Sulap


OM Maksi melirik jam elektronik di ponselnya. Dia tak menduga waktu telah menunjukkan pukul 22.00 Wita. Pantas arus lalu lintas menuju salah satu kawasan perumahan di Kota Kupang lengang.

"Ini yang terakhir malam ini. Beta su sonde (tidak) mampu lagi. Dua orang beta layani besok pagi saja," gumam Om Maksi. Truk bermuatan 5.000 liter air dipacunya lebih cepat agar cepat sampai tujuan mengingat perut Om Maksi sudah keroncongan. Dia ingin segera pulang ke rumah untuk makan dan beristirahat.

Sejak dua bulan lalu Om Maksi dan rekan-rekannya sesama sopir truk tangki air lebih sibuk dari biasanya. Dalam sehari mereka rata-rata melayani 8-10 konsumen. Om Maksi melukiskan keadaan sekarang sebagai musim panen air. "Tapi capek sekali terutama waktu antre ambil air. Sebetulnya kami kasihan banyak orang minta air. Kadang mereka berani bayar mahal asal bisa dapat air. Bahkan ada yang nekat mencegat kami di jalan," kata Om Maksi.


Orang seperti Maksi pasti tidak berbohong. Dia menceritakan kenyataan yang beta yakin dialami tuan dan puan. Di antara sekian banyak kebutuhan pokok, air adalah kebutuhan paling besar menyedot energi serta isi dompet belakangan ini. Di Kota Kupang, krisis air bersih telah menjadi nada dasar jeritan hampir setiap rumah tangga. Yang tetap tersenyum hanyalah bapak/ibu kelompok elite yang punya uang berlimpah serta kuasa besar hingga dapat memerintahkan air mengalir 24 jam.

Jeritan senada terdengar riuh di mana-mana di beranda Flobamora. Mulai dari Atambua hingga Weetabula. Dari Baa sampai Lembata, Labuan Bajo hingga Kaliwajo. Dari Watuneso sampai Reo. Alam tak pernah bohong. Wilayah Nusa Tenggara Timur telah memasuki puncak musim kering. Kekeringan musim ini makin mendidih karena bersamaan dengan periode kehadiran El Nino (meningkatnya suhu udara dan tingkat kekeringan).

Gara-gara El Nino, debit air menurun drastis dan sumur-sumur mengering. El Nino datang, irigasi persawahan di Belu selatan meradang. El Nino meringkik, ratusan hektar jagung dan padi di Sumba Tengah dan Manggarai Barat terancam mati tanpa hasil. Hampir pasti segera melaparkan keluarga tani, populasi terbesar di kampung Nusa Tenggara Timur ini.

Siapa bilang El Nino membawa sial? El Nino, selain menambah pundi-pundi pebisnis air tangki juga menjadi dalih berkelit para elite yang tuan pilih untuk mengurus kepentingan publik. El Nino jitu sebagai alasan pembenaran diri bagi yang tak tahu diri. Debit air menyusut, PDAM terpaksa alirkan air bergilir. Mau apa lagi? Siapa mampu melawan anomali iklim? Pasrah! Cuma itu sikap yang pasti.

Urusan air dan kekeringan, NTT sungguh unik. Unik dan spektakuler sehingga pantas diusulkan masuk rekor MURI. Unik karena hanya di Kupang, ibu kota NTT, warga bisa berlangganan dua PDAM sekaligus yang bertahun-tahun sibuk berkelahi. Tapi bukan tamparan telak ketika yang bergilir datang ke rumah pelanggan hanyalah angin. Hebatnya lagi angin itu dibayar setiap bulan. Penghuni Kupang memang warga negara yang baik. Baik karena penurut nomor satu.

Jangan lupa, sebentar lagi akan hadir BLUD air yang telah mengganggarkan dana Rp 20 miliar lebih. Tuan dan puan percaya urusan air di ibu kota propinsi ini akan lebih baik?

Beta kok yakin tuan mulai terlena dengan perasaan berbunga-bunga akan janji. Terlena dan mudah lupa sebagaimana janji 250 sumur bor di kota ini yang disuarakan sampai bibir berbusa pada pesta pilkada silam. Sesekali cobalah kritis. Heran, dibohongi terus-menerus juga tuan tetap tersenyum. Mungkin begitulah watak kita umumnya. Tidak tega mengeritik saudara sendiri kan? Tak enak hati menunjuk kelemahan pemimpin? Gawat ee...kalau begitu terus!

Satu lagi rekor yang baru diukir NTT. Flobamora ternyata sudah naik kelas menjadi salah satu daerah basah di tanah air. Bukan daerah kering kerontang yang disandang selama ini. "Prestasi" NTT itu disampaikan Dr. Euis Sunarti dari Pusat Studi Bencana Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam workshop pemetaan wilayah rawan bencana di Kupang, 2 November 2009.

Sunarti mengatakan, NTT tidak masuk kategori daerah bencana kekeringan di Indonesia karena data base tentang lahan pertanian dan data pendukungnya terbatas alias tidak valid. Saat analisis, NTT tidak masuk kategori merah. Indeks kekeringan NTT bahkan berada di bawah Kalimantan Timur. Artinya, Kalimantan Timur yang alamnya kaya raya, punya hutan dan sungai yang bisa dilewati kapal lebih kering dari NTT. Waw! Hebat sekali ya NTT?

Hanya butuh keterampilan sulap data bisa berubah menjadi daerah basah. Jeritan krisis air di mana-mana itu tidak bermakna.

Masih ada lagi yang hebat seperti diakui Doktor Sunarti berdasarkan laporan Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT. Banyak alat ukur yang dipakai untuk menganalisis curah hujan rusak, sehingga data yang disampaikan untuk analisis tidak valid. Luar biasa beranda Flobamora. Percaya alat rusak! Data iklim sepenting itu dianggap mainan.

Jadi, harap maklum bila sejak pengumuman Sunarti itu belum terdengar seseorang yang mengaku khilaf. Urusan kredibilitas dan akutanbilitas publik cuma slogan kosong di daerah ini. Apalagi rasa malu. Bahkan sekadar kata maaf dari mulut pejabat negara/pemerintahan adalah kemewahan bagi rakyat NTT.

Data tidak valid sesungguhnya lagu lama di ini kampung yang dalam mengurus kebutuhan warga kampung acapkali masih kampungan. Tapi tuan dan puan tak perlu berkecil hati. Bersukacitalah sebagai warga Flobamora.

Lewat permainan data saja siapa tahu tahun depan, NTT mengalami lompatan lebih dahsyat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT meloncat sepuluh tingkat. Angka Kematian Ibu dan Bayi turun drastis, jauh di bawah rata-rata nasional, NTT masuk sepuluh besar angka kelulusan Ujian Nasional (UN).

Pendapatan Perkapita naik lima kali lipat, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menembus satuan triliun rupiah sehingga tak perlu "mengemis" DAU dan DAK. Mimpi? Ah, siapa bilang. Sulap-menyulap data, kita ahlinya. Buktinya daerah kering sontak berubah basah! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 9 November 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes