Hilangkan Wajah Buram

Oleh Alfred Dama

WAJAH buram pendidikan Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2008 tampak jelas pada bulan Juni dan Juli lalu. Wajah buram ini tergambar dalam hasil Ujian Nasional (UN) sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA). 

Dari 29.688 orang peserta UN tingkat SMA, yang lulus hanya 18.629 orang atau 62,75 persen. Sementara yang tidak lulus sebanyak 11.059 orang. Jumlah ini memang sedikit lebih baik dari UN tahun ajaran 2006/2007 atau mengalami kenaikan 0,73 persen. Angka kelulusan UN tahun 2007 yakni 62,08 persen dari total peserta 28.764 orang peserta UN.


Hasil yang paling parah justru dialami oleh peserta UN SMP tahun ajaran 2007/2008. Dari 58.606 peserta UN SMP tahun ajaran 2007/2008, sebanyak 27.169 atau 46,36 persen dinyatakan lulus. Sedangkan yang dinyatakan tidak lulus mencapai 31.437 orang atau 53,64 persen. Atau jumlah yang tidak lulus lebih banyak dari jumlah yang lulus. 

Lebih para lagi, ada beberapa sekolah di wilayah NTT yang tercatat 100 persen siswanya tidak lulus. Angka-angka itu membuat NTT berada pada peringkat terendah mutu pendidikan di Indonesia. Indikatornya dilihat dari hasil UN 2008. Kenyataan berada pada peringkat 33 dari 33 propinsi di Indonesia ini harus diterima oleh masyarakat dan pemerintah di NTT. 

Kualitas pendidikan di NTT juga tergambar dalam hasil seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Dalam SNMPTN tahun 2008 yang digelar bersama 56 PTN dari 33 propinsi di Indonesia, Undana dalam hal ini NTT menempati urutan ke-28 untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), sementara jurusan IPS menempati urutan ke-17. Ini menggambarkan peringkat pendidikan NTT masih di nomor buntut dari yang diharapkan secara nasional. 

Wajah buram pendidikan NTT ini sedikit terhapus pada bulan Agustus 2008 lalu, ketika NTT berhasil menempati posisi delapan dari 33 propinsi dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Makassar dengan perolehan dua medali enas. Namun itu belum juga menghapus wajah buram dunia pendidikan kita. 

Sejak NTT berdiri 50 tahun silam, lembaga-lembaga pendidikan di NTT sangatlah terbatas. Jumlah SMP dan SMA negeri bisa dihitung dengan jari. Di Sumba misalnya hanya ada satu SMP negeri dan belum ada SMA negeri. Demikian juga di Kupang, hanya ada satu SMA negeri dengan beberapa SMP negeri, sementara Undana sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri juga baru saja berdiri. Dunia pendidikan di NTT hanya digerakkan oleh sekolah-sekolah swasta.

Di era otonomi daerah NTT ini, sekolah-sekolah negeri baik SMP maupun SMA sudah tersebar hampir di setiap kecamatan di NTT. Pemerataan guru pun sedang giat dilakukan oleh pemerintah. Namun hingga kini, kualitas pendidikan NTT belum menunjukkan kemajuan yang berarti.

Sebenarnya NTT pernah berjaya dalam dunia pendidikan pada tahun 1980-an dimana dalam ujian nasional, propinsi ini menempati urutan ke-8 dari 27 Propinsi. Bahkan pada tahun 1970- an, NTT menjadi salah satu pemasok guru-guru terbaik untuk dikirim ke Malaysia, memenuhi kebutuhan guru di negeri jiran. Namun kini, NTT seakan kembali ke titik nol justru saat lembaga pendidikan diserahkan pada daerah untuk mengelolanya. Lalu ada apa dengan mutu pendidikan saat ini?

Dalam rapat koordinasi evaluasi UN dan USBN 2008 yan diikuti jajaran Dinas Pendidikan Propinsi NTT dan Kabupaten/Kota se- NTT 28-29 Juli 2008 lalu berhasil diindetifikasi masalah-masalah yang dihadapi, antara lain pengawasan atau supervisi bidang pendidikan yang belum optimal, sarana dan prasarana yang masih terbatas, komitmen pemerintah daerah di bidang pendidikan yang belum optimal, adanya proses Pilkada di NTT, pembelajaran, kegiatan evaluasi dan remedial serta disiplin belajar siswa yang belum maksimal, buku belajar dan referensi lainnya serta ketersediaan laboratorium. Selain itu masalah yang ikut mempengaruhi mutu pendidikan adalah kesejahteraan guru, pendidikan dan latihan kepala sekolah dan guru mata pelajaran, pengangkatan kepala sekolah yang tidak sesuai kompetensi dan formasi pengangkatan guru dan tenaga kependidikan.

Dalam seminar pendidikan yang diselenggarakan LPMP NTT psfs awal Bulan Desember 2008 disebutkan aspek mutu pendidikan yang perlu mendapat perhatian adalah kualifikasi pendidikan guru ditinjau dari UU No. 14 Tahun 2006 tentang Guru dan Dosen. Menurut UU ini, profesional adalah guru yang sudah disertifikasi. Untuk sertifikasi, guru paling tidak harus berijazah S1. Di NTT saat ini masih 85 persen guru belum berijazah S1. 

Selain itu, manajemen sekolah dan kepala sekolah yang masih lemah sebagai akibat terbatasnya pendidikan dan latihan kepala sekolah serta pendidikan dan latihan manajemen kepala sekolah. Implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) juga belum berjalan baik. Kepala sekolah masih terpaku pada kebijakan- kebijakan birokrasi. Akibatnya, para kepala sekolah tidak kreatif dan inovatif dalam menerapkan model pembelajaran yang cocok untuk anak didik di sekolahnya. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan juga masih sangat minim khususnya di desa-desa dan daerah terpencil.

Faktor-faktor lain yang menurunkan kualitas pendidikan adalah disiplin dalam keluarga yang semakin kendor. Para orangtua/wali murid terlalu mempercayakan anak-anak mereka kepada sekolah, padahal sebagian besar waktu anak-anak di rumah bersama orangtua.

Berbagai persoalan dalam pendidikan NTT ini pun langsung melahirkan berbagai ide program untuk mengatasinya, antara lain pemerintah kabupaten/kota perlu membangun komitmen dan bersinergi dengan Pemerintah Propinsi NTT dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui langkah-langkah konkret, baik dalam mengalokasikan anggaran, memperbaiki dan menyediakan sarana-prasarana secara bertahap maupun pengawasan terhadap manajemen pengelolaan pendidikan, menghidupkan kegiatan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), kelompok kerja guru (KKG), kelompok kerja kepala sekolah (K3S) serta pengembangan program center MIPA, Bahasa dan IPS serta berbagai kelompok mata pelajaran. 

Kinerja kepala sekolah dan guru pun perlu di evaluasi. Yang berhasil perlu diberikan reward, namun yang gagal harus diberi punishment.

Jumlah guru yang masih terbatas juga masih menjadi kambing hitam anjloknya pendidikan di NTT. Menurut Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) NTT Drs. Ismail Kasim, hingga saat ini Propinsi NTT masih mengalami kekurangan guru mulai dari tingkat SD hingga (SMA/SMK) yang diperkirakan sebanyak 15.967 orang. Jumlah guru saat ini sebanyak 50.521 orang, namun jumlah tersebut termasuk 12.502 orang yang bukan tenaga kependidikan.

Kondisi yang menyebabkan masalah pendidikan adalah dari 6.632 sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA/SMK baru 4.871 sekolah yang sudah terakreditasi atau baru 73,45 persen. Artinya sebanyak 1.761 sekolah yang belum terakreditasi ini belum memenuhi standar isi, standar proses, standar kompetensi, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar biaya dan standar penilaian. 

Dari berbagai identifikasi masalah, masalah pokok pendidikan adalah pemerintah, sekolah dan orangtua. Pemerintah sebaiknya tidak terlalu mengintervensi pelaksanaan proses belajar mengajar. Berikan kesempatan kepada kepala sekolah mengembangkan manajemen yang inovatif untuk memacu belajar para siswa. Para orangtua juga harus mendorong anak-anak mereka dan menunjukkan bukti-bukti persaingan dalam dunia kerja.

Membangun dunia pendidikan adalah membangun SDM NTT. Untuk itu berbagai program harus diterapkan secara tepat sejak dini. Membangun pendidikan NTT juga merupakan investasi jangka panjang sehingga berbagai programpun harus dilakukan tepat sasaran dan tepat anggaran.

Memasuki tahun baru 2009, semua lini pendidikan harus satu kata dan satu tekas untuk memperbaiki citra NTT dalam dunia pendidikan. Ranking 33 dari 33 Propinsi tidak boleh terulang lagi pada tahun masa mendatang. *

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes