Cendana dan Keserakahan Masa Lalu

MEDIO tahun lalu seorang wisatawan domestik asal Bandung mengirim "curhat" tentang sulitnya dia memperoleh suvenir bermutu sesuai kebutuhannya dari bahan kayu cendana di Kota Kupang. Wisatawan itu suka mengoleksi suvenir atau cenderamata dari kayu cendana seperti tasbih, rosario, kipas dan lainnya. Dia juga senang menyimpan minyak cendana.

Dia membuat perbandingan dengan kondisi sekitar limabelas tahun lalu. Ketika itu dia masih gampang mendapatkan suvenir cendana dengan kualitas baik. "Sekarang memprihatinkan. Selain susah diperoleh, suvenir tasbih, rosario atau kipas cendana semakin kecil dan tipis ukurannya. Harumnya pun tidak bertahan lama. Saya juga susah sekali memperoleh minyak cendana," demikian pengakuan wisatawan tersebut.

Cendana di Pulau Timor memang sudah lama habis. Kalaupun dewasa ini masih bisa diperoleh di beberapa tempat, dapat dilukiskan sebagai warisan tersisa. Apabila muncul keluhan tentang keharuman cendana tidak lama bertahan, maka bisa diduga bahwa itu bersumber dari pohon cendana muda usia. Bukan cendana kelas satu yang berusia lebih dari 25 tahun.

Tentang kayu cendana kita sekadar menyegarkan tentang kisah masa lalu Nusa Tenggara Timur (NTT). Kisah pilu berlabel regulasi yang tidak memihak rakyat serta kisah-kisah keserakahan atau kelobaan manusia. 

Regulasi pada masa pemerintahan Orde Baru sungguh memberatkan rakyat yang sejatinya pemilik pohon harum wangi tersebut. Negara (pemerintah) amat dominan menguasai komoditas andalan Flobamora yang tersohor hingga manca negara sejak berabad-abad sebelumnya. Praktik penyelenggaraan negara yang korup makin mempercepat punahnya populasi cendana di Timor serta pulau lain di Propinsi NTT seperti Alor dan Pulau Sumba.

Uang yang mudah diraup dengan menjual cendana justru melahirkan kelobaan manusia. Harum cendana melecut keserakahan. Sejak era 1980-an cendana di Timor dieksploitasi tanpa kontrol memadai. Mereka yang kuat kuasa dan uang memperdagangkan cendana dengan mengabaikan pentingnya peremajaan. 

Pencurian cendana pun berlangsung marak sementara penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hukum tidak bergigi. Tidak sedikit pencuri cendana yang bebas dari jeratan hukum. Eksploitasi cendana masa lalu merupakan contoh konkret tentang praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di bidang lingkungan hidup. Dampak KKN di bidang ini sungguh berat dan sulit diperbaiki dalam tempo singkat.

Kisah keserakahan masa lalu itu sengaja kita garisbawahi guna mengapresiasi langkah Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia, MS Ka'ban mencanangkan pengembangan tanaman cendana berbasis masyarakat di Desa Ponain, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, 12 Februari 2009. Menteri Kehutanan meminta setiap warga Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menanam satu anakan kayu cendana guna mengembalikan kejayaan cendana di NTT. "Permintaan tersebut terkesan ambisius, tetapi mengandung niat baik untuk mengembalikan kejayaan NTT sebagai daerah penghasil kayu cendana terbesar di Indonesia," kata menteri.

Kita sependapat dengan ajakan Menteri Kehutanan serta menyambut baik gerakan "ambius" tersebut. Guna mengembalikan kejayaan cendana dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan jujur. Juga kerendahan hati untuk belajar dari kesalahan masa lalu. Dana triliunan rupiah yang disiapkan pemerintah agaknya cukup memadai demi menyukseskan langkah mulia tersebut. 

Sebagai model, langkah Pemerintah Kabupaten Alor patut diteladani. Alor sudah lama mengembangkan cendana dengan semangat swadaya. Mudah-mudahan bisa ditiru pemerintah dan masyarakat daerah lain di Pulau Timor dan Sumba. 

Sejarah jua akan membuktikan kepada kita, terutama generasi penerus Flobamora, apakah pencanangan oleh Menteri Kehutanan RI di Ponain, 12 Februari 2009 sekadar gerakan formalitas atau kesadaran yang menyata dalam aksi. Tentu dibutuhkan kepemimpinan yang teguh dan kuat guna merealisasikan ambisi tersebut. Bukan pemimpin yang lemah dan asyik-riang dengan rutinitas semata.*

Pos Kupang edisi Sabtu, 14 Februari 2009 halaman 14
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes