Cakalang Pun Melimpah di Pesisir Blongko

Pesisi pantai Blongko (foto Alpen)
Eksploitasi terumbu karang (coral reef) di sejumlah pesisir Sulawesi Utara terjadi sejak lama. Belakangan ekosistem perairan pantai itu mulai mendapat perhatian.

MASYARAKAT
ambil bagian menjaga kelestarian terumbu karang. Untuk melindungi wilayah ini, pemerintah penetapan tiga Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di Sulawesi Utara (Sulut). Mulai dari pesisir Blongko, Kecamatan Sinonsayang, Minahasa Selatan (Minsel), Bahoi, Kecamatan Wori, Minahasa Utara (Minut), hingga kawasan penangkaran/konservasi penyu di Dusun Tuloun, Tondano Pante, Minahasa.

Seperti yang dilakukan masyarakat di Desa Blongko. "Memang terumbu karang di sini sudah tidak terjaga lagi, makanya sekarang akan dibentuk panitia KKLD," jelas Meidy Rattu, Hukum Tua Blongko, Kamis (6/6/2013). Ia menceritakan, terumbu karang di Blongko mengalami kerusakan total sebelum tahun 1997.

"Masyarakat di sini dulu mengambil terumbu karang kemudian dibakar dijadikan kapur, selain itu mereka ambil untuk membangun," jelas dia. Lebih parah lagi pada tahun 1975-1978, saat itu perusahaan dari Korea, melakukan pembangunan Jalan Amurang Kotamobagu Doloduo (AKD) atau yang lebih dikenal saat ini dengan Jalan Trans Sulawesi.

"Pembangunan jalan, mereka menggunakan terumbu karang sebagai bahan timbunan, jadi mereka menggunakan alat berat untuk mengambil terumbu karang yang ada di pinggiran, sehingga memang mengalami kerusakan sangat berat," ujar dia. Selain itu, masih banyak masyarakat yang berburu ikan dengan menggunakan bom. "Di bagian tengah laut, itu masyarakat masih gunakan bom ikan, sehingga memang rusak parah, saat itu," katanya.

Namun menurutnya, perilaku merusak terumbu karang laut mulai berubah pada tahun 1997, saat tim Coral Resources Management Project (CRMP), organiasasi dari Amerika Serikat datang. "Mereka menjelaskan kepada kami masyarakat, manfaat terumbu karang dan apa yang harus kami lakukan untuk memperbaiki, mereka masuk melakukan penelitian, pendekatan, dan menjelaskan kepada masyarakat, baik pribadi maupun ke sekolah, sampai kami sadar dan tidak mau merusak terumbu karang, bahkan mau menjaganya sampai sekarang," ujar Yefta Mintahari, warga Blongko.

Saat itu, sempat dibuat Daerah Perlindungan Laut (DPL) seluas 6 hektare. "Wilayah tersebut dilarang untuk dilakukan aktivitas, juga tanami pohon bakau, namun sempat terhenti, dan sekarang kami mulai lagi, namun namanya sudah berubah yaitu KKLD," jelasnya. Memang keadaan terumbu karang saat ini masih sangat buruk, meski begitu masyarakat yang sudah sadar akan pentingnya terumbu karang, mulai peduli menjaga. "Sekarang kalau ada yang berani merusak terumbu karang, termasuk bakau masyarakat akan kejar, dan pernah kejadian seperti itu," jelas dia.

Ada lagi yang menjadi musuh mereka saat ini yaitu, pemburu ikan menggunakan panah. "Mereka itu merusak terumbu karang, menyelam menggunakan kompresor, dan menggunakan panah," jelasnya.

Keadaan terumbu karang yang baru mulai bertumbuh lagi, membuat nelayan harus pergi beberapa jam jaraknya untuk menangkap ikan. "Saya kalau mencari ikan besar, harus menggunakan perahu sejauh empat jam perjalanan," ucap Arnol Purnama, nelayan. Padahal kalau ada terumbu karang, tidak perlu jauh-jauh menangkap ikan. "Ada terumbu karang, bisa menahan ombak, ikan bisa tinggal banyak di situ, dan otomatis hasil tangkapan bisa banyak," kata Yefta.

Pernah juga terjadi, ikan cakalang masuk melimpah di perairan Blongko. "Tahun lalu musim cakalang, memang selama tujuh bulan kami konsumsi cakalang terus, sampai bosan," tuturnya.  Sementara itu, Fecky warga Manado yang kebetulan melaut, mengatakan, ikan mulai banyak di perairan Blongko. "Ya, untuk ikan mulai banyak, sebenarnya kalau terumbu karang sudah tumbuh, pasti akan lebih banyak lagi," jelas dia. (alpen martinus)

Sumber: Tribun Manado edisi cetak 7 Juni 2013 hal 1


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes