LEWOLEBA, PK - Administrasi kepegawaian di Kabupaten Lembata bisa dikatakan buruk. Pasalnya, ada tenaga kontak yang sudah meninggal dunia namun namanya masih terdata sebagai tenaga kontrak.
Demikian salah satu dari sejumlah temuan yang dibeberkan DPRD Lembata dalam rapat kerja dengar pendapat DPRD dengan pemerintah setempat, Jumat (25/2009) lalu.
Pertemuan dipimpin ketua sementara, Yohanes de Rosari dan dihadiri segena anggota Dewan. Sementara dari pihak pemerintah, hadir Asisten III, Ir. Lukas Witak, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Yuliana Lazar, S.H.
Rapat itu membahas mengenai permasalahan yang dialami sejumlah tenaga kontrak di Lembata baik menyangkut mekanisme perekrutan, indikasi kolusi dan nepotisme sehingga merugikan masyarakat dan daerah.
Anggota Dewan, Fery Koban mengungkapkan, almarhumah Monike Dike, salah seorang tenaga kontrak yang telah meninggal dunia beberapa tahun silam, hingga kini namanya masih ada sebagai tenaga kontrak.
Selain itu, mantan anggota DPRD Lembata periode pertama, Bernadus Nara, yang diangkat menjadi guru PNS. Ada juga nama Bernadus Belida yang sudah diangkat menjadi PNS namun hingga kini masih berstatus sebagai tenaga kontrak.
Bahkan tenaga kontrak, Samuel Belida, dalam data base, menjadi tenaga kontrak yang mengajar di SMAN 1 Nubatukan, tetapi hingga saat ini orang tersebut tak ada.
Anggota Dewan, Frederikus Wahon dan Yoseph Meran Lagaor, menyatakan banyak tenaga kontrak menjadi korban, terkatung-katung nasibnya. Ada tenaga kontrak yang sudah bekerja sebelum tahun 2005 namun hingga kini belum diangkat menjadi PNS.
Sementara sejumlah tenaga kontrak lain sudah diangkat menjadi PNS padahal baru menjadi tenaga kontrak di atas tahun 2005, karena memiliki "orang dalam".
"Kasus ini terjadi karena orang tidak mengabdi dengan hati. Sejak Lembata jadi otonom, banyak muncul kasus kepegawaian. Setiap saat kita hanya berkelahi urus pegawai. Dibuka saja siapa yang merusak. Mari kita selesaikan agar ke depan kita bangun Lembata dengan hati bersih," tegas Wahon.
Ditambahkannya, perekrutan 20-an kader potensil setiap tahun dibiayai pendidikannya dengan APBD II namun hal itu tidak dilakukan secara transparan. Beberapa oknum pejabat pemerintah mengutamakan tamatan SLTA dari kalangan keluarganya, sehingga merugikan anak Lembata lain yang memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Selesai pendidikan, kader potensial itu mendapat prioritas untuk diproses menjadi PNS.
Yoseph mengungkapkan, data base tenaga kontrak tahun 2004 sebenarnya masih murni, tetapi diubah oknum tertentu di Hotel Benggoan II Maumere, yang mengganti nama tenaga kontrak yang asli dengan nama anggota keluarganya, sebelum data itu dibawa ke BAKN. "Yang masih sekolah sudah jadi tenaga kontrak. Ibu rumah tangga dan tukang ojek juga bisa masuk data base. Saya punya data dan bisa hadirkan saksi yang mengetahui data base itu telah dirombak," ungkap Yoseph.
Menurut dia, saat ini tak ada lagi kebijakan penerimaan tenaga kontrak oleh pemerintah pusat. Namun, di Lembata sampai tahun 2009 masih ada perekrutan yang dilakukan pemerintah setempat.
Kepala BKD Lembata, Juliana Lazar mengatakan tidak mengetahui siapa yang merombak data base tenaga kontrak di Hotel Benggoan-Maumere. Namun Juliana menegaskan, bupati tidak bisa mengubah SK penetapan data base itu.
"Bupati tidak bisa mengubah SK penetapan data base tenaga kontrak dari BAKN," tegas Juliana.
Menurutnya, pemeriksaan badan pengawas (Banwas) tiga tahun silam, menemukan ada SK tenaga kontrak fiktif dan tenaga kontrak yang masih duduk di bangku sekolah. Temuan itu sudah ditindaklanjuti dan tenaga kontrak yang bersangkutan sudah dikeluarkan. (ius)
Pos Kupang 29 September 2009 hal 20