Boni: Setelah Bertahun-tahun

DUSUN Boni (A dan B). Begitulah nama sebuah dusun di Desa Kakaniuk, Kecamatan Malaka Tengah. Desa Kakaniuk memiliki empat dusun, yakni Dusun Kakaniuk A, Kakaniuk B, Boni A dan Boni B. 

Dusun Boni terletak sekitar 7 kilometer dari Betun, ibu kota Kecamatan Malaka Tengah. Sekitar 50 kilometer dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Benanain. Saban tahun daerah ini menjadi sasaran luapan banjir sungai itu. 

Jumlah penduduk Dusun Boni (A dan B) sekitar 200 kepala keluarga atau 500-an jiwa. Sekitar 90 persen warganya berprofesi petani. Apa istimewanya dusun ini? 

Memang tidak ada hal yang istimewa, tetapi sesungguhnya masyarakat setempat mengalami krisis air sejak nenek moyang. Berkat ketekunan dan kerja keras, air yang menjadi idaman warga Boni menjadi kenyataan pada akhir Desember 2008. 

Warga menyambut kehadiran air di kampung ini seperti prajurit yang pulang membawa kemenangan dari medan perang. 
Ketua Lingkungan Boni A, Johanes Seran Tahuk, punya cerita. Menurut Johanes, krisis air di Dusun Boni sudah berlangsung lama. Bahkan sejak dia lahir pada tahun 1960-an sudah merasakan susahnya mendapatkan air bersih. Johanes pun bernostalgia. 

Sesuai dengan cerita yang didengar dari orangtua kandungnya, krisis air bersih di Dusun Boni berlangsung sejak zaman nenek moyang. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga Dusun Boni mengonsumsi air yang diambil dari pinggir kali Benanain. Warga menggali lubang kecil di pinggir kali untuk mendapatkan air resapan. Kondisi ini berlangsung dari satu generasi ke generasi. Masyarakat Dusun Boni pun pasrah pada keadaan. Hari berganti hari, warga Boni terus mendaraskan doa, memohon petunjuk dari Yang Kuasa.

"Waktu saya masih kecil memang untuk dapat air sangat susah. Kami terpaksa menggali sumur-sumur kecil di pinggir sungai Benanain untuk mendapatkan air. Kalau datang banjir ya, lokasi galian sumur kecil pun berpindah. Memang airnya keruh, tetapi itulah kondisinya. Kita saring dulu baru dimasak di tungku. Masyarakat memang sudah akrab dengan keadaan ini, jadi prinsipnya pasrah," kata Johanes mengenang.

Johanes melanjutkan ceritanya. Tahun 2004 seharusnya krisis air sudah bisa berakhir. Saat itu masyarakat bergotong royong menggali sumur untuk mendapatkan air bersih. Alhasil, sumur yang digali dengan kedalaman belasan meter itu tidak pernah mendapatkan setitik air pun alias kering kerontang. Bahkan ada beragam cerita bahwa sumur itu kering karena ada penunggunya. Terlepas dari benar atau tidaknya cerita itu, masyarakat toh mengamininya. Warga terus berdoa, berusaha dengan segala daya upaya agar krisis air yang sudah bertahun-tahun ini segera berakhir. 

Bagai mendapatkan durian runtuh, tahun 2008 proyek padat karya (PPK) masuk ke Dusun Boni. Kepala Desa Kakaniuk, Petronela Luruk, A.Md, mulai putar otak. Masyarakat diajak duduk berembuk mencari jalan mengatasi krisis air. Warga pun sepakat untuk memanfaatkan dana PPK untuk pengadaan air bersih. Rapat kecil-kecilan antara warga terus dilaksanakan. Survei sumber air yang bisa dialirkan ke Dusun Boni mulai dijalankan. 

Berkat kerja keras dan kemurahan Yang Kuasa, warga menemukan salah satu sumber air yakni sumber air Wekakeu. Persembahan kepada leluhur diadakan. Seekor babi jadi korban sembelihan agar "pemilik" sumber air tidak marah. 

"Jadi setelah orang dapat sumber air, lalu digelar ritus adat di sumber mata air atau diistilahkan Halamak We (meminta ijin tuan air sehingga tidak marah, Red). Satu ekor babi jadi korban. Sambil menunggu pengadaan pipa, warga bergotong royong membangun empat unit bak untuk menampung air. Pada akhir Desember 2008, air dari sumber Wekakeu masuk Dusun Boni. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita," tutur Johanes.

Menurut Kepala Desa Kakaniuk, Petronela Luruk, serah terima proyek air bersih dari proyek PPK ini sudah dilaksanakan pada Selasa (20/1/2009). Saat ini masyarakat di Dusun Boni mulai menikmati air bersih itu. (Edy Hayong)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes