RITUAL pesta kacang Lewohala di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, dilaksanakan rutin setiap tahun. Secara turun-temurun, warga Lewohala meliputi Desa Jontona (pusat budaya pesta kacang), Desa Todanara, Watodiri, Muruona, Laranwutun, Kolontobo, Petuntawa dan desa-desa lainnya di kawasan Ile Ape.
Ritual makan kacang (utan belai) dilakukan bersama-sama di rumah besar (uma belen) dan di panggung upacara (koke bale). Tempat ini ditetapkan melalui musyawarah adat yang telah berlaku turun-temurun.
Upacara ini diselenggarakan untuk mensyukuri rezeki dan kegagalan yang diterima dari Yang Maha Kuasa atau Lera Wulan Tana Ekan kepada warga Lewohala selama setahun itu.
"Panen banyak atau sedikit, pesta kacang wajib dilaksanakan setiap tahun. Hanya sebutannya saja makan kacang, karena pada waktu makan di rumah adat didominasi kacang panjang yang dicampur beras merah dengan lauk ikan putih," kata Elias Geroda, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Jontona, kepada Pos Kupang, Jumat (26/6/2009).
Menurut Elias, seremoni ini dilaksanakan sederhana, berpedoman pada ketentuan budaya yang sudah berlaku turun- temurun dari leluhur. Upacara ini dilaksanakan pada minggu ketiga atau minggu keempat bulan September atau pada minggu pertama dan kedua bulan Oktober.
Penetapan jadwal pesta kacang, kata Elias, berdasarkan kalender musim yang dihitung pada saat bulan kabisat atau `wulan lein tou'. Dasar penghitungan ini menjadi kalender penanggalan pesta kacang yang berlaku terhadap suku-suku di Lewohala. Di dalamnya tergabung suku Wungu Belen meliputi suku Gesi Making, Do Gesi Making, Laba Making, dan suku Beni Making. Suku Wungu Belumer meliputi suku Hali Making, Sero Making, Lewo Kedang, Langodai, Balawangak, Purek Lolon, Matarau, Lamablolu, dan Lamawalang.
Pemberitahuan oleh Belen Raya dipegang suku Halimaking sebagai otoritas kekuasaan akan mengawali pesta kacang. Delapan tahapan sebelum puncak pesta kacang dimulai dengan `sewa nuku' yakni menaikkan daun lontar di namang/lapangan yang dilaksanakan suku Purek Lolon.
Tahap kedua dalam upacara ini, `tuka kiwan lua watan,' yakni perjalanan turun gunung ke pantai yang dilaksanakan suku Pureklolon dan Lamawalang. Dalam perjalanannya, mereka melempar sebungkus kecil daun lontar di dalamnya berisi wua malu dan wako (siri pinang dan tembakau). Lemparan yang dilakukan suku Lamawalang harus melewati pohon bakau disertai pukulan gong dan gendang menandai pesta kacang sedang berlangsung.
Tahap ketiga, doro dope yakni memanah ayam dan kelope (sejenis ikan melata yang menempel di dahan bakau). Ayam yang dipanah akan digunakan untuk makan bersama.
Tahap keempat, pelu belai (makan nasi tumpeng adat).Makanan ini terbuat dari kacang panjang dan nasi merah yang dilaksanakan serentak anak-anak gadis dari suku Wungu Belumer yang dilaksanakan menjelang fajar menyingsing.
Tahap kelima, hodi elu (kesepakatan atau janji pesta). Mereka membuat kesepakatan melaksanakan puncak pesta kacang.
Puncak pesta kacang terjadi pada tahap keenam yakni utan wungu belen yang dilaksanakan serempak oleh suku Wungu Belen yang dihadiri para pria. Apabila turunan dari warga Lewohala merantau keluar kampung, maka jatah makannya diantar ke rumah besar (uma belen) suku Laba Making Langobelen. Malam menjelang puncak pesta kacang dilaksanakan seremoni tunu muku manu di setiap rumah adat.
Masih dalam rangkaian pesta kecang, dilaksanakan penu koke bale yakni makan kacang di balai-balai secara serentak oleh suku Wungu Belen dan Wungu Belumer.
Ritual di bagian ini penting karena para sesepuh Lewohala menasihati putra-putrinya. Tahap pamungkas dari seluruh rangkaian seremoni adat menggelar neba belen-neba uelen, yakni atrakasi budaya atau hiburan dengan tari-tarian daerah setempat seperti soka sihkan, soka neba dan tarian rotan melibatkan tokoh adat dan masyarakat setempat. (Eugenius Moa)
Pos Kupang edisi Sabtu, 27 Juni 2009 halaman 15