Macan Kertas

DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi  Sulawesi Utara (Sulut)  menargetkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Larangan Mabuk rampung dan menjadi peraturan daerah (perda) sebelum periode jabatan mereka berakhir pada tahun  2014 ini.

Seperti diberitakan Tribun Manado kemarin, larangan mabuk merupakan inisiatif DPRD Sulut untuk dijadikan perda. Aturan itu untuk mengganti dan menyempurnakan Perda Nomor 18 Tahun 2000. Jika diketuk, setidaknya perda tersebut menjadi jadi oleh-oleh DPRD sebelum mengakhiri masa jabatan. "Ini secepatnya diselesaikan sebelum akhir masa jabatan," ungkap Ketua Badan Legislasi DPRD Sulut Victor Mailangkay.

Menyangkut perda tersebut, menurut dia, terjadi perubahan komprehensif di tiga bagian, yakni produksi minuman keras, mengatur distribusi, dan konsumsi. Menyangkut konsumsi, Perda membatasi produksi pabrikan dalam daerah. Sebagai gantinya akan ada presentase yang besar dipasarkan ke luar daerah. Bagian penting pada aspek konsumsi, ia menyebut anak di bawah umur dilarang mengonsumsi. Untuk pembelian wajib menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Waktu menjual miras pun tidak melebihi pukul 20.00 waktu setempat. Aspek hukum juga diatur. Bagi  pelanggar ada sanksi administrasi, di antaranya berupa pencabutan izin. Sedangkan sanksi pidana ringan diatur maksimal selama 3 bulan.

Kita memberi apresiasi terhadap tekad DPRD Sulut  menghasilkan Perda Larangan Mabuk tersebut.  Sudah menjadi rahasia umum bahwa mabuk merupakan masalah sosial yang pelik di bumi Nyiur Melambai ini. Sudah berbagai cara ditempuh pemerintah dan masyarakat untuk mengikis kebiasaan sebagian warga Sulut mengonsumsi miras hingga mabuk. Sebut misalnya program Brenti jo Bagate
yang gencar digalakkan Polda Sulut dua tahun terakhir.  Namun, usaha menekan kebiasaan mabuk tersebut seperti menyiram garam ke lautan.

Sejauh pengamatan kita dari waktu ke waktu justru  semakin banyak saja anak-anak Sulut yang doyan miras dan bermabuk-mabukkan. Data kepolisian membuktikan, tingginya tingkat kriminalitas di Sulut antara lain dipicu oleh kebiasaan mengonsumsi miras secara berlebihan. Berawal dari miras berimbas pada tindak penganiayaan hingga pembunuhan. Gara-gara mabuk miras seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal dunia dan sebagainya.

Dengan demikian kehadiran Perda Larangan Mabuk memang sudah menjadi kebutuhan mendesak. Namun, kita perlu menggarisbawahi bahwa pendekatan regulatif tersebut akan sia-sia kalau implementasinya tidak serius. Sudah banyak fakta empiris di mana sebuah perda laksana macan kertas karena penerapannya tidak dikelola dengan benar.

Kita khawatir nasib Perda Larangan Mabuk yang akan ditetapkan Dewan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Maka langkah tindak lanjut yang juga penting disiapkan sejak dili adalah bagaimana merajut mekanisme yang efektif agar peraturan tersebut mencapai tujuannya meminimalisir kebiasaan warga Sulut mengonsumsi miras yang merusak dirinya sendiri serta orang lain.*

Sumber: Tribun Manado 11 Januari 2013 hal 10
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes