Kabar Baik tentang Kopi ~ Dion DB Putra

KABAR baik tersiar dari Bajawa dan Ruteng dalam beberapa hari terakhir. Kabar baik tentang kopi. Kopi Arabika Flores Bajawa (AFB) yang belum lama ini diekspor ke negara Amerika Serikat (AS) sebanyak 150 ton menempati peringkat I nasional dari aspek mutu dan cita rasa kopi spesial se-Indonesia.

Berdasarkan penilaian uji kopi oleh Asosiasi Kopi Indonesia, kopi AFB meraih poin 94,6, menyisihkan kopi Aceh du peringkat II dengan poin 86 lebih. Dari enam poin yang dinilai tim penguji luar negeri, yakni aroma, rasa, keasaman, body, tingkat kepahitan serta kelembutan di lidah, kopi Bajawa tak terkalahkan.

Kabar baik tersebut disampaikan Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Ngada, Ir. Bernard F Burah di Bajawa, 31 Oktober 2009.

Angkat topi buat kopi AFB karena mampu menyisihkan kopi bermerk dagang yang sudah terkenal di Indonesia seperti Kopi Kapal Api, Kopi Luwak Situbondo, Kopi Aceh, Kopi Toraja, Bali, Lampung serta Termuk Kopi produksi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa Timur. Kopi AFB langsung menarik perhatian komunitas kopi internasional. Beberapa yang telah berminat antara lain Asosiasi Kopi Jepang dan Eropa.

Pujian terutama perlu kita berikan kepada petani kopi di Kabupaten Ngada yang berhasil naik peringkat dari urutan ketiga tahun lalu menjadi nomor satu Indonesia tahun 2009. Prestasi tersebut membuktikan bahwa petani di Ngada telah mengolah kopi AFB sejak panen hingga pasca panen sesuai dengan standar operasional produksi demi mencapai mutu internasional.

Pencapaian ini hendaknya menjadi momentum emas untuk meningkatkan nilai ekonomis kopi AFB. Brand kopi AFB yang sudah menjadi nomor satu di Indonesia kiranya tidak dilepas begitu saja. Semoga kita tidak bahagia dan senang sekejap dengan menerima tropi dan hadiah uang bagi pemenang tahun ini. Toh bukan itu tujuannya kopi AFB mengikuti kompetisi soal cita rasa dan mutu. Tujuan utama adalah meningkatkan kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Ngada.

Selain meningkatkan produksi lewat perluasan lahan tanam, pengelolaan di tingkat petani mesti dipertahankan standar mutunya agar kopi Bajawa bisa bertahan di pasar nasional dan dunia. Mudah-mudahan prestasi kopi Bajawa tersebut menarik perhatian para periset kopi dari perguruan tinggi di NTT untuk meneliti lebih mendalam sehingga menjadi model untuk ditularkan ke daerah lain di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berkaitan dengan kopi, kita pun mengapresiasi teroboson dari Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Ruteng yang meluncurkan bubuk kopi Manggarai bekerja sama dengan Veco Indonesia tanggal 29 Oktober 2009.

Kopi bubuk Manggarai itu memenuhi standar mutu untuk ekspor. Saat ini sedang diupayakan untuk mendapat label dari kesehatan (BPOM) dan nama kemasan kopi. Peluncuran kopi bubuk tak pelak lagi merupakan kabar gembira bagi masyarakat petani Manggarai, daerah penghasil utama kopi di NTT. Memang sudah saatnya NTT tidak sekadar menjual kopi gelondongan ke luar daerah seperti yang berlangsung selama bertahun-tahun. Dengan menjual kopi bubuk, nilai jual kopi Manggarai lebih tinggi.

Lalu di mana posisi dan peran pemerintah? Kita tak henti-hentinya mengingatkan agar pemerintah tidak boleh tinggal diam atau bekerja dengan cara biasa-biasa saja. Keharuman kopi AFB yang telah diakui secara nasional serta terobosan cerdas PSE Keuskupan Ruteng mestinya membuka mata pemerintah untuk bekerja lebih keras dengan agenda aksi yang konkret dalam membantu para petani, jumlah terbesar dari total penduduk di propinsi ini.

Sebagai fasilitator, tugas pemerintah adalah menyiapkan infrastruktur dasar agar para petani serta komponen masyarakat lainnya terbantu secara memadai. Salah satu kendala klasik dalam pembangunan industri di NTT adalah krisis energi listrik. Pemerintah mestinya serius menggusur kendala tersebut selekasnya. Tidak bisa lagi hanya menonton dan memuji keberhasilan rakyat atas usaha mereka sendiri. **

Pos Kupang Selasa, 3 November 2009 halaman 4