KUPANG, PK --Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Mardiyanto, meminta 54 orang anggota DPRD NTT periode 2009-2014, harus lebih banyak melahirkan peraturan daerah (perda) inisiatif yang memayungi kebutuhan dan kesejahteraan kurang lebih 4 juta jiwa penduduk NTT.
Permintaan itu disampikan Mardiyanto dalam sambutan tertulisnya dibacakan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, saat pelantikan 54 anggota DPRD NTT di ruang sidang utama Gedung DPRD NTT di Jalan El Tari-Kupang, Kamis (3/9/2009).
Dalam menjalankan fungsi legislasi selama lima tahun, DPRD NTT periode 2004-2009, menghasilkan 63 Peraturan Daerah (Perda). Dari jumlah itu, lima perda inisiatif DPRD, selebihnya perda yang diusulkan oleh eksekutif.
Mendagri mengatakan, pelaksanaan penggunaan hak-hak DPRD dalam penyelesaian masalah harus disikapi melalui penilaian analisis, obyektif dan selalu berdasarkan pada aspek hukum, bukan mencari-cari masalah.
Untuk itu, tegas Mardiyanto, semua persoalan kemasyarakatan dan pembangunan perlu diatur regulasinya melalui perda. Perda tersebut tidak sekadar pajangan, tapi betul- betul dikawal pelaksanaannya oleh legislatif sehingga betul-betul membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Mardiyanto mengatakan, pengucapan sumpah janji anggota DPRD bukan sekadar acara seremonial, tetapi mengandung makna yuridis dan tanggung jawab kepada masyarakat sebagai anggota DPRD propinsi. "Pengucapan sumpah janji anggota DPRD memiliki makna yuridis dan tanggung jawab kepada masyarakat, tidak sekedar seremonial," tegas Mardiyanto, seperti dikutip Lebu Raya.
Mardiyanto menegaskan, DPRD memiliki kedudukan yang setara dan memiliki hubungan kemitraan dengan kepala daerah. Artinya, kedua lembaga tidak saling membawahi tetapi menjadi mitra kerja dalam menentukan kebijakan publik dan pembangunan daerah.
Mendagri mengharapkan seluruh anggota DPRD selalu bertindak dalam koridor hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Koridor hukum harus menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan, peraturan daerah, ataupun anggaran pembangunan.
"Hak-hak yang dimiliki DPRD (angket, interpelasi, budget) tidak secara langsung dapat menjatuhkan kepala daerah tetapi digunakan sebagai kontrol terhadap kebijakan kepala daerah," katanya.
Dijelaskannya, UU Susunan dan Kedudukan (Susduk) yang baru mengatur bahwa pimpinan DPRD tidak perlu dipilih untuk menghindari terjadinya praktek money politic dan bentuk penghargaan kepada parpol pemenang pemilu. Dengan demikian, secara tidak langsung pimpinan DPRD juga dipilih dan ditentukan oleh rakyat.
Untuk itu, tegas Mardiyanto, pimpinan harus mampu mengakomodir kepentingan rakyat dengan perda yang tidak memberatkan rakyat. Walau UU itu belum diundangkan, Mardiyanto meminta anggota Dewan yang baru dilantik segera menyusun tata tertib yang baru. Pembentukan fraksi dan penetapan pimpinan DPRD juga menjadi prioritas awal tugas DPRD.
UU baru, kata Mardiyanto, memberi ruang agar fraksi yang bukan alat kelengkapan Dewan diberi sarana dan tunjangan sesuai kemampuan keuangan daerah. Soal pergantian antar waktu (PAW) juga diatur lagi sehingga permberhentian seseorang dari keanggotaan Dewan tidak sertamerta karena kemauan pimpinan partai, atau usulan PAW terkatung karena tarik ulur kepentingan politik.
UU baru, lanjutnya, juga mengatur tentang pemberhentian baik sementara atau tetap terhadap anggota Dewan yang tersangkut tindak pidana. Jika seseorang anggota tersangkut perkara pidana, diberhentikan sementara dengan dibatasi hak-haknya, begitu aparat penegak hukum menetapkannya menjadi tersangka. Jika ancaman hukum lima tahun ke atas, anggota yang bersangkutan diberhentikan.
Menurut dia, sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD mempunyai kedudukan yang setara dan memiliki hubungan kerja yang bersifat kemitraan dengan pemerintah daerah. Kedudukan yang setara mengandung pengertian bahwa antara DPRD dan pemerintah daerah, tidak saling membawahi atau satu bertanggungjawab kepada yang lain. Dalam kemitraan itu, keduanya tidak boleh saling menjatuhkan.
DPRD, kata Mardiyanto, merupakan mitra kerja pemerintah daerah dalam membuat kebijakan daerah, demi penyelenggaran pemerintahan yang mampu membawa kesejahteraan.
Dengan demikian, lanjutnya, DPRD dan pemerintah daerah wajib memelihara dan membangun hubungan kerja yang harmonis, saling mendukung tanpa mengabaikan daya kritis anggota DPRD, sehingga masing-masing dapat melaksanakan tugas dan kewajiban daerah.
Pengambilan sumpah dilakukan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, A TH Pudjiwahono, S.H. Usai pengambilan sumpah dilanjutkan dengan penunjukan pimpinan sementara oleh partai peraih kursi terbanyak pertama dan kedua. Untuk NTT Golkar yang meraih sebelas kursi berhak menduduki jabatan ketua sementara sehingga Drs. Ibrahim Agustinus Medah sebagai ketua DPD Golkar dipandang pantas menduduki jabatan tersebut. PDIP yang meraih sembilan kursi berhak atas kursi wakil ketua sementara. Sesuai SK DPP PDIP, maka Nelson Obed Matara,S.Ip sebagai sekretaris DPD yang berhak atas kursi wakil ketua tersebut.
Hadir dalam acara itu, Wagub NTT, Ir.Esthon Foenay, M.Si, unsur Muspida, sejumlah pimpinan SKPD, pimpinan BUMN/BUMD, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pimpinan partai politik, pimpinan perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi profesi dan organisasi wanita serta keluarga anggota DPRD yang dilantik.
Disaksikan Pos Kupang, Kamis (3/9/2009), acara dimulai pukul 09.00 Wita, dihadiri sekitar 1.000 orang, termasuk pers. Sidang paripurna istimewa itu dibuka oleh Ketua DPRD NTT periode 2004-2009, Drs. Melkianus Adoe. Selanjutnya, Sekretaris DPRD (Sekwan) Propinsi NTT, Dra. Sisilia Sona, membacakan surat keputusan Mendagri Nomor : 161.53-592 Tahun 2009, tanggal 27 Agustus 2009 tentang Pemberhentian Anggota Dewan periode 2004-2009 dan Pengangkatan Anggota Dewan periode 2009-2014.
Usai pembacaan SK, 54 anggota DPRD Propinsi NTT diambil sumpah. Pelantikan hanya diikuti 54 orang, karena calon terpilih dari Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Thobias Wanus tidak diusulkan untuk dilantik, karena telah dipecat oleh induk partainya. (gem/aa)