DI tengah gemuruh riuh pesta siswa-siswi SMA di Indonesia merayakan kelulusan mereka mengikuti Ujian Nasional (UN) 2013 ada warta mengejukkan datang dari bumi Kalimantan. Tepatnya dari SMA 2 Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Seperti dikutip dari ANTARA, sebanyak 305 siswa SMA 2 Banjarmasin merayakan kelulusan mereka dengan bersujud dan mencuci kaki ibunda yang berlangsung serentak di sekolah tersebut hari Jumat 24 Mei 2013. Menurut Kepala Sekolah SMA 2 Banjarmasin, Drs Bakhtiar, kegiatan bersujud dan mencuci kaki ibu merupakan langkah mendidik siswa agar tidak merayakan kelulusan UN dengan konvoi di jalan serta mencorat-coret pakaian seragam seperti lazim di mana-mana.
"Kami ingin para siswa menghargai kerja keras orangtua yang telah mendidik dan mengantarkan mereka hingga menuntaskan sekolah hingga tingkat SMA," katanya. Suasana haru pun menyembul indah. Sejumlah pelajar menitikkan air mata tatkala bersujud dan mencuci kaki sang ibunda yang melahirkan dan membesarkan mereka.
Kita patut mengacungi jempol untuk prakarsa pimpinan dan para guru di sekolah ini. Mereka memilih jalan sunyi yang tak lazim tetapi itu merupakan jalan mendidik yang bakal lama dikenang para siswa. Kelulusan UN sudah semestinya menjadi momen refleksi, bukan semata hura-hura dan pesta seperti banyak kita saksikan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Poinnya adalah bahwa mengajar dan mendidik itu sama-sama penting dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas di negeri ini. Mereka cerdas secara intelektual dan emosional. Cukup sering para guru di sekolah-sekolah salah kaprah. Seolah-olah tugasnya hanya mengajar. Sekadar mentranfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa dengan parameter meraih nilai ujian tertinggi sesuai standar.
Pendidikan tidak pernah cukup dengan mengajar agar siswa mendapat nilai yang bagus. Semua pemangku kepentingan di bidang ini mesti sama-sama berikhtiar untuk merawat keseimbangan antara otak dan hati. Maka kita persoalkan apakah orangtua memberi uang kepada guru saat penerimaan rapor yang sudah membudaya di Sulut itu mendidik? Apakah ucapan terima kasih wajib berupa duit? Ketika anak dididik mengkultuskan uang sejak usia dini maka kita akan mendapatkan generasi yang mengukur segala hal dengan uang alias materi.
Hari-hari ini kita saksikan peran mendidik itu terus mengalami degradasi sehingga anak-anak kita memang lumayan cerdas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi miskin budi pekerti yang luhur. Mereka tidak tahu sopan santun, tidak cerdas bertata krama dalam pergaulan sosial. Jadi, peran mendidik itu sama penting dengan mengajar. Mendidik anak bangsa berkualitas butuh transformasi. Transformasi mensyaratkan perubahan mindset. Kurang lebihnya begitu! *
Sumber: Tribun Manado 29 Mei 2013 hal 10