Noda Hitam di Seragam King Komar

Murid SD Paniki Bawah Manado di ruang kelas mereka 4-6-13 (foto Rizky)
BELAJAR di tengah puing ruang kelas yang terbakar tujuh bulan lalu sungguh tidak nyaman bagi King Komar, murid kelas V SD Inpres 03 Paniki Bawah, Manado. Meski tidak nyaman namun King bersama 311 siswa lain di sekolah itu tetap semangat belajar di bawah bimbingan guru-guru mereka.

Kepada Tribun Manado di sekolah itu, Selasa (4/6/2013), King mengatakan bintik-bintik noda hitam menghiasai seragam sekolahnya saban hari. Noda hitam itu berasal dari serbuk puing yang diterpa angin. Sejak kebakaran menimpa gedung SD Inpres 03 Paniki Bawah pada 11 November 2012, gedung sekolah tersebut belum diperbaiki.  Gedung yang hangus dilalap api ditutupi dengan atap darurat dari rangka bambu. Beberapa tempat yang terbuka pun ditutup dengan terpal warna coklat.

Tiang-tiang pemisah ruang kelas yang hangus masih seperti semula. Warnanya menghitam.  Tanpa jendela dan kaca, gedung sekolah itu tampak terbuka dari semua sisi.  Sisa-sisa reruntuhan beton  berserakan di mana-mana. Meja dan kursi yang dipakai para siswa pun rusak dan bergoyang.

Hanya tiga ruang kelas yang dipakai sebagai ruang belajar. Tempat yang sangat terbatas itu tidak cukup untuk menampung 312 siswa yang dibagi dalam 11 kelas. Dengan keadaan yang kurang layak tersebut, pihak sekolah mengambil inisiatif untuk membagi jam sekolah. Kelas I sampai III masuk  pagi hari sedangkan untuk kelas IV sampai VI masuk sekolah siang hari. Kelas paralel A dan B di setiap tingkat digabung menjadi satu, sehingga para murid  berdesak-desakkan di dalam kelas.

Gedung sekolah itu hampir semuanya ludes terbakar, kecuali toilet. Toilet diubah fungsinya  menjadi  gudang penyimpanan barang. Kursi-kursi plastik untuk guru-guru, absensi dan barang-barang berharga lain di simpan di situ sesuai kegiatan belajar mengajar. Orangtua murid yang mengantar anak-anak mereka menyusun beton sisa reruntuhan untuk dijadikan tempat duduk saat menunggu anaknya pulang.

Kepala SD Inpres 03 Paniki Bawah Elisabeth Sumampouw mengatakan hampir tidak ada yang tersisa dari kebakaran itu. Walau di tengah puing, pihaknya tetap menyemangati anak-anak untuk belajar. "Yang penting anak-anak bisa sekolah," ungkapnya.

Ia mengatakan, kursi dan meja yang dipakai murid-muridnya sekarang merupakan sumbangan dari  dari sekolah lain di Kecamatan Mapanget yang kelebihan kursi dan meja. Juga sumbangan dari orangtua murid. Untuk pengadaan atap, pihaknya mengambil sedikit dari dana BOS. 

Dikatakannya, sampai saat ini tidak ada bantuan dari pemerintah.   "Semoga pemerintah segera membangun sekolah ini. Kasihan  anak-anak harus belajar di tempat yang kurang layak. Apalagi akan masuk tahun ajaran baru. Kalau keadaan sekolah seperti saat ini, bisa-bisa tidak ada yang mendaftar di sini. Kalau sampai ajaran baru nanti belum ada tanda-tanda bantuan, kami akan beli sendiri bahan-bahan bangunan seadanya untuk membangun sedikit demi sedikit," kata Elisabeth. (fin)

Sumber: Tribun Manado 5 Juni 2013 hal 1



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes