Espana 24

Catatan sepakbola Dion DB Putra

USAI sudah petualangan Guus Hiddink. Rusia berhenti sampai di sini. Semifinal Piala Eropa 2008. Semangat juang, permainan impresif dan lugas Rusia belum cukup mengantar Guus ke puncak sekaligus menambah rekor baru. Hiddink cuma mengulang prestasi yang pernah diraihnya sepuluh tahun lalu.

Guntur tak henti-hentinya menggelar di langit Ernst Happel- Vienna Kamis (26/6/2008) malam atau Jumat (27/6/2008) dinihari Wita. Kilatan petir menyertai hujan. Hiddink terdiam pada akhir duel. Skor 3-0 bagi Matador. Luis Arogones ceria.

Rusia vs Spanyol part II ternyata tidak jauh beda atmosfirnya dengan pertemuan pertama di Tivoli Neu. Pertanyaan yang tentu mengganggu penggemar bola adalah mengapa pasukan Hiddink tampil tak segarang menghadapi Belanda?

Setelah babak pertama berakhir 0-0 baru terkuak rahasia Rusia. Tim Hiddink tak sanggup melupakan trauma 1-4 di Tivoli 10 Juni lalu dan rekor pertemuan dimana Rusia belum pernah menang atas Spanyol di turnamen besar. Sebelum laga 26 Juni 2008, Spanyol vs Rusia sudah bertemu empat kali dengan tiga kemenangan bagi Spanyol dan sekali seri.

Hiddink sempat berkibar atas keperkasaan Rusia selama Euro 2008 termasuk menistakan tim negaranya Belanda 3-1. Tapi kali ini dia harus mengakui Aragones. Setelah wasit asal Belgia, Frank De Bleeckere membuka kick-off, Rusia mengawali duel dengan formasi kesukaan Hiddink 4-4-1-1 yang disambut Aragones 4-4-2. Hiddink terlihat enjoy karena playmaker Andrei Arshavin yang merupakan inspirator dan kekuatan tim Beruang Merah kembali merumput. Arshavin-lah yang menerjemahkan taktik Hiddink di lapangan.

Kedua tim turunkan formasi awal terbaik. Rusia: Igor Akinfeyev, Alexander Anyukov, Vasily Berezutsky, Sergei Ignashevich, Yuri Zhirkov, Konstantin Zyryanov, Sergei Semak, Igor Semshov, Ivan Saenko, Andrei Arshavin dan Roman Pavlyuchenko. Spanyol: Iker Casillas, Sergio Ramos, Carles Puyol, Carlos Marchena, Joan Capdevila, Marcos Senna, Andres Iniesta, Xavi, David Silva, David Villa, Fernando Torres.

Aragones menyadari roh kesebelasan Rusia adalah Arshavin. Maka tugas khusus Carlos Marchena dan Marcos Senna adalah mematikan Arshavin. Sepanjang 90 menit, gelandang Zenit St. Petersburg yang bulan lalu meraih tropi Piala UEFA itu jarang mengganggu gawang Casillas. Matinya Arshavin berimbas pada striker jangkung Roman Pavlyuchenko. Pavlyuchenko yang selalu ditempel Carles Puyol tidak berdaya karena jarang mendapat bola matang dari Arshavin.

Bek kanan Spanyol, Sergio Ramos juga sukses mengunci gerak maju bek kiri Rusia, Zhirkov. Zhirkov yang tampil hidup dalam tiga pertandingan terakhir, frustrasi menghadapi Ramos. Trio Zhirkov-Arshavin-Pavlyuchenko tidak mampu mengembangkan permainan. Hampir semua serangan Rusia kandas di lini tengah.


Pada menit ke-31 David Villa mengalami cedera. Menit ke-35 Aragones memasukkan Cesc Fabregas. Cukup mengejutkan karena Villa sebagai striker justru diganti gelandang. Biasanya Fabregas mengganti playmaker utama Spanyol, Xavi Hernandez. Aragones rupanya mencoba kiat baru. Membiarkan Torres sebagai striker tunggal. Fabregas, gelandang muda Arsenal itu diberi kebebasan berkreasi di lini tengah bersama Xavi. Jadilah Spanyol memainkan 4-2-3-1 dengan dua playmaker, Xavi-Fabregas. Duet yang ganas-mematikan. Kerja sama Fabregas dan Xavi melahirkan tiga gol beruntun lewat Xavi menit ke-50, Daniel Guiza (73) dan David Silva (82).

Sejak Villa cedera dan Fabregas masuk, tugas Fernando Torres adalah membuka ruang bagi Fabregas dan Xavi muncul tiba-tiba dari second line. Gol pertama Spanyol adalah bukti kejelian Xavi memanfaatkan ruang kosong. Xavi berlari secepat kilat ke depan gawang Igor Akinfeev untuk menuntaskan umpan Iniesta. Gol kedua dan ketiga juga lahir dari kreasi Fabregas.

Aragones memang memiliki stok pemain yang sama bagus di setiap posisi. Beda dengan stok Rusia yang pas-pasan dan kurang pengalaman. Di babak kedua, Hiddink memainkan dua tenaga baru. Igor Semshov diganti Diniyar Bilyaletdinov dan Dmitry Sychev menggantikan Saenko. Tapi pergantian itu tidak mampu mengangkat moral bertanding Rusia.

Rusia benar-benar kedodoran menghadapi Spanyol yang bertarung laksana Matador. Tak kenal lelah berlari selama satu setengah jam. Fisik mereka begitu kuat meski bertanding di bawah guyuran hujan dan lapangan licin. Kemenangan atas Rusia menambah rekor Aragones menjadi 21 kemenangan beruntun. Prestasi istimewa Pak Tua yang wajah dan pembawaannya lebih mirip pastor itu. Lolos ke final adalah harga yang pantas bagi Spanyol dan pertemuan dengan Jerman merupakan final idaman Euro 2008.

Que Viva Espana (Jayalah Spanyol). Espana 24. Demikian antara lain poster yang diacung-acungkan warga Madrid saat merayakan sukses Spanyol maju ke final. Pesta pun meladak di Barcelona, Mallorca, Valencia dan hampir di seluruh penjuru Spanyol. Mereka berpesta sepanjang Kamis malam hingga Jumat dinihari. Aragones dielu-elukan. Fabregas dan Xavi dipuji.

"Ini waktunya! Ya, waktunya Spanyol juara," teriak Juan, dengan tangan kanan memegang bendera Spanyol sementara tangan kiri menggenggam botol bir di alun-alun Madrid. Sekitar 10 ribu orang berkerumun di alun-alun Ibu Kota negeri itu.

Espana 24 mengingatkan saat terakhir Spanyol masuk final Piala Eropa. Di final tahun 1984 mereka ditekuk Perancis yang dipimpin Presiden UEFA saat ini, Michel Platini dengan skor 2- 0. Satu-satunya sukses Spanyol adalah juara tahun 1964. Sudah lama sekali.

Namun, Luis Aragones mengingatkan agar timnya tidak lupa diri. "Kami berhak menjadi juara. Tapi Jerman adalah Jerman. Mereka punya mental juara. Kami harus lebih beringas.
Secara fisik, Jerman lebih kuat. Kami perlu bermain dengan langkah yang cermat agar lawan kelelahan sendiri," ujarnya. Usia boleh tua, tapi Aragones tetaplah Matador sejati. Tak mau kalah sebelum bertanding. Viva Espana!*

Pos Kupang edisi Sabtu, 28 Juni 2008 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes