Catatan sepakbola Dion DB Putra
TURKI ternyata bukan elang yang terluka. Tampil dalam laga hidup mati dengan hampir separuh pemain inti absen akibat hukuman dan cedera --- Turki tetap gagah mengepakkan sayap. Turki tak pernah mati. Malah nyaris menghancur-luluhkan reputasi dan nama besar Der Panzer.
Turki vs Jerman menghadirkan drama di St. Jakob-Park, Basel - Swiss, Rabu malam atau Kamis (26/6/2008) dinihari Wita. Hempasan badai yang menginterupsi siaran televisi sejagat sekian menit tidak mengurangi ketegangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel harus menunggu hingga 90 menit untuk menarik napas lega. "Saya begitu sering menahan napas," kata Merkel yang menonton langsung pertandingan di St. Jakob-Park.
"Gila! Saraf Kami Tegang!" tulis Harian Bild (http://www.bild.de). Bild menilai Jerman kalah dominan dibanding Turki. "Tidak tampak jejak permainan mengesankan, cepat dan langsung menusuk seperti melawan Portugal. Apakah karena arogansi atau kegugupan?" tulis Bild.
Bukan arogan. Joachim Loew mengakui kegugupan itu. "Tidak ada bagian di lapangan yang bisa kami kuasai. Turki bangkit sebanyak tiga kali untuk memenangi pertandingan, dan kami sadar itu bisa terjadi lagi. Pada menit-menit terakhir, kami sempat khawatir, tapi kami beruntung mencetak gol menit ke-90. Saat itu kami mulai yakin mereka tidak akan bangkit untuk keempat kalinya," kata Loew.
Turki sempat menciptakan neraka bagi Jerman. Walau hanya bermodal tim "lapis kedua", pasukan Fatih Terim bermain tanpa beban. Jerman hampir bernasib sama dengan Swiss, Republik Ceko dan Kroasia. Di Basel, penonton menduga pertandingan berakhir 1-1. Tiba-tiba Arda Turan menjebol gawang Swiss menit kedua perpanjangan waktu. Di Geneva, 15 menit sebelum pertandingan usai, Turki ketinggalan 0-2 dari Ceko. Toh mereka akhirnya menggilas Ceko 3-2 berkat gol Nihat Kahveci dalam rentang waktu dua menit. Korban paling tragis adalah Kroasia.
Pada menit ke-119, Kroasia yakin akan keluar sebagai pemenang lewat gol Ivan Klasnic. Menit ke-122, Semih Senturk menyamakan kedudukan dan Kroasia keok lewat adu penalti.
***
NASIB serupa nyaris menghampiri Jerman. Terim begitu percaya diri meski timnya hanya beranggotakan 15 orang. Data statistik selama 90 menit menunjukkan dominasi Turki tersebut. Penguasaan bola, Turki 54 persen, Jerman 46. Tendangan ke gawang, Jerman 9, Turki 20. Sepak pojok, Turki 8, Jerman 2. Jerman tidak pernah keluar dari tekanan lawan!
Sejak kick-off dilakukan wasit asal Swiss, Massimo Busacca, Rustu Recber, Gokhan Zan, Hakan Balta, Mehmet Topal, Mehmet Aurelio, Ugur Boral, Sabri Sarioglu, Ayhan Akman, Kazim Kazim, Hamit Altintop dan Semih Senturk bertarung spartan. Mereka meladeni tim terbaik lawan dengan komposisi Lehmann, Arne Friedrich, Per Mertesacker, Metzelder, Philipp Lahm, Thomas Hitzlsperger, Simon Rolfes, Schweinsteiger, Michael Ballack, Lukas Podolski dan Miroslav Klose.
Mirip laga tinju, Turki dan Jerman jual-beli gol. Jerman kecolongan lebih dulu menit ke-22 lewat gol cerdik Ugur Boral yang menyambar bola muntah hasil tembakan Semih Senturk. Sontekannya tidak sempurna diblok Lehman. Empat menit kemudian Podolski mengirim umpan silang yang diteruskan Schweinsteiger ke sisi kiri gawang Rustu. Skor 1-1. Babak kedua Jerman tetap tertekan. Lapangan tengah milik Turki. Tapi Jerman memimpin menit ke-79 melalui Klose. Empat menit menjelang bubar, Semih Senturk menyusup ke kotak penalti, menyentuh umpan Sabri dari sayap kanan yang hampir jatuh dalam pelukan Lehman. Skor 2-2. Semua tegang. Untung Philip Lahm memperlihatkan kelasnya sebagai bintang. Menit ke-90, Thomas Hitzlsperger memegang bola. Bek kiri Philip Lahm merangsek ke kotak penalti. Hitzlsperger dengan gesit mengirimkan umpan. Lahm yang tak terkawal menghujamkan canon ball indah. Skor akhir 3-2. Gol kaki kanan Lahm mengirim Jerman ke final. Staying Power menang.
Dalam jumpa pers usai pertandingan, Terim yang segera mundur dari jabatannya tetap tersenyum dan memuji Rustu Recber dkk. "Selamat kepada Jerman dan saya berharap untuk keberhasilan mereka di final. Saya sangat bangga kepada para pemain karena mereka menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah tim terbaik. Kami akan pergi, tapi saya pikir kami akan dikenang sebagai tim yang paling berwarna pada turnamen ini. Kami hampir sampai di final, tapi inilah sepakbola," kata Terim.
Ya, sepakbola sesungguhnya bercerita tentang pergulatan manusia menjalani kerasnya kehidupan. Pergulatan itu tak selalu berakhir dengan jaya. Pergumulan bola juga mengajarkan ketabahan untuk menerima kegagalan dengan senyum.
Turki memberi warna Austria-Swiss 2008. Mereka menggelar simfoni bola dengan cara yang unik. Mereka akan dikenang selalu. Diingat sebagai tim yang pantang menyerah di saat krisis. Jatuh terjerembab bukan berarti selesai. Tepatlah kiranya kata-kata Faurk Buyukyoran. "Jerman dikenal dengan kedisiplinan mereka bermain dan Brasil tenar karena teknik. Turki akan dikenang dunia karena semangat juang kami," kata mahasiswa Turki berusia 21 tahun itu. **
Pos Kupang edisi Jumat, 27 Juni 2008, halaman 1
TURKI ternyata bukan elang yang terluka. Tampil dalam laga hidup mati dengan hampir separuh pemain inti absen akibat hukuman dan cedera --- Turki tetap gagah mengepakkan sayap. Turki tak pernah mati. Malah nyaris menghancur-luluhkan reputasi dan nama besar Der Panzer.
Turki vs Jerman menghadirkan drama di St. Jakob-Park, Basel - Swiss, Rabu malam atau Kamis (26/6/2008) dinihari Wita. Hempasan badai yang menginterupsi siaran televisi sejagat sekian menit tidak mengurangi ketegangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel harus menunggu hingga 90 menit untuk menarik napas lega. "Saya begitu sering menahan napas," kata Merkel yang menonton langsung pertandingan di St. Jakob-Park.
"Gila! Saraf Kami Tegang!" tulis Harian Bild (http://www.bild.de). Bild menilai Jerman kalah dominan dibanding Turki. "Tidak tampak jejak permainan mengesankan, cepat dan langsung menusuk seperti melawan Portugal. Apakah karena arogansi atau kegugupan?" tulis Bild.
Bukan arogan. Joachim Loew mengakui kegugupan itu. "Tidak ada bagian di lapangan yang bisa kami kuasai. Turki bangkit sebanyak tiga kali untuk memenangi pertandingan, dan kami sadar itu bisa terjadi lagi. Pada menit-menit terakhir, kami sempat khawatir, tapi kami beruntung mencetak gol menit ke-90. Saat itu kami mulai yakin mereka tidak akan bangkit untuk keempat kalinya," kata Loew.
Turki sempat menciptakan neraka bagi Jerman. Walau hanya bermodal tim "lapis kedua", pasukan Fatih Terim bermain tanpa beban. Jerman hampir bernasib sama dengan Swiss, Republik Ceko dan Kroasia. Di Basel, penonton menduga pertandingan berakhir 1-1. Tiba-tiba Arda Turan menjebol gawang Swiss menit kedua perpanjangan waktu. Di Geneva, 15 menit sebelum pertandingan usai, Turki ketinggalan 0-2 dari Ceko. Toh mereka akhirnya menggilas Ceko 3-2 berkat gol Nihat Kahveci dalam rentang waktu dua menit. Korban paling tragis adalah Kroasia.
Pada menit ke-119, Kroasia yakin akan keluar sebagai pemenang lewat gol Ivan Klasnic. Menit ke-122, Semih Senturk menyamakan kedudukan dan Kroasia keok lewat adu penalti.
***
NASIB serupa nyaris menghampiri Jerman. Terim begitu percaya diri meski timnya hanya beranggotakan 15 orang. Data statistik selama 90 menit menunjukkan dominasi Turki tersebut. Penguasaan bola, Turki 54 persen, Jerman 46. Tendangan ke gawang, Jerman 9, Turki 20. Sepak pojok, Turki 8, Jerman 2. Jerman tidak pernah keluar dari tekanan lawan!
Sejak kick-off dilakukan wasit asal Swiss, Massimo Busacca, Rustu Recber, Gokhan Zan, Hakan Balta, Mehmet Topal, Mehmet Aurelio, Ugur Boral, Sabri Sarioglu, Ayhan Akman, Kazim Kazim, Hamit Altintop dan Semih Senturk bertarung spartan. Mereka meladeni tim terbaik lawan dengan komposisi Lehmann, Arne Friedrich, Per Mertesacker, Metzelder, Philipp Lahm, Thomas Hitzlsperger, Simon Rolfes, Schweinsteiger, Michael Ballack, Lukas Podolski dan Miroslav Klose.
Mirip laga tinju, Turki dan Jerman jual-beli gol. Jerman kecolongan lebih dulu menit ke-22 lewat gol cerdik Ugur Boral yang menyambar bola muntah hasil tembakan Semih Senturk. Sontekannya tidak sempurna diblok Lehman. Empat menit kemudian Podolski mengirim umpan silang yang diteruskan Schweinsteiger ke sisi kiri gawang Rustu. Skor 1-1. Babak kedua Jerman tetap tertekan. Lapangan tengah milik Turki. Tapi Jerman memimpin menit ke-79 melalui Klose. Empat menit menjelang bubar, Semih Senturk menyusup ke kotak penalti, menyentuh umpan Sabri dari sayap kanan yang hampir jatuh dalam pelukan Lehman. Skor 2-2. Semua tegang. Untung Philip Lahm memperlihatkan kelasnya sebagai bintang. Menit ke-90, Thomas Hitzlsperger memegang bola. Bek kiri Philip Lahm merangsek ke kotak penalti. Hitzlsperger dengan gesit mengirimkan umpan. Lahm yang tak terkawal menghujamkan canon ball indah. Skor akhir 3-2. Gol kaki kanan Lahm mengirim Jerman ke final. Staying Power menang.
Dalam jumpa pers usai pertandingan, Terim yang segera mundur dari jabatannya tetap tersenyum dan memuji Rustu Recber dkk. "Selamat kepada Jerman dan saya berharap untuk keberhasilan mereka di final. Saya sangat bangga kepada para pemain karena mereka menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah tim terbaik. Kami akan pergi, tapi saya pikir kami akan dikenang sebagai tim yang paling berwarna pada turnamen ini. Kami hampir sampai di final, tapi inilah sepakbola," kata Terim.
Ya, sepakbola sesungguhnya bercerita tentang pergulatan manusia menjalani kerasnya kehidupan. Pergulatan itu tak selalu berakhir dengan jaya. Pergumulan bola juga mengajarkan ketabahan untuk menerima kegagalan dengan senyum.
Turki memberi warna Austria-Swiss 2008. Mereka menggelar simfoni bola dengan cara yang unik. Mereka akan dikenang selalu. Diingat sebagai tim yang pantang menyerah di saat krisis. Jatuh terjerembab bukan berarti selesai. Tepatlah kiranya kata-kata Faurk Buyukyoran. "Jerman dikenal dengan kedisiplinan mereka bermain dan Brasil tenar karena teknik. Turki akan dikenang dunia karena semangat juang kami," kata mahasiswa Turki berusia 21 tahun itu. **
Pos Kupang edisi Jumat, 27 Juni 2008, halaman 1