Patung pendaratan Batalyon Worang di Pasar 45 Manado (2013) |
Hal tersebut dikemukakan budayawan Sulut Profesor ABG Rattu ketika ditemui Tribun Manado di sela-sela seminar bertajuk Awal Manusia di Sulawesi Utara di Hotel Arya Duta Manado, Kamis (31/10/2013) lalu. "Pembuatan patung itu lebih banyak dilakukan saat masa jabatan Gubernur Worang. Gubernur Worang merupakan pelestari budaya," kata Rattu.
Rattu kemudian menarik sejarah patung itu jauh ke belakang, menembus masa lalu. Menurutnya, orang Minahasa memiliki keterampilan mematung. Sekitar tahun 1400 Masehi, orang Minahasa membuat patung untuk orang-orang terhormat. "Biasanya kepala adat," ujarnya. Rattu menyebut contoh patung Lengkong Muaya yang memasang kuda-kuda. "Itu artinya orang berani. Itu menunjukkan karakter asli masyarakat Minahasa yang berani berperang atau melawan tapi untuk tujuan mulia. Saya menariknya ke belakang untuk menunjukkan kenapa patung-patung dahulu maupun sekarang harus dilestarikan," katanya.
Begitu pula dengan patung Tololiu Supit dan patung Batalyon Worang di Pasar 45 Manado. "Di situ ditunjukkan bagaimana Worang setelah merebut Maluku masuk ke Sulawesi Utara. Kalau di Bolmong ada juga patung Bogani Putra," ujarnya
Patung Toar Lumimut pun berusaha menunjukkan keberadaan nenek moyang masyarakat Minahasa. Patung Sarapung Korengkeng juga memiliki makna besar.
"Sarapung Korengkeng merupakan panglima perang yang melawan Spanyol pada abad ke-18. Sedangkan Sam Ratulangi merupakan pahlawan melawan Belanda, peraih doktor matematika dan fisika Sulut saat itu. Patungnya ada di Minahasa dan Manado," katanya. Patung Kuda juga memiliki sejarahnya sendiri. Patung yang berada di Stadion Kalabat dan Paal Dua merupakan monumen peringatan akan kehebatan olahraga berkuda Sulut. "Kuda dan joki Sulut sering mendapatkan juara. Bahkan dahulu kuda pemenang dari Jawa, jokinya dari Sulawesi Utara," ujarnya.
Pada umumnya, lanjut Rattu, patung di Kota Manado dibuat oleh Alex Wetik dan Mingkid. Tugu pendaratan Worang merupakan hasil karya mereka berdua. "Nama depan Mingkid saya lupa. Tapi mereka mengerjakan itu karena ada bantuan dana dari Gubernur Worang," tuturnya. Patung Toar Lumimuut dikerjakan Alex Wetik. Sedangkan yang lain dikerjakan bersama. "Kecuali mungkin patung Sam Ratulangi di Unsrat yang dibuat sekitar tujuh tahun lalu. Pematungnya Johanes Saul, seorang dosen dan Enoch Saul, seorang guru SMP. Mereka itu bersaudara," katanya.
Rattu mengharapkan ada lembaga khusus yang menangani patung-patung bersejarah itu. Perhatian pemerintah juga diharapkan sama seperti pada masa Gubernur Worang.
Dihubungi secara terpisah, pakar Tata Kota Novianti MURP mengatakan semangat membuat patung guna mengenang jasa para pahlawan.
"Penempatan patung di perkotaan sebagai penanda kota, sebagai semangat untuk ingat jasa pahlawan," tambahnya. Walau demikian, kata dia, keberadaan patung tidak asal taruh karena patung merupakan elemen kota. "Harus terintegrasi dengan elemen kota seperti dengan taman, jenis pohon, papan nama patung dan lingkungan sekitar. Apakah di kawasan perdagangan, perumahan atau di depan gedung museum," jelasnya.
Bagian integral dari patung di Kota Manado saat, menurut dia perlu dievaluasi karena Manado sudah mengalami perkembangan pesat. "Patung berada di lingkungan yang sudah berkembang, tidak sesuai (lagi) dengan posisi patung itu berada," kata dia. (dma/crz/alp)
Sumber: Tribun Manado 3 November 2013 hal 1