KUPANG, PK --Tanah longsor di Desa Tolnaku (bukan Tolnako), Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, termasuk salah satu bentuk atau tipe tanah longsor terunik di Indonesia. Tanah longsor di Tolnako akibat pertemuan dua sesar (sejenis patahan), yaitu sesar abdon dan sesar geser.
Kepala Sub Direktorat Pencegahan Bencana pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia, Ir. Lilik Kurniawan, M.Si, dan Kasubdit Mitigasi, Anas Luthfi, mengatakan itu kepada Pos Kupang ketika memantau lokasi tanah longsor di Tolnaku, Kamis (3/9/2009).
Pantauan lokasi tanah longsor ini diikuti Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kupang, Daniel Manoh, Kabag Sosial Setkab Kupang, Drs. Imanuel Bilos, Kabag Humas Setkab Kupang, Drs. Petserean Amtiran, Camat Fatuleu, Bataruddin Rosna, S.Sos, Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD NTT, Abraham Klakik, dan Kabid Kedaruratan dan Logistik, Chris Daud.
Kurniawan menjelaskan, berdasarkan pantauan sepintas dan hasil yang diperoleh dari Badan Geologi Nasional (BGN), tanah longsor di Tolnaku masuk dalam zona merah. Itu artinya, sangat mungkin terjadi terus-menerus.
"Tanah longsor ini memang beda sehingga bisa dikategorikan sebagai longsor besar dengan tipe kerusakan secara blok-blok, atau bentuk rekahan memanjang dalam blok. Gerakan tanah ini terjadi karena dipicu oleh getaran bumi seperti gempa dan hujan dalam waktu tertentu," katanya.
Menurut Kurniawan, tanah longsor seperti ini baru ditemukan lagi di Tolnaku, NTT. Sebelumnya tanah longsor jenis ini pernah ditemukan di Ciloto dan Cianjur, Propinsi Jawa Barat, kemudian di Banjar Tenggara, Jawa Tengah.
Dalam peta tersebut, lanjut Kurniawan, ada sejumlah bukit yang rawan, dan secara umum di NTT paling sedikit 70 persen, termasuk di Tolnaku yang sangat berpotensi terjadinya longsoran dalam bentuk blok dan rekahan.
Tentang tekstur tanah, Kurniawan menjelaskan, secara umum tanah di lokasi longsor adalah tanah dengan komposisi terbesar jenis bobonaro berwarna coklat kekuningan dan bersifat anorganis.
Jenis tanah seperti ini, lanjutnya, dalam kondisi tertentu menimbulkan retakan-retakan memanjang. Bahkan dalam kondisi jenuh air akan memberikan beban pada tanah dan akhirnya terbelah dan longsor.
"Secara teori air yang masuk ke dalam kulit bumi/tanah harus keluar melalui sumber air atau resapan lain. Namun, di lokasi longsor ini tanahnya jenuh atau selalu menyimpan air. Dan, ketika ada gerakan atau getaran dari gempa bumi dan hujan, beban tanah bertambah sehingga tidak bisa dipertahankan dan akhirnya pecah dan longsor secara rekahan atau belahan," papar Kurniawan.
Ditanyai soal rekahan yang terjadi secara blok dan memanjang hingga ratusan meter, menurut Kurniawan, kondisi itu akibat tekstur tanah yang selalu bergerak dalam blok- blok besar sehingga longsor berbeda dengan tipe lain yang runtuh.
"Akibatnya, semua yang ada di atas tanah itu, baik pepohonan, perumahan dan sebagainya ikut bergerak secara bersama. Bukan langsung roboh atau ambruk, tapi bergeser seiring dengan gerakan tanah. Inilah yang kita katakan gerakan tanah secara blok," ujarnya.
Mengenai upaya yang dilakukan, Kurniawan menyatakan, tugas utama tim adalah membangun kembali lebih baik atau memberikan sosialsisasi kepada korban bencana tanah longsor tentang kondisi yang terjadi.
"Kami bekerja dengan prinsip utama, yaitu pemulihan agar lebih baik lagi. Dan sebagai salah satu upaya, kami akan pelajari proposal dari Pemerintah Kabupaten Kupang dan dibahas lagi secara bersama dengan instansi terkait demi pemulihan kondisi bencana ini," katanya.
Kasubdit Mitigasi Penanggulangan Bencana, Anas Luthfi mengatakan, sesuai peta dari geologi dan pantauan langsung, tanah longsor di Tolnaku akibat pertemuan dua sesar (patahan), yaitu sesar abdon dan sesar geser. "Sesar abdon adalah pergerakan naik turun tanah, dan sesar geser adalah pergerakan tanah ke kiri atau kanan," kata Luthfi.
Untuk diketahui, tanah longsor di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatuleu, mencapai sekitar 12 kilometer. Akibatnya, 118 jiwa (sebelumnya 117) dari 32 kepala keluarga dipindahkan ke permukiman di Fatukoto. (yel)
Pos Kupang 4 September 2009 halaman 1