Lahan pertanian di Modoinding, Sulawesi Utara |
Ditemui Tribun Manado, Senin (10/6/2013), John menceritakan awalnya dia menanam kentang jenis Granola di kebunnya. Umbinya besar saat pertama kali ditanam.
Namun, lama-kelamaannya terus menciut umbinya. Suatu hari di tahun 1993, John menemukan satu di antara beberapa pohon kentang yang ditanamnya memiliki fisik yang berbeda. Batangnya lebih besar, daunnya pun lebih rindang.
"Saya lihat satu pohon tersebut berbeda dari yang lain. Besarnya dua kali kali lipat dari yang lain. Nah, dari situ saya mulai teliti dan ternyata umurnya juga lebih panjang," kata John. Saat dipanen, ternyata ada 30 umbi dan besar-besar."Bibitnya saya pisah sendiri kemudian tanam lagi. Perlakuan sama dengan kentang lainya. Lagi-lagi ukuran umbinya jauh lebih besar daripada kentang biasa dan jumlah umbinya jauh lebih banyak," jelasnya.
Pada 1999 ia panen 100 koli dan semuanya dijadikan bibit lalu tersebar ke petani Modoinding. "Kentang Super John sangat laris di pasaran karena umbinya bagus, tidak mudah rusak, kulitnya tidak mudah terkupas, ukurannya juga besar-besar. Yang paling besar beratnya sampai 8 ons," tuturnya.
John Walukow mengaku sudah kerap diundang menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan seperti di Manado. "Mereka bilang kentang Super John itu hasil mutasi spontan alam," jelas dia. Menurut John, dia menemukan varietas unggul itu dari kegemarannya melakukan penelitian dan percobaan, meski dia tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian. Semata berdasarkan pengalamannya sebagai petani selama 36 tahun. "Nama Super John itu masyarakat dan petani yang beri, bukan saya," kata John sambil tersenyum. (amg)
Sumber: Tribun Manado edisi cetak 11 Juni 2013 hal 1