulnya ke kebun dan mereka terkejut karena menemukan Matheus Meja sudah meninggal dunia pada Kamis (23/11) dinihari.Sejauh ini aparat kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk memastikan sebab kematian Meja apakah sungguh bunuh diri atau karena sebab yang lain. Namun, tidak ada tanda atau petunjuk almarhum mati dibunuh. Kuat dugaan, Meja bunuh diri karena kelalaiannya menyebabkan kawasan hutan terbakar seluas 5 hektar. Luas hutan di Taman Nasional Kelimutu seluruhnya 5.000 hektar.
Peristiwa itu menarik perhatian karena kebakaran hutan sedang terjadi di daerah ini. Kebakaran terparah melanda kawasan hutan cagar alam Mutis di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada awal November lalu. Titik api sudah padam, namun pelaku pembakaran belum diketahui.
Kebakaran juga terjadi di Gunung Ile Ape, Kabupaten Lembata. Aparat keamanan sudah menangkap pelakunya dan sedang dalam proses hukum.Apapun alasan dan motifnya, akal sehat kita agaknya sulit menerima tindakan bunuh diri seperti yang diduga dilakukan Matheus Meja.
Toh tidak ada unsur kesengajaan yang dilakukannya. Dan, masih ada jalan lain yang bisa dia tempuh untuk mempertanggungjawabkan perbutannya itu, misalnya melalui proses hukum yang berlaku di negeri ini. Kenyataannya Meja sudah memilih caranya sendiri.
Kita ikut berduka cita dan semoga keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan iman dan penghiburan.Bila benar almarhum memilih cara itu sebagai wujud pertanggungjawaban atas kelalaiannya yang menyebabkan sebagian kawasan hutan Taman Nasional Kelimutu terbakar, maka cara itu menebarkan pesan simbolik. Mosalaki dalam tatanan masyarakat Kabupaten Ende merupakan pemimpin yang memberi arah, menuntun dan memberi contoh.
Sebagai mosalaki, Matheus Meja tentu mengingatkan warganya untuk tidak membakar hutan. Tidak hanya berbicara tetapi harus diikuti tindakan nyata. Ketika larangan itu justru "dilanggar" oleh dirinya sendiri walaupun tanpa sengaja, Matheus Meja merasa terpukul. Respek dan simpati kita untuk almarhum.Di kala banyak orang begitu serakah menghabiskan hutan dan seluruh isinya demi tujuan ekonomis semata. Di saat eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem lingkungan, masih ada orang seperti Matheus yang menyadari kesalahannya.
Bahkan bertindak jauh di luar perkiraan kita. Lihatlah kondisi bangsa kita. Bangsa besar dan luas ini mengirim asap ke negara tetangga saban tahun. Asap itu berasal dari kebakaran hutan dan titik api abadi di Sumatera dan Kalimantan yang tak pernah padam karena eksploitasi berlebihan. Asap itu bertiup ke utara, membuat sesak napas puluhan juta warga negara Singapura dan Malaysia.
Kita dihujat sebagai bangsa yang tidak mampu mengurus diri sendiri. Bahkan menimbulkan masalah kesehatan bagi orang lain melalui asap. Bagi kita di Nusa Tenggara Timur hendaknya disadari bahwa luas hutan kita terus menyusut secara drastis dari tahun ke tahun. Hal itu terjadi karena kelalaian kita sendiri dan rendahnya kesadaran untuk menjaga alam tetap lestari. **Salam Pos Kupang, 30 November 2006 (dion db putra)