SUDAH berulang kita mendengar pernyataan seperti berikut ini. Indonesia harus menjadi bangsa yang kuat, mandiri dan punya harga diri di tengah pergaulan global.
Untuk mewujudkannya Indonesia harus punya sumber daya manusia (SDM) yang tangguh, sehat dan berkarakter agar bisa berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Pernyataan yang sama pun telah berulang kita dengar dalam konteks lokal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Jawaban yang tidak segera kita dapatkan adalah soal cara mewujudkan harapan ideal tersebut. Agaknya banyak yang lupa bahwa olahraga merupakan salah satu sarana membangun anak bangsa yang tangguh, sehat dan berkarater itu. Sayang sekali dalam ziarah pembangunan bangsa ini pembangunan olahraga kerapkali terabaikan. Olahraga masih dipandang dengan sebelah mata.
Menjelang pilpres yang baru saja lewat masyarakat Indonesia disuguhi janji para calon presiden dan calon wakil presiden. Pernahkah mereka berbicara tentang pembangunan olahraga? Hampir semua calon pemimpin kita lebih suka bicara tentang soal lain. Mereka nyaris tidak menyentuh olahraga sebagai bagian penting pembangunan karakter bangsa (nation and character building).
Kenyataan itu setali tiga uang dengan suasana pilkada di berbagai daerah di NTT. Tidak banyak calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang secara khusus menyusun strategi pembangunan bidang olahraga.
Sikap setengah hati membangun olahraga itu terlihat jelas lewat pencapaian prestasi para atlet kita dalam kompetisi internasional. Di tingkat Asia Tenggara, misalnya, dalam satu dasawarsa terakhir Indonesia tidak lagi menempati urutan pertama.
Dalam 15 tahun terakhir, bidang olahraga terpinggirkan dalam neraca pembangunan Indonesia. Sejak tahun 1995 hingga 2005, alokasi anggaran rutin dan pembangunan bidang olahraga dan pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) persentasenya terhadap total APBN memang meningkat. Dari angka 0,01 persen (1995) menjadi 0,06 persen (2005).
Namun, alokasi yang mengucur khusus ke bidang olahraga jauh dari memadai. Situasi yang sama juga terjadi di NTT. Alokasi APBD untuk olahraga sangat minim bila dibandingkan dengan bidang lain. Secara fisik kita bisa menghitung dengan jari berapa banyak sarana olahraga di daerah ini yang dibangun selama era reformasi. Sarana olahraga yang ada umumnya telah berusia puluhan tahun.
Kita berharap keluhan klasik tentang keterbatasan dana semakin menyusut frekwensinya. Dewasa ini daerah di NTT rata-rata dipimpin oleh duet pemimpin yang baru. Dalam waktu tak lama lagi kita juga akan diurus oleh para wakil rakyat wajah baru yang tentu memiliki semangat baru dalam membangun NTT lebih baik. Mudah-mudahan anggota parlemen hasil Pemilu 2009 tidak menutup mata ketika membahas anggaran untuk bidang olahraga.
Ketika hari Kamis 9 Juli 2009 lebih dari 100 pengusaha di Kota Kupang sepakat berpartisipasi mendukung program pemerintah meningkatkan prestasi olahraga binaan KONI -- peristiwa itu sekali lagi membuktikan betapa partisipasi masyarakat tak pernah berkurang. Meskipun tidak rutin pengusaha selalu tergerak hatinya memberikan kontribusi untuk membangun olahraga di daerah ini.
Peristiwa itu mestinya melecut pengambil kebijakan anggaran di daerah untuk lebih serius memperhatikan olahraga, bidang pembangunan yang sekian lama terpinggirkan. Alokasi anggaran hendaknya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Dengan dukungan dana yang memadai niscaya pembangunan olahraga bisa membawa perubahan berarti di daerah ini. Perubahan yang diharapkan yaitu tersedianya SDM Flobamora yang tangguh, sehat dan berkarakter.
Kita tiada henti mengingatkan bahwa prestasi olahraga telah berkali-kali menyelamatkan wajah Nusa Tenggara Timur dalam pergaulan di fora nasional pun internasional. Jangan sepelekan aset berharga yang telah kita tanam itu!*
Pos Kupang edisi Senin, 13 Juli 2009 halaman 4