"DIBUTUHKAN pemimpin gila untuk sedikit mengubah keadaaan sekarang. Jangan salah paham, maksud saya adalah pemimpin yang mampu melahirkan ide gila untuk membangun Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia juga berani memikul resiko, bahkan 'cuek bebek' saja dicap gila karena melawan arus."
Demikian isi salah satu surat yang masuk ke alamatku beberapa hari lalu. Surat elektronik dari seorang sahabat. Dia anak NTT yang sedang menimba ilmu di luar Kupang. Dari sisi usia dan pengalaman, dia anak kemarin sore. Masih hijaulah.
Namun, suratnya inspiratif. Caranya menyentil patut direnungi. Malah lebih cocok disebut provokasi. Dia memprovokasi cara berpikir untuk "menemukan" pemimpin gila, berani pikul resiko dan mau melawan arus umum. Wah, sulit bung!
Pemimpin gila, apa relevansinya dengan rumah Flobamora hari ini? Bukankah dalam sejarahnya yang panjang, NTT memiliki pemimpin dengan ide gila dan berani ambil resiko? Bukankah Flobamora tidak kekurangan orang-orang berani? Tidak cuma berani, tetapi cakap dan mampu merealisasikan "ide gila"guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Siapakah dia -- tak mesti disebut dalam ruang terbatas ini!
Ide gila tentu maksudnya gagasan yang tidak biasa. Langkah gila artinya tindakan tak lazim. Tak latah mengikuti arus umum. Pemimpin yang memiliki ide gila niscaya rakyat akan tergila-gila padanya. Kita agaknya butuh pemimpin dengan kapasitas semacam itu. Dalam lima tahun ke depan, NTT butuh pemimpin dengan "program gila" yang dapat menekan sekecil mungkin anak NTT yang menderita busung lapar dan gizi buruk. Keterlaluan kalau setiap tahun kita jatuh ke lubang yang sama terus. Jatuh dan jatuh lagi. Malu kita.
Guna mengatasi pengangguran yang bikin pening kepala para orangtua di NTT, kita dambakan pemimpin yang berani buat gebrakan. Misalnya, program stop kirim TKI bermodal otot! Saatnya NTT kirim TKI berotak. Kerjanya tidak semata jaga ladang majikan, petik sawit, buruh bangunan atau memasak, seterika dan rawat anak tuan dan nyonya di Malaysia, Singapura, Hongkong.
Sudah waktunya NTT kirim TKI yang lebih berkelas semisal perawat, guru, sopir, koki, pemandu wisata, tukang las, operator mesin atau tenaga IT ke Australia, Belanda, Timur Tengah, Korea, Taiwan, Cina, Timor Leste atau negara mana pun yang butuh. Untuk jangka panjang, NTT kirim para manajer high class seperti sukses diperlihatkan India dan Filipina, dua negara Asia yang sama miskinnya dengan Indonesia. Maka si pemimpin membuat program imajiner: "Dalam lima tahun mencetak satu juta anak NTT cakap berbahasa Inggris". Bila perlu ditambah mahir bahasa Mandarin mengingat pemakai dua bahasa itu terbanyak di dunia. Bahasa internasional.
Saban tahun dia mengalihkan sebagian APBD untuk program bahasa Inggris- Mandarin bagi lulusan SMK, Poltekes, dan lain-lain. Setiap tahun pemimpin itu menggunting pita, simbolis mengirim 500-1.000 TKI berotak ke Australia, Belanda. Dia tidak lagi bangga sekadar menghadiri panen perdana ini dan itu. Dia berprinsip baik adanya mencetak tenaga kerja NTT berkompetensi internasional ketimbang APBD hanya dipakai untuk studi banding yang hasilnya remang-remang saja.
Kita juga butuh pemimpin dengan "ide gila" guna mengalihkan perhatian rakyat ke laut. Dua pertiga wilayah NTT adalah laut yang kaya-raya, tetapi rakyat lebih suka daratan yang kurus, kering dan terbatas. Kekayaan laut menjadi sumber kemakmuran orang lain. Kalau rakyat tetap malas, sesekali pakai sedikit tangan besi. Toh pembangunan bukan tanpa resiko dan korban. Yang perlu dikawal adalah meninimalisir korban. Singapura maju justru karena demokrasi ala Lee Kuan Yew bergaya "tangan besi". Maka hidup mereka makmur-sentosa. Teratur, taat hukum, disiplin dan jadi negara papan atas dunia.
Di Kota Kupang pekan lalu sudah ada semacam kontrak hitam putih di bidang kesehatan. Ada deklarasi moral dengan para calon pemimpin. Dalam pekan ini akan muncul deklarasi dalam bidang lain, misalnya ekonomi, sosial budaya dan politik. Mudah-mudahan deklarasi itu akan melahirkan pemimpin yang tidak marah dicap "gila" saat dia mundur di tengah jalan karena merasa gagal merealisasikan janji. Dia gagal memenuhi butir-butir deklarasi yang telah ditandatangani.
Di negeri ini, pemimpin publik yang berani mundur karena gagal adalah manusia super langka. NTT akan tercatat dalam sejarah bangsa kalau berani menjadi yang pertama.
Tahun 2008 belum setengah jalan. Masih ada 11 pesta demokrasi memilih pemimpin daerah. Akan muncul 22 tokoh terpilih. Boleh jadi, Anda dan beta sungguh memilih "pemimpin yang gila". Tapi mereka ternyata gila kekuasaan dan harta. Wah... celaka sembilanbelas! (email: dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik BERANDA KITA (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 26 Mei 2008, halaman 1
Namun, suratnya inspiratif. Caranya menyentil patut direnungi. Malah lebih cocok disebut provokasi. Dia memprovokasi cara berpikir untuk "menemukan" pemimpin gila, berani pikul resiko dan mau melawan arus umum. Wah, sulit bung!
Pemimpin gila, apa relevansinya dengan rumah Flobamora hari ini? Bukankah dalam sejarahnya yang panjang, NTT memiliki pemimpin dengan ide gila dan berani ambil resiko? Bukankah Flobamora tidak kekurangan orang-orang berani? Tidak cuma berani, tetapi cakap dan mampu merealisasikan "ide gila"guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Siapakah dia -- tak mesti disebut dalam ruang terbatas ini!
Ide gila tentu maksudnya gagasan yang tidak biasa. Langkah gila artinya tindakan tak lazim. Tak latah mengikuti arus umum. Pemimpin yang memiliki ide gila niscaya rakyat akan tergila-gila padanya. Kita agaknya butuh pemimpin dengan kapasitas semacam itu. Dalam lima tahun ke depan, NTT butuh pemimpin dengan "program gila" yang dapat menekan sekecil mungkin anak NTT yang menderita busung lapar dan gizi buruk. Keterlaluan kalau setiap tahun kita jatuh ke lubang yang sama terus. Jatuh dan jatuh lagi. Malu kita.
Guna mengatasi pengangguran yang bikin pening kepala para orangtua di NTT, kita dambakan pemimpin yang berani buat gebrakan. Misalnya, program stop kirim TKI bermodal otot! Saatnya NTT kirim TKI berotak. Kerjanya tidak semata jaga ladang majikan, petik sawit, buruh bangunan atau memasak, seterika dan rawat anak tuan dan nyonya di Malaysia, Singapura, Hongkong.
Sudah waktunya NTT kirim TKI yang lebih berkelas semisal perawat, guru, sopir, koki, pemandu wisata, tukang las, operator mesin atau tenaga IT ke Australia, Belanda, Timur Tengah, Korea, Taiwan, Cina, Timor Leste atau negara mana pun yang butuh. Untuk jangka panjang, NTT kirim para manajer high class seperti sukses diperlihatkan India dan Filipina, dua negara Asia yang sama miskinnya dengan Indonesia. Maka si pemimpin membuat program imajiner: "Dalam lima tahun mencetak satu juta anak NTT cakap berbahasa Inggris". Bila perlu ditambah mahir bahasa Mandarin mengingat pemakai dua bahasa itu terbanyak di dunia. Bahasa internasional.
Saban tahun dia mengalihkan sebagian APBD untuk program bahasa Inggris- Mandarin bagi lulusan SMK, Poltekes, dan lain-lain. Setiap tahun pemimpin itu menggunting pita, simbolis mengirim 500-1.000 TKI berotak ke Australia, Belanda. Dia tidak lagi bangga sekadar menghadiri panen perdana ini dan itu. Dia berprinsip baik adanya mencetak tenaga kerja NTT berkompetensi internasional ketimbang APBD hanya dipakai untuk studi banding yang hasilnya remang-remang saja.
Kita juga butuh pemimpin dengan "ide gila" guna mengalihkan perhatian rakyat ke laut. Dua pertiga wilayah NTT adalah laut yang kaya-raya, tetapi rakyat lebih suka daratan yang kurus, kering dan terbatas. Kekayaan laut menjadi sumber kemakmuran orang lain. Kalau rakyat tetap malas, sesekali pakai sedikit tangan besi. Toh pembangunan bukan tanpa resiko dan korban. Yang perlu dikawal adalah meninimalisir korban. Singapura maju justru karena demokrasi ala Lee Kuan Yew bergaya "tangan besi". Maka hidup mereka makmur-sentosa. Teratur, taat hukum, disiplin dan jadi negara papan atas dunia.
Di Kota Kupang pekan lalu sudah ada semacam kontrak hitam putih di bidang kesehatan. Ada deklarasi moral dengan para calon pemimpin. Dalam pekan ini akan muncul deklarasi dalam bidang lain, misalnya ekonomi, sosial budaya dan politik. Mudah-mudahan deklarasi itu akan melahirkan pemimpin yang tidak marah dicap "gila" saat dia mundur di tengah jalan karena merasa gagal merealisasikan janji. Dia gagal memenuhi butir-butir deklarasi yang telah ditandatangani.
Di negeri ini, pemimpin publik yang berani mundur karena gagal adalah manusia super langka. NTT akan tercatat dalam sejarah bangsa kalau berani menjadi yang pertama.
Tahun 2008 belum setengah jalan. Masih ada 11 pesta demokrasi memilih pemimpin daerah. Akan muncul 22 tokoh terpilih. Boleh jadi, Anda dan beta sungguh memilih "pemimpin yang gila". Tapi mereka ternyata gila kekuasaan dan harta. Wah... celaka sembilanbelas! (email: dionbata@poskupang.co.id)
Rubrik BERANDA KITA (BETA) Pos Kupang edisi Senin, 26 Mei 2008, halaman 1