APAKAH Sabu Raijua hari-hari ini boleh dilukiskan sebagai judul sinetron? Jika tuan dan puan sependapat, maka sinetron yang tuan saksikan memasuki episode yang kian menegangkan.
Hebat betul sutradara yang mampu mempermainkan emosi penonton. Luar biasa untuk kepiawaian para aktor dan aktris mengobok-obok perasaan rakyat Sabu Raijua. Sabu yang mestinya sedang berbulan madu mengingat umurnya belum genap tiga bulan.
Sinetron dengan lokasi syuting utama seputar kawasan Jalan Soekarno-Kupang itu memasuki episode kesekian pada akhir pekan, 8 Agustus 2009. Hari Sabtu itu mayoritas wakil rakyat Kabupaten Kupang menolak mutasi 170 pegawai negeri sipil (PNS) ke kabupaten yang belum genap berusia tiga bulan itu.
Cara wakil rakyat mengambil keputusan pun memiliki drama sendiri. Fraksi besar tarik-menarik. Tak ada yang mau mengalah dan kompromi. Musyawarah tak mencapai kata sepakat. Pilihan terakhir lewat voting dengan hasil 23 dari 33 anggota DPRD Kabupaten Kupang yang hadir dalam rapat paripurna itu menolak mutasi 170 PNS ke Sabu Raijua.
Dengan hasil voting tersebut, Dewan meminta Bupati Kupang yang mengusulkan mutasi 170 PNS serta Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) mutasi agar meninjau kembali keputusan tersebut.
Apakah dengan demikian persoalan mutasi PNS segera berakhir? Jalan cerita Sinetron Sabu Raijua agaknya masih panjang dan berliku. Beta kutip sepenggal pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Kupang, Ny. Welhelmina Tabais Kefan seperti diwartakan media massa. "Jika bupati tidak menjalankan rekomendasi hasil paripurna khusus DPRD ini, maka Dewan akan menggunakan hak interpelasi, bahkan dapat melakukan impeachment untuk menurunkan bupati dari jabatannya.
Sabu oh...Sabu Raijua! Salahkan dikau lahir sebagai anak bungsu (mungkin untuk sementara) di beranda rumah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhak mengurus rumah tangga sendiri? Apakah dosamu sehingga masa awal pertumbuhan justru diganjal dengan hal-hal yang tidak perlu?
Dalam pawai pemekaran daerah di beranda Flobamora, Sabu Raijua tercatat sebagai anak kesembilan dari ibu bernama Nusa Tenggara Timur yang bertahun-tahun hidup dengan 12 anak saja. Sabu Raijua juga tercatat sebagai anak ketiga yang lahir dari rahim Kabupaten Kupang setelah anak sulung, Kota Madya Kupang dan Kabupaten Rote Ndao.
Namun, dibandingkan dengan saudaranya yang lahir lebih dulu nasib Sabu Raijua sepertinya kurang beruntung. Ketika saudaranya Rote Ndao lahir dan mendapat kesempatan berdikari, tak ada keributan soal mutasi PNS. Semua berjalan lancar, aman dan terkendali meski banyak jua PNS yang lebih lama di Kota Kupang ketimbang berada di Ba'a alias diam-diam tinggalkan tempat tugas dengan alasan tengok keluarga dan lain-lain. Demikian pula yang terjadi di Lembata, Manggarai Timur dan Barat, Nagekeo, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya. Semuanya lancar-lancar saja. Bahwa ada keributan atau kasak-kusuk di sana toh lebih pada soal-soal lain.
Di sinilah bedanya dengan Sabu Raijua yang resmi menjadi kabupaten tanggal 26 Mei 2009. Belum apa-apa Sabu Raijua telah dihebohkan oleh urusan mutasi PNS yang anak kecil juga tahu kalau mereka memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) bukan Nomor Ikut Politik atau Nomor Ikut Perintah seperti sentilan salah seorang rekanku di Forum Academia NTT.
Dalam sinetron berjudul Sabu Raijua yang telah memasuki episode penolakan SK mutasi oleh Dewan, apakah steril dari muatan politik? Tuan dan puan tentu lebih tahu dan paham. Beta sekadar menduga isi hatimu yang menonton alur cerita sinetron itu sejak episode pertama, bukankah sulit untuk berkata tidak?
Sutradara sinetron ini amat piawai meramu konflik hingga alur cerita menebarkan ketegangan demi ketegangan bagi penonton. Para aktor dan aktris pun tak kalah hebat berakting. Total memainkan peran di atas panggung pertunjukkan yang tak sedap dipandang mata itu. Mereka aktor dan aktris berkarakter. Perang pernyataan begitu dashyat. Perang kata-kata demikian garang dan menikam. Ada pertarungan gengsi di level elite. Tak ada yang mengalah. Semua merasa benar sendiri. Tak satupun yang bicara tentang solusi. Malu...beta malu sekali menyaksikan semua itu.
Mengapa keteladanan makin menipis di beranda Flobamora? Mengapa sesama saudara kian sulit saling mendengarkan? Hari demi hari kita cuma rajin bicara dan berteriak hingga mulut berbusa. Tak sedetik pun meluangkan waktu guna mendengarkan orang lain. Mendengarkan dengan hati.
Jika SK keliru apakah sulit untuk sebuah perbaikan? Tuan dan puan PNS, bertanyalah pada dirimu sendiri apa esensi sumpah dan janji sebagai abdi negara dan abdi masyarakat? Gara-gara SK mutasi PNS pantaskah seorang bupati yang dipilih langsung oleh rakyat harus dilengserkan? Sinetron macam apa ini? Tak ada yang terlalu tumpul akal sehatnya untuk memahami itu.
Sampai di mana drama seri ini berakhir? Entahlah. Kita semua tentu berharap sinetron yang tak enak ditonton itu segera berakhir dengan happy ending. Berhenti sudah melukai hati rakyat Sabu Raijua! Beri mereka tempat yang layak sebagai kabupaten di beranda rumah besar Flobamora.
Bertahun-tahun, selama puluhan tahun Sabu Raijua "terpinggirkan" dalam derap langkah pembangunan daerah. Ketika mereka meraih kesempatan untuk mengejar ketinggalan lewat otonomi, mereka toh masih disibukkan urusan yang mestinya bisa diselesaikan dengan enteng. Sabu...oh Sabu Rajua. Tragis nian nasibmu. Keterlaluan orang-orang yang tega menyakitimu! (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 10 Agustus 2009 halaman 1